Seppuku di Jaman Kuno

Sementara Inazo Nitobe menyebutkan bahwa seppuku adalah sebuah institusi bunuh diri yang legal yang dilakukan ksatria Jepang untuk menebus dosanya, meminta maaf atas kesalahannya, menghindarkan aib, menyelamatkan klan-nya dari aib juga untuk membuktikan keikhlasan dan ketulusannya. Jack Seward bahkan menyebutkan seppuku sebagai kunci dari bushido, kode etik samurai Jepang. 34 Dari beberapa pengertian diatas dapat disebutkan bahwa seppuku adalah suatu tindakan bunuh diri yang dilakukan kaum samurai Jepang dengan cara merobek perut dengan tujuan untuk menunjukkan kesetiaan dan keberaniannya.

B. Catatan Sejarah Seppuku

Sebelum menguraikan sejarah seppuku lebih lanjut, perlu dilakukan pembabakan sejarah guna memperjelas evolusi seppuku. Adapun pembabakan sejarah disini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama, jaman kuno atau Fudoki. Kedua, Era Pertengahan. Ketiga, Era Perang Saudara. Keempat, Era Edo atau Era Tokugawa. Kelima, Era Pasca Edo atau Restorasi Meiji-sekarang.

1. Seppuku di Jaman Kuno

Dalam sejarah Jepang, catatan seppuku awal dapat kita jumpai pada Harima no Kuni Fudoki . 35 Diceritakan bahwa pada masa ini seppuku tidak seperti seppuku yang dikenal sekarang. Seppuku dilakukan pada perut rusa 34 Lihat Inazo Nitobe, Bushido : The Soul of Japan, Boston : Tuttle Publishing, 2001, p. 116.; Jack Seward, Hara-Kiri : Jappanese Ritual Suicide, Tokyo : The Charles E. Tuttle Company, 1968, p. 5.; Tokuji Chiba, Seppuku no Hanashi, Tokyo : Kodansha, 1972, p. 62. 35 Fudoki adalah catatan kuno mengenai budaya dan situasi geografi sebuah daerah di Jepang. Biasanya berisi informasi tentang nama, agrikultur, keadaan geografi, sejarah dan mitologi dalam cerita-cerita rakyat. Kodifikasi fudoki dilakukan tahun  713-733. Nama-nama daerah yang tercatat kini sudah banyak yang mengalami perubahan. Dari 48 daerah yang dicatat hanya catatan daerah Izumo yang paling lengkap. Daerah lain seperti Hizen, Bungo, Harima dan Hitachi juga cukup lengkap. Lihat ”Fudoki”, http:en.wikipedia.orgwikiFudoki akses tanggal 9 Maret 2008. dengan tujuan sebagai bentuk pengorbanan untuk mendatangkan kesuburan. Dalam hal ini kita perlu mengingat kebudayaan masyarakat Jepang yang agraris. Para petani menggantungkan hidupnya dari kegiatan bercocok tanam sehingga kesuburan tanah merupakan sesuatu yang penting dalam kebudayaannya. Petani Jepang saat itu meyakini jika darah yang mengalir dari perut rusa dan membasahi tanah mereka akan berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah pertanian yang pada akhirnya juga berpengaruh pada penghasilan mereka sebagai petani. Hingga saat ini kebiasaan ini masih dilakukan dibeberapa wilayah Jepang dengan mengganti rusa dengan boneka rusa. Kisah lain yang terdapat di Harima no Kuni Fudoki adalah kisah mengenai Dewi Omi, istri dari Dewa Hanagami. Dikisahkan Dewi Omi membelah perutnya di rawa Harasaki karena sakit hati kepada suaminya yang meninggalkan dirinya. Kepergian suaminya menyebabkan sang dewi tidak dapat mengandung yang artinya juga tidak subur dan tidak dapat menghasilkan. Masyarakat agraris saat itu menghubungkan peristiwa kehamilan seorang wanita dengan kesuburan. Kelahiran berarti munculnya tunas baru dan peristiwa ini dikaitkan dengan kesuburan dan hasil panen dikemudian hari. Dari kisah diatas dapat diketahui bahwa motivasi dilakukannya seppuku , atau lebih tepatnya hara-kiri karena dilakukan pada binatang, adalah suatu bentuk pengharapan agar panen yang akan datang lebih baik. Pada masa ini hara-kiri dilakukan sebatas pengorbanan kepada dewa.

2. Seppuku di Era Pertengahan