Komponen Pembentuk Emulsi Emulsi .1 Pengertian Emulsi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sukrosa disini berfungsi untuk menutupi rasa dari sediaan yang kurang enak. Konsentrasi sukrosa sebagai pemanis pada sediaan oral yaitu 50 - 67. Sukrosa praktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam etanol 1:400, etanol 95 1:170, propan-2-ol 1:400, dan air pada suhu 20 o C 1:0,5 dan pada suhu 100 o C 1:0,2 Rowey, Sheskey and Owen, 2006.

2.4.4 Evaluasi Sediaan Emulsi

Evaluasi dari sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui stabilitas dari suatu sediaan emulsi dalam jangka waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan melalui pengamatan organoleptis bau, warna, rasa, pengamatan secara fisik viskositas, diameter globul rata- rata, pH, dan volume creaming, serta pengamatan secara kimia degradasi zat aktif Ansel, 2008 ; Lachman, et al., 1994; Martin, et al., 1993.

2.4.5 Stabilitas Sediaan Emulsi

Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan bau dan warna serta sifat-sifat fisik lainnya yang baik. Ketidakstabilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya penimbunan dari fase dalam dan pemisahannya dari produk. Penampilan suatu emulsi dipengaruhi oleh creaming dan merupakan suatu masalah jika terjadi pemisahan dari fase dalam. Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah inversi fase. Inversi fase meliputi perubahan tipe emulsi dari ow menjadi wo atau sebaliknya Martin, et al., 1993. Faktor yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah kecocokan bahan aktif dan bahan pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan kimia-fisikanya. Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya yang dapat menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi. Hal penting lainnya adalah kemasan, khususnya jika digunakan wadah yang terbuat dari bahan sintetis Voight, 1995. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Emulsi tipe MA dapat mengalami destabilisasi emulsi seperti beberapa tipe perubahan fisik, berbeda dengan tipe AM yang mungkin cenderung mengalami sedimentasi daripada creaming. Destabilisasi emulsi ini di antaranya: a. Creaming Creaming adalah pertumbuhan dari droplet karena aktivitas gravitasi sehingga droplet terpisah ketika disentuh. Creaming berada pada fase kontinyu jika fase terdispersi tidak memiliki berat jenis yang sebanding. Kecepatan creaming dapat dikontrol dengan memperkecil ukuran droplet, menyamakan berat jenis dari kedua fase dan menambah viskositas dari fase kontinyu Martin, et al., 1993. b. Flokulasi Flokulasi adalah suatu bentuk pelekatan satu atau lebih droplet bersama dan membentuk suatu agregasi. Hal ini merupakan proses dari droplet sebagai hasil dari benturan kombinasi gaya antar droplet Martin, et al., 1993. c. Koalesen Penyebab koalesen adalah rusaknya lapisan tipis antar droplet yang berdekatan. Hal ini akan mengurangi tegangan antarmuka dan luas permukaan droplet. Kemungkinan terjadinya koalesen sebanding dengan lama droplet itu saling berdekatan. Koalesen jarang terjadi pada droplet yang kecil atau pada lapisan yang tebal karena droplet ini memiliki luas lapisan yang lebih kecil atau memiliki gaya tolak antardroplet. Koalesen menyebabkan droplet menjadi lebih besar dan terjadi pemisahan fase Martin, et al., 1993 Selain uji stabilitas fisik, uji stabilitas kimia pada emulsi juga dilakukan. Uji stabilitas kimia pada emulsi salah satunya adalah dengan cara menganalisis perolehan kembali zat aktif yang terkandung dalam emulsi. Stabilitas kimia dari molekul sediaan merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan dengan efek dan keamanan dari suatu produk obat. Pedoman dari FDA dan ICH menyebutkan berbagai persyaratan untuk uji stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan obat dan produk obat seiring dengan perubahan waktu dibawah pengaruh berbagai kondisi lingkungan. Studi tentang stabilitas molekul membantu untuk memilih formula yang tepat dan pengemasan yang baik sekaligus untuk mengetahui kondisi penyimpanan serta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta umur simpan. Studi stabilitas ini mencakup studi stabilitas jangka panjang dan studi stabilitas dipercepat. Studi jangka panjang dilakukan selama 12 bulan dan studi dipercepat dilakukan dalam waktu 6 bulan. Selain itu, ada juga forced degradation studies yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu dalam hitungan minggu. Hasil dari forced degradation studies ini dapat digunakan untuk pengembangan indikasi dari metode yang digunakan dalam studi jangka panjang dan dipercepat M. Blessy, et al., 2013.

2.4.6 Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik Aulton, 2008

a Sediaan emulsi harus tetap homogen pada saat waktu pengocokan dalam wadah sampai saat penuangan dari wadah. b Creaming yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah di redispersikan kembali. c Sediaan emulsi sebaiknya dibuat agak kental agar dapat menurunkan laju pembentukan creaming globul minyak, namun viskositas sediaan emulsi tersebut jangan terlalu tinggi karena dapat menyulitkan pada saat penuangan. d Terlihat dalam satu fase. e Ukuran globul yang dihasilkan seragam dan kecil.

