tercipta keharmonisan dan terbentuklah sebuah negara yang baik pula.
70
Ajaran kesetiaan inilah yang dipelajari dan dipraktekkan kelas samurai Jepang yang kemudian dikenal sebagai bushido.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa seppuku dipengaruhi secara langsung oleh Shinto. Sementara Buddhisme dan Konfusianisme
berperan sebagai pendukung praktek perilaku tersebut. Buddhisme berperan dalam merubah pandangan terhadap kematian yang awalnya dianggap
sebagai sesuatu yang kotor dan rendah menjadi sebuah sarana untuk menunjukkan kualitas diri yang berani dan mampu mengendalikan emosi.
Dan Konfusianisme yang mengajarkan kesetiaan berperan sebagai alasan utama dilakukannya seppuku.
Peranan ketiga agama tersebut lebih lanjut dapat kita temukan dalam upacara seppuku yang tercermin dalam konsep, ide serta aktivitas dan
instrumen-instrumen upacara yang digunakan.
B. Makna Konsep dan Aktivitas Serta Instrumen yang Mendukung
Seppuku.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya nilai-nilai agama pada upacara seppuku yang dimaksud disini adalah konsep-konsep dan pandangan
yang berbentuk ide serta aktivitas yang mendukung pelaksanaan seppuku maupun makna dari instrumen-instrumen upacara yang digunakan.
Dari pembatasan tersebut dan untuk memudahkan pembahasan maka kita dapat membagi nilai-nilai agama yang muncul menjadi dua bagian yang
70
Kelima hubungan itu adalah hubungan antara Kaisar-Menteri, Suami-Istri , Ayah- Anak, Kakak-Adik dan teman-teman.
dilihat dari waktu kemunculannya. Pertama, nilai-nilai keagamaan yang muncul sebelum upacara seppuku dilakukan. Nilai-nilai ini berupa konsep,
ide, gagasan maupun aktivitas yang mendukung pelaksanaan seppuku, selanjutnya disebut pra-seppuku. Kedua, nilai-nilai agama yang tercermin dari
pemaknaan instrumen upacara yang digunakan.
B. 1. Pra-seppuku
B. 1. 1. Bushido
Nilai yang paling penting dalam pelaksanaan seppuku adalah semangat bushido. Kesadaran pada bushido inilah yang membuat para
samurai berani untuk melakukan seppuku. Bushido sendiri secara etimologis berasal dari dua buah kanji yang berbeda yaitu
武士
Bushi dan
道
do, yang secara literal berarti militerksatria-jalan.
71
Secara terminologis bushido adalah norma keksatriaan tradisional yang tidak tertulis bagi kelas samurai. Dewasa ini bushido sering dianggap
sebagai semangat nasionalisme Jepang. Sejak awal kemunculannya bushido tidak terlepas dari pengaruh
dua agama besar yang berkembang di Jepang, Buddhisme dan Konfusianisme. Hal tersebut terjadi karena bushido lahir di kelas samurai,
kalangan yang mempelajari ajaran kedua agama besar tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dari dekatnya hubungan antara bikhu-bikhu Zen dan
sarjana-sarjana Konfusian dengan kalangan samurai.
72
71
Inazo Nitobe, The Soul of Japan, p. 4.
72
Hal yang paling jelas untuk menunjukkan hal ini adalah kedekatan Eisai pembawa zen ke Jepang dengan pemerintahan Kamakura yang dikenal sebagai pemerintahan bakufu pertama.
Sepulangnya dari Cina, Eisai tidak dapat berbuat banyak dikuil Enryakuji, kuil asalnya. Ia kemudian pergi ke Kamakura dan mendapat bantuan dari janda Minamoto Yoritomo, Shogun
Nomenklatur samurai juga banyak menunjukkan keterkaitan bushido
dengan ajaran-ajaran agama, Budō Shoshinsū, literatur yang
ditulis oleh Daidoji Yuzan, adalah salah satu diantaranya. Didalamnya dijelaskan bahwa seorang samurai ketika memiliki waktu senggang
diantara tugas kemiliterannya dan pengabdiannya kepada atasan hendaklah melakukan meditasi untuk merenungi kematian. Kebiasaan ini mendapat
pengaruh dari ajaran Zen yang menjadikan seluruh aktivitas kehidupan sebagai persiapan menghadapi kematian. Yuzan juga menganjurkan sejak
usia tujuh atau delapan tahun, seorang anak lelaki dalam keluarga samurai, dikenalkan pada tulisan-tulisan Konfusius.
73
William Scott Wilson bahkan secara tegas mengatakan bahwa empat kitab yang ditulis oleh Konfusius
sebagai pedoman dalam berprilaku dan dijadikan sebagai bacaan yang dianjurkan dalam lingkungan samurai.
74
Melalui latihan meditasi, beladiri hingga seni seorang samurai menempa dirinya untuk menjadi seorang yang baik. Kebiasaan melakukan
meditasi ini secara jelas menunjukkan pengaruh dari Buddhisme Zen terhadap bushido. Meditasi menjadi sangat penting karena berguna untuk
melatih pikiran agar tetap tenang dan siap dalam segala kondisi, kemampuan yang sangat diharapkan dari seorang samurai.
pertama. Ia kemudaian menjadi kepala dari sebuah kuil yang baru dibangun. Pengaruhnya tampak pada sebagian besar samurai yang menjadi penganut Zen sekte Rinzai yang diajarkannya.
