Kerusuhan Rasial REALITAS DAN IMAJINASI DALAM KUMPULAN CERPEN

bagian dari Indonesia. Tetapi Clara menjadi korban. Apa yang salah dengan Cina? Itulah yang dipertanyakan.

c. Kerusuhan Rasial

Kerusuhan rasial adalah kerusuhan yang terjadi karena adanya perbedaan ras. Perbedaan kelas dan status sosial sering sekali menjadi pemicu terjadinya konflik atau pertentangan dalam masyarakat. Apalagi perbedaan tersebut sangat mencolok karena perbedaan rasial. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menjadi pertentangan rasial. Soekanto 1982:98 menulis bahwa pertentangan rasial terjadi karena pihak-pihak yang bertentangan menyadari adanya perbedaan-perbedaan antara mereka yang sering kali menimbulkan pertentangan. Seperti pertentangan antara Negro dengan orang berkulit putih di Amerika Serikat. Sumber pertentangan ini sebenarnya tidak hanya terletak pada perbedaan badaniah ciri-ciri fisik, tetapi juga karena perbedaan-perbedaan kepentingan dan kebudayaan. Jurang pemisah semakin dalam karena adanya kelompok yang lebih mayoritas dan perbedaan status sosial. Pertentangan rasial ini juga terdapat di dalam kumpulan cerpen ITPM. Pertentangan rasial ini menyebabkan terjadinya kerusuhan rasial. Dalam kumpulan cerpen ini, kerusuhan rasial yang terjadi di Jakarta, tempat terjadinya cerita adalah kerusuhan rasial antara masyrakat asli pribumi Indonesia dengan masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa Cina. Perbedaan kelas dan kecemburuan sosial telah memicu terjadinya konflik sehingga pecahlah kerusuhan rasial. Orang-orang Cina dibantai. Toko-toko masyarakat Tionghoa menjadi sasaran massa. Wanita-wanita keturunan Tionghoa menjadi sasaaran pemerkosaan. Mereka diserang beramai-ramai dan tidak sedikit Universitas Sumatera Utara yang menjadi korban. Beberapa yang masih sempat kabur segera melarikan diri ke luar negeri. “Buka jendela,” kata seseorang. Saya buka jendela. “Cina” “Cina” Mereka berteriak seperti menemukan intan berlian. Belum sempat berpikir, kaca depan BMW itu sudah hancur kena gebukan. Aduh, benarkah sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya memang Cina, tapi apa salah saya dengan lahir sebagai Cina? Clara, ITPM: 101- 102 “Selangkangan saya sakit, tapi saya tau itu akan segera sembuh. Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati? Siapakah kirnya yang akan membela kami? Benarkah kami hanya dilahirkan untuk dibenci?” Clara, ITPM: 107 Masyarakat peribumi begitu benci kepada warga keturunan Cina. Amuk massa tidak terbendung. Sehingga menemukan orang Cina yang menjadi sasaran kemarahan seperti menemukan intan berlian. Masyarakat pribumi merasa bahwa Cina bukan bagian dari mereka. Cina adalah kelompok yang berbeda yang harus ‘dihabisi’. Cina bukan bagian dari Indonesia. Seperti kutipan berikut: “Sialan Mata lu sipit begitu ngaku-ngaku orang Indonesia” Clara, ITPM: 102. Kutipan berikut juga memperllihatkan betapa Cina dibenci sehingga memicu terjadinya kerusuhan rasial. Kebencian yang lama tertahan meruyak ke permukaan. “Saya tidak bisa bergerak sampai seorang ibu tua datang terbungkuk- bungkuk. Dia segera menutupi tubuh saya dengan kain. “Maafkan anak-anak kami,” katanya, “Mereka memang benci dengan Cina.” Clara: ITPM: 107 Kebencian dan kerusuhan rasial ini terjadi karena perbedaan status sosial yang begitu mencolok. Masyarakat Cina memegang peranan penting dalam perekonomian dan perdagangan. Akibatnya terjadi kecemburuan sosial. Masyarakat pribumi mulai merasa terusik dan terganggu keperntingannya. Universitas Sumatera Utara “Pastilah dia seorang wanita yang kaya. Mobilnya saja BMW. Seorang wanita eksekutif. Aku jugai ngin jadi kaya, tapi meskipun sudah memeras dan menerima sogokan di sana sini, tetap begini-begini saja dan tak pernah bisa kaya. Naik BMW saja aku belum pernah. Aku memang punya sentimen kepada orang-orang kaya- apalagi kalau dia Cina. Aku benci sekali. Yeah… Kainnya melorot, dan tampaklah bahunya yang putih.” Clara, ITPM: 109 Realitas yang terjadi dalam kumpulan cerpen ini mengacu kepada dunia di luar teks. Peristiwa kerusuhan rasial yang terjadi pada Mei 1998 di Jakarta. Pada waktu itu, massa merajalela, 8500 bangunan dan kendaraan menjadi abu, 1200 orang menjadi korban, dan sedikitnya 90 wanita keturunan Cina diperkosa. Toko- toko keturunan Tionghoa menjadi sasaran warga. Seperti dikutip Majalah Tempo edisi 25 Mei 2003. “Dan rusuh pun mulai. Para “pelajar” itu lalu melempari pertokoan di pinggir jalan, dan sambil mengacung-acungkan pentungan mereka berteriak-teriak, “Jarah Yogya Serbu… Itu punya Cina”. Yoga adalah salah satu departement store, pusat perbelanjaan di Jakarta. Kerusuhan rasial ini, kebencian yang meletup-letup terhadap warga keturunan Tionghoa di dalam kumpulan cerpen ITPM tampak pada pemilihan kata Cina, bukan Tionghoa. Berdasarkan nilai rasa bahasa, menyebut Cina untuk masyarakat keturunan ini terasa lebih kasar dari pada Tionghoa. Pemilihan kata ini menegaskan pertentangan rasial yang telah terjadi. Sebuah kebencian yang telah lama mengakar. “Maafkan anak-anak kami,” katanya, “Mereka memang benci dengan Cina.” Clara: ITPM: 107 Perbedaan ini ditampilkan SGA tidak hanya dari sudut pandang masyarakat pribumi tetapi juga dari masyarakat keturunan Tionghoa korban kerusuhan rasial tersebut. SGA lewat tokoh-tokohnya mempertanyakan apa yang salah dengan Cina? Apakah menjadi Cina adalah dosa sehingga mereka layak Universitas Sumatera Utara untuk dibenci? “Saya memang Cina, tapi apa salah saya dengan lahir sebagai Cina?” Clara, ITPM: 101-102 Mereka memang warga keturunan Cina, tetapi mereka warga negara Indonesia. Bagian dari Indonesia. Mereka bahkan lebih fasih berbahasa Indonesia ketimbang bahasa Cina sendiri. Pemikiran inilah yang disampaikan SGA dalam kumpulan cerpen ITPM menanggapi realitas sosial kerusuhan Mei 1998 di Jakarta.

c. Kecemburuan Sosial