Pajak Pertambahan Nilai PPN

Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau jasa dikonsumsi diluar wilayah Indonesia. h. PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi consumption type VAT Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi consumption type VAT artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak. i. Netralitas PPN Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik maupun internasional. PPN tidak menghendaki dirinya mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah pajak atas konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya barang tetapi juga jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi barang dan konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN. 3. Prinsip Pemungutan PPN Menurut Mulyo Agung 2009 terdapat dua prinsip pemungutan PPN, yaitu Prinsip Tempat Tujuan Destination dan Prinsip Tempat Asal Origin Principle dan akan dijelaskan sebagai berikut: 18 a. Prinsip Tempat Tujuan Destination Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa sampai di tempat tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa tersebut dikenakan PPN. b. Prinsip Tempat Asal Origin Principle Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Jadi, PPN dipungut bukan pada tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi, melainkan tempat barang atau jasa tersebut berasal. 4. Subyek PPN Subyek PPN menurut Mardiasmo 2009 berdasarkan Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000, yaitu: a. Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, yang meliputi: 1. Pabrikan Produsen 2. Importir dan Investor 3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir 4. Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importir 5. Pemegang hak paten dan merk dagang b. Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak PKP, dapat berbentuk: 19 1. Eksportir 2. Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya merupakan jalur produksi. 5. Obyek PPN Objek PPN dapat dikelompokkan ke dalam 2 dua macam, yaitu: a. Barang Kena Pajak BKP; b. Jasa Kena Pajak JKP. Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN. PPN dikenakan atas: a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah: 1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP; 2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud; 20 3. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; 4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya; b. Impor BKP; c. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah: 1. Jasa yang diserahkan merupakan JKP; 2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; 3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya. d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak; g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain; h. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. 6. Mekanisme Pengenaan PPN Pengenaan PPN atas nilai tambah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan Pengusaha Kena Pajak. Nilai tambah ini adalah selisih harga jual dan harga pokok barang tersebut. Menurut Mulyo Agung 2009, 21 besarnya pajak yang terutang atas nilai tambah dapat dihitung dengan menggunakan tiga 3 metode, yaitu Addition Method, Substraction Method, dan Credit Method, yang akan dijelaskan sebagai berikut: a. Addition Method Pada metode ini besarnya PPN dihitung dari tarif dikalikan seluruh penjumlahan nilai tambah, dengan syarat setiap Pengusaha Kena Pajak harus mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang dikeluarkan. b. Substraction Method Pada metode ini, PPN yang terutang dihitung dari tarif dikalikan selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian. c. Credit Method Metode ini hampir sama dengan substraction method. Pada credit method ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan. Pada metode kredit hasilnya lebih akurat karena dimungkinkan pada komponen harga beli terdapat komponen yang tidak terutang PPN. Dalam hal metode pengkreditan menggunakan substraction method yang menghasilkan pajak atas nilai tambah secara tidak langsung, disebut indirect substraction method. Demikian pula penyebutan invoice method sebagai akibat dituntut alat bukti berupa faktur pajak Tax Invoice. 22 7. Tarif PPN Adapun Pajak Pertambahan Nilai menganut tarif tunggal yaitu 10. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif PPN dapat diubah menjadi serendah- rendahnya 5 dan setinggi-tingginya 15. Sedangkan tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0. Pengenaan tarif 0, ini bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan. Namun, saat ini yang berlaku adalah PPN dengan tarif 10 untuk seluruh barang atau jasa yang dikenakan pajak. jadi, PPN ini mengandung unsur objektif artinya dalam pengenaan pajaknya tidak memperhatikan keadaan diri wajib pajak atau semua wajib pajak dikenakan pajak yang sama. Untuk menentukan besarnya PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak 10 dengan Dasar Pengenaan Pajak DPP.

C. Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM

1. Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah Menurut Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009, pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak BKP yang tergolong sebagai barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang 23 Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Dengan demikian, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut, tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM yang dipungut atau PPnBM ini hanya dipungut satu kali saja. 2. Karakteristik PPnBM Yang menjadi karakteristik PPnBM adalah sebagai berikut: a. PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP mewah selain PPN. b. PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan. c. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya. d. Dalam hal BKP mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali restitusi. 3. Obyek PPnBM Yang menjadi obyek PPnBM adalah: a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dlakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. 24 4. Mekanisme PPnBM Mekanisme PPnBM sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 dalam Undang-Undang PPN, yang secara garis besar yaitu: a. Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut disamping dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM. b. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pda waktu meyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrikan. c. PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadap PPnBM. d. Tarif PPnBM yang berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10 sampai dengan 35 dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya 50 dan dengan Undang- Undang No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggi-tingginya 75. e. Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut. 5. Tarif PPnBM Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM, dengan peraturan pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif paling rendah sebesar 10 dan tarif paling tinggi sebesar 75. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah 10, 20, 30, 40, 50, dan 75. 25 Tarif PPnBM dikelompokkan menjadi: 1. Kelompok selain kendaraan bermotor 2. Kelompok berupa kendaraan bermotor Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 Tanggal 22 Desember 2000 telah diatur kelompok barang kena pajak tergolong mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaran bermotor ditindaklanjuti dengan Kepmen Nomor 569KMK 042000 yaitu: 1. Tarif 10; a. Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkandiragi, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya tidak, diberi aroma atau tidak, diberi rasa atau tidak, mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian, kokoa, atau tidak. Yoghurt, kephir, whey, keju, mentega atau lemak atau minyak yan diperoleh dari susu, yang dibotolkantidak. b. Kelompok air buah, dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya atau maupun tidak mengandung aroma mapun tidak, yang dibotolkan dikemas. c. Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula, atau pemanis lainnya atau tidak, mengandung aroma atau tidak, yang dibotolkandikemas, serta air soda yang dibotlkandikemas. 26

Dokumen yang terkait

Prosedur pembayaran Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Di KPP Pratama Medan Kota

1 83 72

Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Glodok Jakarta Kota)

10 103 127

Pengaruh penerapan PMK NO-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika: studi empiris konsumen barang elektronika di Wilayah DKI Jakarta

3 13 134

Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Terhadap Daya Beli Konsumen (Studi Kasus di KPP Pratama Cirebon)

17 77 46

Persepsi Masyarakat Terhadap Kebijakan Penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) (Studi Kasus Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten)

1 48 491

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Jalan ABC Kota Bandung).

1 10 35

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen Alat Fotografi (Studi Empiris pada Perhimpunan Amatir Foto di Kota Bandung).

1 7 18

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 26

DAMPAK PENGHAPUSAN PAJAK PERTAMBAHAN NIL

0 1 15

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 49