73
Daidoji Yuzan adalah seorang samurai yang juga seorang penulis. Ia termasuk samurai pewaris sah klan Taira yang pernah menguasai Jepang. Pada masa Edo ia menjadi pembantu pada
keshogunan Tokugawa dan kemudian menjadi seorang sarjana Konfusian ortodoks. Daidoji Yuzan, a. b. A. L. Sadler, The Code of The Samurai, Tokyo : Charles E. Tuttle, 1990, p. 17-19.
74
William S. Wilson adalah Doktor di bidang bahasa dan literatur Jepang di Universitas of Washington. Penelitiannya di bidang samurai dan bushido mendapatkan penghargaan dari
Kementrian Luar Negeri Jepang. Lihat ”Bushido”, http:en.wikipedia.orgwikiBushidC58D.
Akses tanggal 9 Maret 2008.
Latihan meditasi Zen menitikberatkan pada kesederhanaan dan pengendalian diri, kewaspadaan pada setiap waktu dan kepasrahan dalam
menghadapi kematian. Dalam kehidupan samurai hal ini diperlukan karena dalam setiap pertarungan batas antara kehidupan dan kematian sangat tipis.
Meditasi Zen juga dapat dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari melalui zazen.
75
Ketenangan pikiran dan pengendalian ego adalah dua hal penting yang harus dimiliki seseorang ketika akan melakukan seppuku. Oleh sebab
itu, seorang samurai dilatih untuk siap menghadapi kematian kapan pun. Yuzan bahkan mengatakan secara tegas bahwa seorang samurai harus
senantiasa menjaga semua pikirannya setiap hari, sejak bangun pada pagi tahun baru hingga malam akhir tahun dan menyadari bahwa ia siap untuk
mati.
76
Maka tidak heran jika sebagian orang mengartikan bahwa bushido adalah jalan seorang samurai, jalan kematian.
Nitobe secara jelas menyebutkan bahwa Buddhisme Zen bersama Shinto dan Konfusianisme sebagai sumber dari bushido. Menurutnya, Zen
menyumbangkan tradisi meditasinya kepada para samurai. Buddhisme Zen yang menjadikan segala aktivitas hidup sebagai sarana latihan meditasi
misalnya, menjadikan latihan seorang samurai, termasuk seppuku, sebagai sarana latihan keberanian, disiplin dan pengendalian diri.
75
Zazen adalah meditasi dalam keadaan duduk tanpa memerlukan perlengkapan lainnya untuk mengistirahatkan pikiran dan merasakan kedamaian yang luar biasa. Kegiatan ini berguna
bagi seorang samurai untuk merasakan intuisi pribadi yang berkembang dan meningkatkan kemampuan mengontrol gerakan dalam setiap pertarungan.
76
Daidoji Yuzan, The Code of The Samurai, p. 15.
Shinto yang memiliki tradisi ancestor worship menyumbangkan patriotisme dan loyalitas yang tinggi terhadap keluarga dan masyarakat
dan Konfusianisme menyumbangkan konsep etika moral dalam menjalin hubungan dengan alam. Konsep hubungan manusia dari Konfusius yang
mengatur pola hubungan antara ayah-anak, suami-istri, kakak-adik, kaisar- menteri dan antara teman dengan teman. Buddhisme Zen yang menjadikan
segala aktivitas hidup sebagai sarana latihan meditasi misalnya, menjadikan latihan seorang samurai, termasuk seppuku, sebagai sarana
latihan keberanian, disiplin dan pengendalian diri. Setidaknya ada beberapa nilai yang ditekankan bushido dari
seorang samurai yaitu keadilan gi, keberanian yu, kebajikan jin, rasa hormat rei, kejujuran makoto, kehormatan meiyo, dan kesetiaan
chugi .
Taishen Deshiamaru berpendapat bahwa ada sedikitnya lima elemen Buddha yang terdapat pada bushido yang berperan penting dalam
membentuk pribadi seorang samurai, yaitu :
77
a. Pengendalian emosi
b. Ketulusan untuk mencapai ketenangan
c. Pengendalian diri dalam menghadapi setiap keadaan
d. Lebih dekat dengan kematian daripada hidup
e. Kemiskinan yang murni
Dalam praktek seppuku, elemen-elemen diatas jelas sangat dibutuhkan. Dengan latihan keras dan berkesinambungan melalui meditasi,
seorang samurai diharapkan memiliki kepribadian seperti diatas.
77
Taisen Deshimaru, The Zen Way To The Marial Arts, USA : E. P Duthon, 1982, p. 34.
Elemen-elemen diatas jelas dibutuhkan dalam praktek seppuku. Elemen pengendalian emosi, ketulusan dan pengendalian diri dalam
keadaan apapun mendorong seorang samurai tetap mampu melewati rangkaian tahapan upacara hingga waktu pelaksanaan seppuku dan pikiran
yang selalu dekat dengan kematian membuat seorang samurai semakin menyadari bahwa seppuku adalah takdir dan tugasnya.
B. 1. 2. Puisi kematian dan Manifesto