2.5. Metode Demulsifikasi

Metode demulsifikasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisika dan metode kimia. Metode fisika dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu melalui pemanasan, mekanik,dan elektrik Anil, Syed, and Ana, 2008. a. Metode Kimia Pada metode ini dilakukan penambahan demulsifier pada emulsi.Misalnya yaitu aseton, n-butanol, dan 2-propanol yang telah terbukti berfungsi sebagai demulsifier yang efektif pada aplikasi tertentu Anil, Syed, and Ana, 2008, juga HCl pekat untuk memecah krim kosmetik Rohman and Che man, 2011. b. Metode Fisika Beberapa metode fisika untuk demulsifikasi yaitu dengan pemanasan, sentrifugasi, high shear, ultrasonik, disolusi pelarut, dan medan elektrostatik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bertegangan tinggi. Metode non konvensional lainnya yang telah banyak diteliti yaitu dengan menggunakan microwave dan membran kaca berpori Anil, Syed, and Ana, 2008. 1. Pemanasan Prinsip dari metode pemanasan ini adalah terjadi penurunan viskositas serta peningkatan kelarutan dari surfaktan. Hal ini akan mengakibatkan melemahkan lapisan film pada sediaan Anil, Syed, and Ana, 2008. Abdurahman dan Rosli, 2011 dalam penelitiannya membandingkan antara metode pemanasan untuk demulsifikasi antara modern yang menggunakan microwave dengan konvensional dan didapatkan hasil bahwa metode modern dengan microwave lebih efisien dalam pemisahan emulsi air dalam minyak. 2. High Shear Metode demulsifikasi ini menggunakan alat High Shear. Prinsip kerja dari alat ini yaitu akan merusak membran atau lapisan dari globul emulsi Anil, Syed, and Ana, 2008. 3. Medan Elektrostatik Bertegangan Tinggi Secara umum dengan adanya medan listrik akan membuat droplet mengalami polarisasi dan elongasi, begitu juga dengan droplet yang berada di dekatnya, sehingga mereka akan menarik satu sama lain dan membentuk droplet yang lebih besar. Metode ini merupakan metode demulsifikasi yang paling efisien dan ekonomis dilihat dari peralatan yang digunakan dan parameter pengoperasiannya Anil, Syed, and Ana, 2008. 4. Sentrifugasi Metode pemisahan emulsi ini menggunakan alat sentrifugasi.Prinsipnya menggunakan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara cairan dengan solid El-Sayed and Mohammad, 2014. Studi tentang pemisahan emulsi minyak dalam air Virgin Coconut oil dengan menggunakan sentrifugasi yang memvariasikan kecepatan sentrifugasi yaitu antara 6000 dan 12000 rpm dengan waktu yang divariasikan juga yaitu antara 30-105 menit didapatkan hasil paling baik adalah dengan menggunakan kecepatan 12000 rpm selama 105 menit. Abdurahman, et al., 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Ekstraksi Cair-cair

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari suatu bahan berupa padatan ataupun berupa cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat penting untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan pada perbedaan dari sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak seperti alkohol dan aseton Harborne, 1987. Ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya, yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair biasanya digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya berupa cairan. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan salah satu zat. Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut yang dapat bercampur dengan sampel untuk menarik senyawa target yang berada pada sampel. Pelarut yang dipilih biasanya memiliki polaritas yang dekat dengan senyawa target. Pelarut mudah menguap seperti heksan, benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan biasanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang mudah menguap. N- heksan cocok untuk ekstraksi senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen cocok untuk senyawa aromatik, serta eter dan etil asetat cocok untuk senyawa yang relatif polar mengandung oksigen. Ekstraksi umumnya dilakukan dengan mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini merupakan metode yang efisien namun waktu ekstraksi dengan metode ini panjang Handbook of Analytical Method.

2.7 Gas Chromatography - Mass Spectrometry GCMS

Kromatografi gas dan spektrometri massa dapat digunakan untuk memisahkan komponen dengan memberikan waktu retensi dan puncak elusi yang dapat dimasukkan ke dalam spektrofotometer massa untuk memperoleh berat molekul, karakteristik dan informasi fragmentasi Heinrich, 2004. Kromatografi gas saat ini merupakan metode analisis yang penting dalam kimia organik untuk menentukan senyawa tunggal dalam campuran. Spektrometer

Dokumen yang terkait

Penetapan kadar dan analisis profil protein dan asam amino ekstrak ampas biji jinten hitam (Nigella sativa Linn.) dengan metode SDS-Page dan KCKT

6 49 77

Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS

13 130 104

Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)

9 65 133

Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)

0 11 133

Pengaruh Variasi Jumlah Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa L.) pada Mikrokapsul Terhadap Uji PelepasanIn Vitro

4 30 82

Validasi Metode Analisis Timokuinon serta Penetapan Kadar Timokuinon dalam Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

4 41 76

Penetapan Kadar dan Analisis Profil Protein dan Asam Amino Ekstrak Ampas Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn.) dengan Metode SDS-PAGE dan KCKT

7 52 77

Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

5 41 83

PERBANDINGAN PROFIL KROMATOGRAM MINYAK ATSIRI JINTEN HITAM (Nigella Sativa L.) YANG BERASAL Perbandingan Profil Kromatogram Minyak Atsiri Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Yang Berasal Dari Habasyah, India, Dan Indonesia Dengan Menggunakan Metode Kromat

0 1 14

FORMULASI SEDIAAN EMULSI TIPE M/A MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) DENGAN EMULGATOR KOMBINASI SPAN 80 DAN TWEEN 80.

2 5 1