Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berpuasa pada bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun Agama, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Al- Baqarah ayat :183 yang berbunyi :                Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, Q.S. Al-Baqarah : 183 Pada ayat diatas, sudah sangat jelas bahwa setiap Muslim wajib melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, dan orang yang mengingkarinya berarti telah keluar dari Islam, karena ia seperti shalat, yaitu ditetapkan dengan keharusan. Dan ketetapan itu diketahui, baik oleh yang bodoh maupun orang yang alim, dewasa maupun anak-anak. Puasa mulai diwajibkan pada bulan Sya’ban, tahun ke-2 Hijriyah. Puasa merupakan fardlu ‘ain bagi setiap mukallaf, dan tidak seorangpun diperbolehkan berbuka, kecuali mempunyai sebab-sebab tertentu. 1 1 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab. Penerjemah Masykur A.B., dkk, Jakarta: Lentera, 2008, h.157 Dalam pembahasan ini, penulis tidak akan membahas tentang kewajiban berpuasanya, akan tetapi akan membahas perbedaan penentuan awal bulan mulai diwajibkannya berpuasa. Perbedaan pendapat dalam Islam merupakan suatu Rahmat dari Allah SWT sehingga manusia senantiasa harus menghargai antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lain. Sehingga dalam perbedaan pendapat itu terdapat suatu keindahan yang tidak terdapat dalam Agama lain. Dan dengan perbedaan pendapat itu pula ilmu pengetahuan akan lebih cepat berkembang. Sikap toleransi yang dimiliki oleh umat Islam membuat setiap perbedaan yang terjadi tidak sampai menimbulkan keributan dan pertumpahan darah. Dalam penentuan awal bulan Ramadhan, diperlukan sebuah kajian ilmu yang dinamakan dengan Ilmu Falak. Ilmu falak secara terminology adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain. 2 Ilmu falak ada dua macam, yang pertama dikaitkan dengan ramalan tentang kejadian atau keadaan yang belum terjadi. Pengetahuan ini disebut dengan astrologi atau ilmu nujum. Yang kedua tidak dikaitkan dengan 2 Maskufa, Ilmu Falak Jakarta: Gaung Persada, 2009, h. 1. ramalan, tetapi sekedar untuk mengetahui dan mempelajari letak, gerak, ukuran, lingkaran benda-benda langit dengan didasarkan ilmiah, Dengan pengetahuan itu kita dapat menentukan hitungan tahun, bulan dan juga gerhana. 3 Dalam pembahasan ilmu falak, terdapat dua metode penentuan awal bulan Hijriyah, yaitu melalui cara hisab dan rukyat. Hisab sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Hisab Hakiki dan Hisab ‘Urf. 4 Hal ini menjadi suatu perbedaan yang sering kali menuai kontroversi dikalangan umat islam, khususnya di Indonesia. Perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan sejak dulu sudah menjadi tradisi di kalangan beberapa Ormas yang berbasis keislaman di Indonesia. Bukan hanya penentuan awal Bulan Ramadhan, tetapi juga penentuan awal bulan Syawal. Dalam hal ini, penulis hanya akan memaparkan analisis penentuan awal bulan Ramadhan oleh Syaikh Burhanuddin dan para pengikutnya di daerah Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat, yang disebut dengan Tarekat Syatariyah. 5 Walaupun sebetulnya hal tersebut telah terjadi berabad-abad lamanya, tetapi rasa-rasanya sangat mengetuk hati dan fikiran. Apakah pada zaman sekarang ini dimana IPTEK sudah sedemikian 3 Ibid., h. 2. 4 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: PT. Amythas Publicita, 2007, h.205. 