Pemikiran Fiqh Pemikiran-pemikiran Syaikh Burhanuddin

53 Asy’ari muncul karena ketidak puasan terhadap ajaran Wasil Bin Atha’ yaitu mu’tazilah. Jadi Asy’ari dulunya beliau seorang yang menganut paham mu’tazilah dan kemudian ia memisahkan diri dari paham mu’tazilah. bahwa faktor penyebab keluarnya al-Asy’ari dari al-Jubai adalah karena kondisi al- Asy’ari sendiri yang sudah lama ragu dengan tesis-tesis yang dikembangkan mu’tazilah karena diselimuti ragu itu, maka al-Asy’ari pergi mengasingkan diri dari paham mu’tazilah. 16 Maka pemikiran keagamaan tuanku dalam bidang aqidah menganut paham ahlusunnah waljamaah, yang dahulunya paham ini dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asyarii. Tuanku menganut paham ahlusunnah yang mereka yakini benar. Maka paham ini masuk dalam dunia terekat yaitu ajaran sifat dua puluh. Dan tuanku memberikan pandangan terhadap aliran kalam lain seperti mutazilah, jabariah dan qadariah dianggap paham yang telah sesat. Menurut penulis bahwa dengan pemahaman keagamaan tuanku yang hanya membenar satu aliran saja, akan mengakibatkan sulitnya masyarakat Ulakan Pariaman menerima pembaruan dalam Islam.

2. Pemikiran Fiqh

Bagaimana pemikiran tuanku di Ulakan Pariaman, Pemikiran tuanku dalam fiqh berdasarkan mazhab Syafi’i sesuai dengan penjelasan Tuanku Kadi; 16 Alkhedra, Pemikiran Kalam, Bandung : Alfabeta, 2003, h.57. 54 ”Bahwa dalam Tarekat Syathariyah mazhab yang dipakai adalah mazhab Syafi’i, bukan banyak mazhab yang seperti pemahaman keagamaan lain yang memakai banyak mazhab atau yang memilih mazhab sesuka hati“. 17 . Jadi jelas bahwa Tarekat Syathariyah yang dikembangkan tuanku hanya memakai Mazhab Syafi’i dalam hukum fiqhnya. Kitab fiqh yang dipakai kaum Tarekat Syathariyah yaitu kitab atau surat perukunan yang bertulisan Arab Melayu yang isinya tatacara ibadah do’a dan zikir menurut mazhab Syafi’i. Ada empat mazhab yang dikenal sekarang yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i sedangkan mazhab yang satu lagi ialah mazhab Hambali yang didirikan oleh Ahmad Ibn Hambal. Dalam pemikiran hukum masing-masing mereka terdapat perbedaan, yaitu Hanifah dalam pemikiran hukumnya bahwa dalam pemakaian sunnah sebagai sumber ia bersikap hati-hati betul, ia hanya memakai sunnah yang betul-betul diyakininya sunnah yang orisinal dan bukan sunnah buatan. Oleh karena itu mazhabnya dikenal sebagai mazhab ahl al-ra’y. Ia pernah mengatakan: pertama-pertama saya cari dalam Sunnah Nabi dan kalau tidak ada juga saya pelajari fatwa-fatwa para sahabat dan saya pilih mana yang saya rasa terkuat kalau orang mengadakan ijtihad saya mengadakan ijtihad pula”. Tetapi Abu Hanifah tidak bersikap fanatik terhadap pendapatnya. Ia selalu mengatakan: “inilah pendapat saya dan kalau ada orang lain membawa pendapat yang lebih kuat, maka pendapatnya itulah yang lebih 17 Tuanku Kadi, wawancara langsung, 29 Desember 2010 di Ulakan Pariaman. 55 benar”. 18 Dalam pemikiran hukum Malik banyak berpegang pada Sunnah, ia berpegang pada tradisi yang berlaku di masyarakat Madinah, karena ia berpendapat bahwa tradisi ini berasal dari sahabat, dan tradisi sahabat lebih kuat untuk dipakai sumber hukum. Kalau ia tidak dapat memeroleh dasar hukum dalam al-Qur’an dan sunnah, ia memakai qias dan al-masalih al-mursalah, yaitu maslahat umum. 19 Dalam pemikiran hukumnya Al-Syafi’i berpegang pada lima, sumber, al- Qur’an, Sunnah Nabi, ijma’ atau konsensus, pendapat sebagian sahabat yang tidak diketahui adanya perselisihan mereka didalamnya, pendapat yang dalamnya terdapat perselisihan dan qias atau analogi. Berlainan dengan Abu Hanifah, Al- Syafi’I banyak memakai sunnah sebagai sumber hukum, bahkan membuat sunnah dekat sederajat dengan al-Qur’an. Istihsan yang dibawa Abu Hanifah dan al- masalih al-mursalha yang ditimbulkan Malik, ditolak oleh Al-Syafi’i sebagai sumber hukum. 20 Dalam pada itu, Al-Syafi’i, ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam Islam, sebagai terkandung dalam buku Al-Risalah. Dalam pemikiran hukumnya, Ahmad Ibn Hambal memakai lima sumber, al-Quran, sunnah, pendapat sahabat yang diketahui tidak mendapat tantangan dari 18 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, Jakarta: UI Press, 2008, h.7. 19 Ibid, h. 10. 20 Ibid, h. 11. 56 sahabat lain, pendapat seorang atau beberapa sahabat, dengan syarat sesuai dengan al-Quran serta sunnah, hadis mursal, dan qias, tetapi hanya dalam keadaan terpaksa. 21 Di Indonesia pada umumnya hanya dikenal mazhab Syafi’i, begitu juga yang terdapat pada keagaman masyarakat Ulakan Pariaman yang dikembangkan Tuanku hanya bermazhabkan Syafi’i tetapi di dunia Islam lain mazbab-mazhab lain juga dikenal serta dianut, dan keempat mazhab itu hidup berdampingan secara damai. Disana telah terdapat toleransi bermazhab. 22

3. Pemikiran Tasawuf