Latar Belakang Penelitian P E N D A H U L U A N

atas penyerahan atau atas impor barang-barang berwujud yang tergolong mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang- Undang No. 18 Tahun 2000 yang antara lain menegaskan bahwa atas konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai upaya nyata untuk mencapai keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi. Diharapkan dengan pengenaan pajak tambahan berupa PPnBM terhadap konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah, maka dampak regresif ini dapat ditekan. Dengan kata lain asas keadilanlah yang melatar belakangi adanya pungutan lain selain PPN untuk konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Suatu sistem pemungutan pajak akan mendekati asas keadilan apabila beban pajak yang dipikulkan oleh wajib pajak sepadan dengan kemampuannya. Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai dan dipungut satu kali pada sumbernya yaitu pada tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor. Yuniarwati, 2000. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan berdasarkan sistem faktur sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan jasa yang terutang pajak. 4 Namun sekarang yang menjadi masalah adalah pengertian dari barang mewah itu sendiri. Hal itu bisa dikatakan demikian, karena telah terjadi pergesaran dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, sepuluh tahun yang lalu, ponsel atau telepon genggam merupakan barang mewah. Dahulu, ponsel sangat terbatas bagi orang yang memilikinya, selain harganya yang mahal tetapi juga belum banyak ditemui penjual-penjual ponsel. Hal itu berbanding terbalik bila kita melihat keadaan sekarang, banyaknya orang dari segala lapisan masyarakat yang sudah menggunakan ponsel, bukan hanya sekedar gaya hidup melainkan juga sudah menjadi suatu kebutuhan. Perpajakan yang didalamnya terdapat unsur PPN dan PPnBM merupakan juga bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah secara berlebihan pada umumnya dilakukan kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi merupakan kegiatan yang kontraproduktif. Oleh karena itu, kegiatan konsumsi seperti ini perlu dikurangi. Salah satu sarana yang dapat ditempuh adalah diberikannya beban pajak tambahan terhadap kegiatan mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Motif diatas itulah maka dengan kata lain, pemerintah dengan kebijakan fiskalnya yang termaterialkan dalam PPnBM, berusaha untuk mempengaruhi perilaku konsumen khususnya pola konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. 5 Tetapi PPN berbeda dengan PPnBM. Bahkan bisa dikatakan bahwa PPnBM merupakan pajak yang kurang populer di masyarakat umum. Hal itu bisa disebabkan karena karakter dari PPnBM itu sendiri yaitu; merupakan pungutan tambahan disamping PPN dan hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor dan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak PKP pabrikan. Yang selanjutnya tidak ada mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan. PPnBM oleh distributor akan dimasukkan ke harga pokok barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut. Maka tidak heran ada beberapa konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut tidak mengetahui tentang PPnBM. Karena dari pihak Direktorat Jendral Pajak hanya mensosialisasikan PPnBM ke importir dan PKP pabrikan. Salah satu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM antara lain TV di atas 21’, air conditioner AC, radio cassette, mesin cuci, alat perekam atau reproduksi gambar, alat fotografi dan lain – lain. Bahkan bisa dikatakan sebagian besar kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor adalah barang elektronika. Di masyarakat sendiri barang elektronika merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu dari barang mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan masyarakat. Bahkan pada tanggal 30 Januari 2003 dengan keluarnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06PJ.512003 sebanyak 20 item barang elektronika dikeluarkan dari kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang 6 berarti tidak dikenakan lagi PPnBM serta 9 item barang elektronika yang mengalami penurunan tarif PPnBM. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa barang elektronika mempunyai pengenaan pajak yang berbeda. Untuk barang elektronika yang tergolong mewah tetap dikenakan PPnBM, sedangkan untuk barang elekronika yang bukan termasuk atau tidak lagi menjadi barang mewah akan dikenakan PPN. Barang elektronika meskipun hanya merupakan barang sekunder, akan tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan adanya pengenaan pajak terhadap barang elektronika, masyarakat sebagai konsumen harus lebih teliti dalam mengelola keuangan antara pendapatan dan pengeluaran yang berpengaruh terhadap daya beli atas barang elektronika sebagai barang kena pajak. Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti merasa bahwa penelitian ini penting karena daya beli adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu barang dimana dalam hal ini barang yang dikenakan pajak. Penelitian ini juga merupakan pengembangan dari peneliti sebelumnya Aida Noerma Nurliesma 2008 yang mengamati pengaruh PPN terhadap daya beli konsumen. Kemudian peneliti menambahkan variabel independen yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM, karena PPnBM merupakan pajak yang mempunyai keterkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai PPN yaitu PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya PPN. 7 Dengan demikian, penulis akan merumuskannya dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Tangerang Selatan.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pengenaan PPN atas barang elektronika mempunyai pengaruh secara parsial terhadap daya beli konsumen? 2. Apakah pengenaan PPnBM atas barang elektronika mempunyai pengaruh secara parsial terhadap daya beli konsumen? 3. Apakah pengenaan PPN dan PPnBM berpengaruh secara simultan terhadap daya beli konsumen atas barang elektronika?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut: a. Menganalisis pengaruh pengenaan PPN secara parsial atas barang elektonika terhadap daya beli konsumen. b. Menganalisis pengaruh pengenaan PPnBM secara parsial atas barang elektronika terhadap daya beli konsumen. 8 9 c. Menganalisis pengaruh pengenaan PPN dan PPnBM secara simultan atas barang elektronika terhadap daya beli konsumen. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya: a. Untuk memahami pengaruh antara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika. b. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan dan mendalami kembali masalah ini. c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para pihak-pihak yang berkepentingan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Definisi Pajak Pada dasarnya, pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada pemerintah. Namun, karena pajak selalu mengikuti perkembangan zaman, maka banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai pajak. Hal ini disebabkan karena pengertian pajak itu sendiri dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari segi penghasilan, segi daya beli, dan segi ekonomi. Definisi pajak menurut para ahli: Definisi pajak menurut Undang-Undang KUP No. 28 Tahun 2007 menyatakan: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Menurut Adriani yang diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” 1991: 2: ”Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.” 10 Pengertian pajak menurut Smeets dalam buku ”De Economische Betekenis belastingen” terjemahan: ”Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.” Adapun pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dari disertasinya yang berjudul ”Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong”, menyatakan bahwa: ”Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.” Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: a. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang bukan barang. b. Dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya memaksa. c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. 11

Dokumen yang terkait

Prosedur pembayaran Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Di KPP Pratama Medan Kota

1 83 72

Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Glodok Jakarta Kota)

10 103 127

Pengaruh penerapan PMK NO-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika: studi empiris konsumen barang elektronika di Wilayah DKI Jakarta

3 13 134

Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Terhadap Daya Beli Konsumen (Studi Kasus di KPP Pratama Cirebon)

17 77 46

Persepsi Masyarakat Terhadap Kebijakan Penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) (Studi Kasus Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten)

1 48 491

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Jalan ABC Kota Bandung).

1 10 35

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen Alat Fotografi (Studi Empiris pada Perhimpunan Amatir Foto di Kota Bandung).

1 7 18

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 26

DAMPAK PENGHAPUSAN PAJAK PERTAMBAHAN NIL

0 1 15

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 49