5 Diakses pada tanggal 30 Desember 2010 dari www.muchrojimahmad.blogspot.com Rabu, 03 September 2008. majunya, umat Islam masih kesulitan menentukan tanggal satu bulan Qamariyah. Letak perbedaan yang terjadi pada para pengikut Syaikh Burhanuddin dengan penentuan awal bulan Ramadhan pada umumnya, bukan hanya pada tataran metode dan analisis penentuannya saja. Sehingga dapat mempengaruhi perbedaan dalam menentukan jatuhnya tanggal satu bulan Ramadhan. Para pengikut Syaikh Burhanuddin sendiri dalam menetapkan awal bulan Ramadhan lebih cenderung menggunakan metode Hisab dan Rukyat yang dilakukan sejumlah Qadi, dan mereka telah melihat bulan terbit barulah mereka mulai mengumumkan kepada para pengikut Thariqat Syathariyyah dengan cara memukul beduk di berbagai Masjid dan Mushalla sehigga dapat dikatakan pengidentifikasian ini tidak lazim bagi masyarakat umum 6 , walaupun pada dasarnya mereka lebih berpegang kepada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. yang berbunyi : لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻞﺻ ﻲﺒﻨﻟا نأ ةﺮﯾﺮھ ﻰﺑأ ﻦﻋ : اوﺮﻄﻓأو ﮫﺘﯾؤﺮﻟ ﻮﻣﻮﺻ ﻦﯿﺛﻼﺛ نﺎﺒﻌﺷ ةﺪﻋاﻮﻠﻤﻛﺎﻓ ﻢﻜﯿﻠﻋ ﻲﺒﻏ نﺎﻓ ﮫﺘﯾؤﺮﻟ . ﻢﻠﺴﻣ و يرﺎﺨﺑ هاور 7 Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. Bersabda: “puasalah kalian bila melihatnya hilal dan berbukalah kalian bila melihatnya. Bilamana terhalang dari penglihatan kalian, maka sempurnakanlah 6 Ibid. 7 Imam Ibn al-Husain Muslim bin al-Hajaj Ibn Muslim al-Qusairi al-Nisaburi, al-Jami’u al- Shahih al-Musamma Shahih Muslim Juz II, Semarang, Toha Putera , t.th, h 122. hitungan bulan Sya’ban tiga puluh hari. H.R. Bukhary-Muslim Adapun kelemahan dari metode penentuan awal bulan Ramadhan dengan menggunakan Rukyat bil Fi’li adalah ketika cuaca tidak mendukung, seperti tertutupi oleh awan, atau mungkin dalam keadaan mendung. Dan Rukyat bil Fi’li dalam pandangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi banyak terdapat kelemahan, karena kurang memenuhi syarat yang dapat mendukung kevalidan dalam menentukan awal bulan Hijriyah, terutama dalam penentuan awal bulan Ramadhan. Adapun kelebihannya, pada jaman sekarang ini metode Rukyat dapat menggunakan ilmu pengetahuan yaitu dengan menggunakan alat teropong bulan . 8 Sedangkan kelemahan melalui metode Hisab ‘Urf adalah umur bulan ditentukan secara tradisional dan tidak diketahui alasannya. Bulan gasal ditentukan berumur 30 hari, kecuali bulan Dzulhijjah yang dapat berumur 29 hari dalam tahun Basithah, dan 30 hari dalam tahun Kabisat. Sedangkan dalam Hisab Hakiki, perhitungan lebih terjaga akurasinya, dan dapat dikategorikan lebih valid dibandingkan apabila menggunakan Metode Hisab ‘Urf. Hisab ini sangat prakis, namun perhitungan ini sama sekali tidak melakukan perhitungan astronomis untuk menggambarkan posisi hilal pada 8 BJ Habibie, Rukyat denganTeknologi Jakarta: Gema Insani Press, 1994, h.59. setiap awal bulannya. 9 Sehingga sulit untuk menentukan awal bulan Hijriyah jika hanya dengan mengandalkan metode Hisab saja. Dengan alasan tersebut diatas maka penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian kepada para pengikut Syaikh Burhanuddin yang mana mereka lebih cenderung mengikuti para Qadi mereka daripada mengikuti keputusan menteri agama di Indonesia dalam penentuan awal bulan Ramadhan. Penulis berusaha mencari sebab terjadinya perbedaan metode yang dipergunakan antara pemerintah dengan para pengikut Syeikh Burhanuddin. Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul: PENENTUAN AWAL BULAN RAMADHAN MENURUT SYAIKH BURHANUDDINPadang Pariaman, Sumatera Barat

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah