2. 2. Katana Nilai-Nilai Agama Pada Upacara

dicapai melalui meditasi dan memusatkan pikiran serta tidak mengindahkan rangsangan-rangsangan yang diterima organ indera. Dengan begitu energi spiritual seseorang yang bermeditasi tidak akan habis selama hidupnya. Dalam melakukan meditasi seseorang memfokuskan energinya pada perut. Karena itulah „orang suci‟ peduli pada perutnya berusaha sungguh-sungguh untuk mengembangkan pusat eksistensinyakesadaran dan tidak peduli pada matanya tidak mengikuti rangsangan yang diterima inderanya. 87 Dari perspektif Tao ini, pemotongan perut pada seppuku menjadi bermakna penghabisan diri yang bukan hanya bersifat fisik dan mental, tapi juga penghabisan kesadaran tertinggi dari seorang manusia.

B. 2. 2. Katana

Katana 88 baca : kah-tah-nah dalam upacara seppuku digunakan kaishakunin untuk memenggal kepala pelaku seppuku. Sementara pelaku seppuku sendiri biasanya merobek perutnya dengan sebilah wakizashi pedang pendek atau tanto pisau. Katana sebenarnya memiliki makna tersendiri dalam kebudayaan Jepang. Hal ini dapat dilihat dari mitologi bangsa Jepang sendiri. Dalam Kojiki 89 disebutkan Izanagi-no-mikoto dan Izanami-no-mikoto turun dari 87 Toshihiko Izutsu, A Comparative Study of the Key Philosophical Conceps in Sufism, vol. 20. Tokyo : Keio Institute of Cultural and Linguistic Studies, 1967, p. 55-58. Dikutip dari Winston L. King, Zen and the Way of the Sword, New York : Oxford Univ. Press, 1993, p. 11- 12. 88 Katana adalah pedang panjang yang biasa digunakan di lingkungan samurai. 89 Kojiki 古事記 adalah buku sejarah Jepang tertua yang ditulis sekitar abad ke 8. Buku ini berisi berbagai catatan peristiwa dan mitologi seperti penciptaan langit dan bumi, kelahiran dan kehidupan kami-kami hingga cerita para kaisar dari Kaisar pertama hingga Kaisar ke 33. Karena surga dan menciptakan delapan pulau besar yang kemudian dikenal sebagai Jepang, termasuk kami-kami 90 di dalamnya. Tiga kami yang paling mulia adalah Ama-terasu- ō-mikami dewi matahari, Susa-no-o-no-mikoto dewa buni dan Tsumi-yomi-no-mikoto dewi bulan, penguasa kegelapan. Dua yang disebut terakhir ternyata memiliki kelakuan yang buruk sehingga menyebabkan Ama-terasu- ō-mikami marah hingga mengurung dirinya dalam gua dan mengakibatkan kegelapan menyelimuti dunia. Ama- terasu- ō-mikami akhirnya keluar dari gua persembunyiannya setelah Sasa- no-o-mikoto membujuknya keluar dengan menggelar hiburan berupa musik dan tarian di depan gua. Sejak itu dunia kembali menjadi terang. Sasa-no-o-mikoto pun menjadikan keturunan Ama-terasu- ō- mikami, Okuni-nushi-no-kami sebagai penguasa Jepang. Kemudian cucu dari Ama-terasu- ō-mikami, Ninigi-no-mikoto diperintahkan untuk memimpin Jepang menggantikan Okuni-nushi-no-kami. Sebagai simbol dari otoritas yang diberikan, Ninigi-no-mikoto menerima tiga warisan penting yaitu : cermin, pedang dan perhiasan. Keturunan dari Ninigi-no- mikoto inilah yang kemudian menjadi kaisar pertama Jepang, Kamuyamato Iwarebiko atau lebih dikenal dengan sebutan Jimmu Tenno. berisi mitologi kuno Jepang, buku ini bersama buku lainnya, Nihonshoki, sering disebut sebagai kitab suci agama Shinto. 90 Kami adalah istilah asli jepang yang digunakan untuk menyebut “sebuah kekuatan” yang ada dibalik segala sesuatu seperti angin, petir, gunung, pohon, sungai, kesuburan tanah, binatang dan sebagainya. Juga biasa diartikan sebagai „Tuhan‟ atau „Dewa‟. Digambarkan dengan kanji 神 yang dibaca kami jika berdiri sendiri namun dapat berubah menjadi shin atau jin jika dikombinasikan dengan kata yang lain semisal Shinto jalan kami atau jinja tempat tinggal kami. Sokyo Ono, Shinto : The Kami Way, p. 6. Ketiga warisan tersebut dapat dijumpai pada kuil-kuil shinto dan menjadi salah satu alat pemujaan. Fungsi cermin yang memantulkan objek yang ada didepannya secara apa adanya dianggap menyimbolkan kejujuran dan keteguhan hati dari Ama-terasu- ō-mikami ketika ia memilih untuk bersembunyi dalam gua. Pedang menyimbolkan kekuatan kami dalam menegakkan keadilan dan kedamaian. Pedang bersama tameng, yang juga lazim ditemui di dalam kuil shinto, juga dianggap menyimbolkan kekuatan untuk menjaga kami dari kekuatan jahat. 91 Beberapa kalangan menilai bahwa cermin, perhiasan dan pedang menyimbolkan kebijaksanaan, kedermawanan dan keberanian. 92 Berdasarkan mitologi yang hidup di tengah-tengah masyarakat Jepang yang seperti itulah pedang mendapatkan tempat yang khusus dalam kepercayaan mereka. Pada pembuatannya, katana juga melalui serangkaian upacara guna membersihkannya dari kekuatan jahat yang tidak diinginkan. Seorang pandai besi akan menggunakan pakaian pendeta shinto lengkap dengan yebeshi topi kecil selama proses pembuatan katana. Selain itu diruangan 91 Basil H. Chamberlain trans, Kojiki, London : Oxford University Press, 1919, p. 164. 92 Sokyo ono, Shinto : The Kami Way, p. 25. tersebut juga dipasang shimenawa 93 dan gohei 94 yang bertujuan untuk mengusir kekuatan jahat dan mengundang kami. 95 Dalam bushido, katana dianggap sebagai alat untuk mempertahankan kebenaran dan mengalahkan kejahatan. Dalam keadaan damai, samurai menggunakan katana untuk mencegahnya dari pikiran yang tidak baik, dalam keadaan perang, katana digunakan untuk menyerang musuh dan melindungi dirinya sendiri. Penggunaan katana oleh kaishakunin pada upacara seppuku secara jelas menunjukkan pemaknaan serupa yaitu sebagai alat untuk menegakkan keadilan sekaligus menunjukkan keberanian. Kekuatan kami yang terdapat pada katana juga diharapkan menjadikan kematian melalui seppuku sebagai kematian yang terberkati dan terhindar dari kekuatan jahat.

B. 2. 3. Warna Putih