dan lenyap dalam banjir massa. Mereka naik ke atap dan meneriakkan yel. Mungkinkah kelak salah seorang di antaranya akan menjadi menteri? Tak
pernah jelas apakah aku akan berjumpa lagi dengan salah satu di antaranya. Siapa penulis skenario nasib?” Jakarta Suatu Ketika, ITPM:
78-79
Citra visual yang filmis mempermudah pembaca membayangkan dunia yang tengah dibangun pengarang di dalam cerpen ini.
b. Pemerkosaan Massal
Pemerkosaan adalah pemaksaan dengan kekerasan untuk melakukan persetubuhan. Pemerkosaan massal adalah pemerkosaan yang dilakukan terhadap
satu orang korban yang dilakukan secara massa beramai-ramai. Pemerkosaan massal adalah salah satu realitas sosial yang terjadi di dalam
kumpulan cerpen ITPM pada bagian “Ketika”. Banyak perempuan-perempuan keturunan Tionghoa yang menjadi korban pemerkosaan. Seperti yang dialami
Clara, tokoh dalam cerpen “Clara”. Ia diperkosa dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Di tengah-tengah kerusuhan, Clara dijegat segerombolan laki-laki,
dipaksa keluar dari mobil, digeranyangi, diremas-remas tubuhnya oleh puluhan laki-laki tak dikenal, lalu diperkosa secara bergantian.
“Aaaahhhh Tolongngng” saya menjerit. Mulut saya dibungkam dengan telapak kaki berdaki. Wajah orang yang menginjak mulut saya itu nampak
dingin sekali. Berpuluh-puluh tangan menggeranyangi dan meremas- remas tubuh saya. Lumpur yang sudah mengering.
“Diem lu cina” Rok saya sudah lolos. Celana dalam saya direnggut sampai robek…”
Clara, ITPM: 104 “Saya mau beranjak, tapi tiba-tiba selangkangan saya terasa sangat perih.
Bagai ada tombak dihujamkan di antara kedua paha saya. O, betapa pedihnya hati saya tidak bisa saya ungkapkan. Saya tidak punya kata-kata
untuk itu. Saya tidak punya bahasa. Saya hanya tahu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk urusan bisnis. Kata orang bahasa Cina sangat kaya
dalam hal menggambarkan perasaan, tapi saya tidak bisa bahasa Cina
Universitas Sumatera Utara
sama sekali dari dialek manapun, kecuali yang ada hubungannya dengan harga-harga.” Clara, ITPM: 106
Clara memang perempuan keturunan Tinghoa. Inilah realitasnya, bahwa
yang menjadi korban pemerkosaan massal pada peristiwa ini adalah perempuan- perempuan keturunan Cina. Walaupun mereka lebih merasa diri mereka sebagai
orang Indonesia, walaupun mereka lebih fasih berbahasa Indonesia dibandingkan bahasa Cina sendiri.
Realitas yang ada dalam kumpulan cerpen ini mengacu pada peristiwa pemerkosaan massal yang tejadi pada perempuan-perempuan keturunan Cina pada
saat kerusuhan Mei 1998 terjadi. Di tengah-tengah penjarahan terhadap toko-toko dan pusat-pusat perekonomian milik warga keturunan Cina, perempuan-
perempuan keturunan Cina pun banyak yang menjadi korban pemerkosaan. Tim Gabugan Pencari Fakta TGPF menyimpulkan lebih dari 90 wanita
Tionghoa diperkosa dan dilecehkan. Seorang purnawirawan, disebut-sebut bernama Bambang memberikan kesaksian tentang pemerkosaan terhadap
perempuan keturunan Tionghoa kala amuk massa terjadi pada Mei 1998. ”Bambang kalut. Massa makin menyemut. Tak lama kemudian mereka
mulai menjarah pertokoan. Jelas tampak olehnya, yang mula-mula membongkar pintu adalah kawanan berbadan kekar yang tadi
memprovokasi massa. Makin sore, aksi mereka makin menggila. Bangunan mulai dibakar. Tak tahan, Bambang dan anak buahnya berusaha
mencegah. Kalah jumlah, Bambang terpaksa mundur. Menjelang malam, para perusuh seperti kerasukan setan. Dengan mata
kepalanya sendiri, Bambang menyaksikan seorang perempuan Tionghoa di tarik ke dalam sebuah toko oleh belasan orang, dan menjerit-jerit minta
tolong. “Saya yakin, wanita Cina itu diperkosa. Saya sangat syok,” Bambang menerawang.” Mimpi Buruk Sang Opsir, Majalah Tempo: 160
Majalah Tempo juga menulis sejumlah kesaksian dari seorang dokter,
beberapa korban pemerkosaan, dan sejumlah pendamping yang membantu
Universitas Sumatera Utara
pemulihan kondisi psikis para korban Mei 1998 tersebut. Walaupun pemerintah menutup mata dan mengingkari terjadinya pemerkosaan massa tersistematis di
Mei 1998, sejumlah orang membenarkannya. ”Berbagai fakta itu membuat Ester Yusuf, pengacara yang kini menjadi
Sekretaris Tim Ad Hoc penyelidikan kasus Mei 1998, heran atas penyangkalan banyak pejabat Republik atas pemerkosaan Mei. Ester
sendiri mengaku pernah langsung mendampingi tiga korban. “Dua orang menghilang setelah Ita terbunuh seorang relawan pendamping korban
yang kematiannya sempat menggegerkan-Red. Yang seorang lagi, saya sempat bertemu tahun lalu,” katanya.
Hal senada diutarakan Ita Nadia, anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, yang juga pernah menolong belasan
korban pemerkosaan. Dia meyakini aksi bejat itu bukan semata ekses dari amuk massa, tapi merupakan bagian dari teror sistematis.” Hidup yang
Terenggut, Majalah Tempo: 169 “Saat itu saya menjadi relawan di Kalyanamitra. Saya bertemu dengan
beberapa relawan yang juga mendampingi korban. Dari berbagai pengalaman dan diskusi, kami melihat ada pola yang sama. Pada
umumnya korban adalah perempuan yang memiliki ciri-ciri fisik etnis Tionghoa: berkulit putih dan bermata sipit. Lokasinya selalu di kawasan
tempat banyak keturunan Tionghoa tinggal, misalnya Sunter, Kota, dan Pantai Indah kapuk. Pelakunya pun rata-rata lebih dari satu. Karena itu
kami yakin pemerkosaan Mei adalah upaya terorganisasi.” Lie A. Dharmawan: Ada yang Telah Melahirkan Bayinya, Majalah Tempo: 170
Menyajikan realitas tersebut dalam kumpulan cerpen ITPM ini, SGA telah
membalurinya dengan imajinasi. Pemerkosaan massa yang terjadi ditulis sebagai laporan seorang petugas kepolisian, dalam bentuk tuturan seorang juru catat
kepolisian atas laporan seorang wanita Cina yang mengaku telah diperkosa secara bergantian. Clara adalah perempuan keturunan Tionghoa korban pemerkosaan
massa tersebut. Clara menceritakan apa yang telah ia alami. Termasuk pikiran- pikiran Clara yang pada awalnya merasa tidak perlu khawatir, karena ia merasa
warga negara Indonesia. Ia juga berupaya menyelamatkan bisnis orang tuanya tanpa perlu memecat ratusan karyawan yang adalah orang Indonesia, ia merasa
Universitas Sumatera Utara
bagian dari Indonesia. Tetapi Clara menjadi korban. Apa yang salah dengan Cina? Itulah yang dipertanyakan.
c. Kerusuhan Rasial