Dekadensi Moral REALITAS DAN IMAJINASI DALAM KUMPULAN CERPEN

kepentingan penguasa otobiografi Paman Gober yang dijadikan bacaan wajib di sekolah.

b. Dekadensi Moral

Dekadensi moral atau kemerosotan moral adalah kondisi masyarakat yang tidak lagi memperhatikan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Baik norma sosial, norma adat, dan norma agama. Potret sosial yang juga ditampilkan di dalam kumpulan cerpen ITPM sebelum reformasi adalah terjadinya penurunan kualitas moral masyarakat. Masyarakat kota, yang menjadi tempat terjadinya peristiwa, yakni Jakarta mengalami dekadensi moral. Norma-norma menjadi tidak lagi penting. Perselingkuhan menjadi hal yang biasa. Bahkan perselingkuhan dengan seorang rekan bisnis, wanita bersuami menjadi sebuah prestasi bagi kehidupan modern kota. Problem sosial ini merupakan gejala abnormal, penyimpangan- penyimpangan terhadap norma-norma sosial. SGA menyebut penyimpangan tersebut sebagai “gemblung” “Jadi yang naksir aku tuan-tuan mereka?” “Iya” “Hmmhh Orasudi” “Lho, siapa yang bilang harus sudi?” “Apa mereka tidak tahu aku ini punya suami?” “Lha, itu makanya” “Makanya kenapa?” “Malah kepingin.” “O, dasar gemblung” “Orang Jakarta kan memang gemblung nyonya.” Dongeng Sebelum Tidur, ITPM: 15-16 Dalam cerpen “Taksi Blues” SGA menggambarkan ketidakpahamannya terhadap pemikiran orang-orang kota dengan sebuah pertanyaan “siapakah yang betul-betul kita kenal di kota ini? Apakah yang betul-betul bisa kita pahami di Universitas Sumatera Utara sini?” Masyarakat kota adalah masyarakat yang tidak dapat dipahami. Tidak ada yang benar-benar dapat dikenali. Kehidupan di kota besar hanyalah seperti bayang-bayang malam. Tidak terpahami, sebuah ketidakpastian. Namun setiap mereka yang tinggal di sana sudah terbiasa dengan kondisi tersebut. Seperti berikut ini: “Ketika kuputar taksiku, kulihat mereka bertiga memandangi rumah mewah itu, sebelum akhirnya melangkah ke sana. Malam begitu sepi, begitu kelam. Aku tidak terlalu salah. Kota ini isinya orang-orang misterius. Siapakah yang betul-betul bisa kita kenal di kota ini? Apakah yang betul-betul bisa kita pahami di sini? Malam hanyalah bayang- bayang. Tapi aku suka bayang-bayang. Aku suka masuk ke balik kelam.” Taksi Blues, ITPM: 73 Realitas sosial dalam kumpulan cerpen ini berangkat dari realitas sosial masyarakat kota Jakarta. Sudah tidak menjadi rahasia lagi, bagi masyarakat kota seperti Jakarta, kawin-cerai adalah hal yang lumrah. Perselingkuhan juga hal yang dimaklumi. Sehingga sekitar tahun 2000 istilah SII Selingkuh Itu Indah begitu populer. Peristiwa ini diangkat menjadi sebuah peristiwa yang baru dalam kumpulan cerpen ITPM dengan imajinasi pengarang. Kehidupan kota yang tidak terpahami, penuh dengan ketidakpastian tersebut diimajinasikan sebagai bayang- bayang malam. Sebuah kehidupan di balik kelam. Budaya selingkuh di masyarakat kota tersebut dituturkan oleh seorang supir kepada majikan nyonyanya. Menggambarkan betapa budaya selingkuh tersebut telah menjadi rahasia umum.

c. Penggusuran