Ketidakbebasan Pers dan Mengemukakan Pendapat

mengalami luka tembak, dan 20 orang hilang dalam Peristiwa Semanggi. Pun pada masa-masa sebelum itu banyak terjadi penculikan terhadap aktivis-aktivis pro demokrasi. Sudah menjadi rahasia umum, siapa yang berani mengkritik pemerintah akan ditindak. Penembak misterisu Petrus pada masa itu juga sangat populer. Orang-orang yang dituduh subversif dapat dengan mudah dibunuh tanpa pengadilan. Menyajikannya SGA memperlihatkan bahwa manusia bisa menjadi sangat kejam, bisa membunuh sesamanya jika merasa terusik dan terganggu kekuasaannya. Seorang supir taksi menjadi tokoh utama, terlibat percakapan dengan para pelaku penculikan yang hendak melakukan aksi balas dendam kepada atasannya. Perjalanan ke balik malam, demikian SGA menyebutnya.

c. Ketidakbebasan Pers dan Mengemukakan Pendapat

Negeri Bebek adalah negeri yang tidak demokratis. Kebebasan pers menjadi barang langka. Tidak ada lagi berita yang bisa dibaca di Koran. Semua berita dikendalikan oleh penguasa. Tidak ada lagi informasi yang berarti. “Karena memang tiada lagi berita yang bisa dibaca di koran. Banyak kabar, tapi bukan berita. Banyak kalimat, tapi bukan informasi. Banyak huruf, tapi bukan pengetahuan.koran- Paman Gober, ITPM koran telah menjadi kertas, bukan media.” Kematian:6 Kebebasan mengemukakan pendapatpun tidak ada lagi di Kota Bebek. Bebek-bebek yang berani angkat bicara akan disembelih. Tidak ada lagi hak bicara. “Ketika Donal bertanya dengan kritis, mengapa Paman Gober tidak pernah peduli kepada tentangga, bantuan keuangannya kepada Donal segera dihentikan.” “Kamu bebek tidak tahu diri, sudah dibantu masih meleter pula.” “Apakah saya tidak punya hak bicara?” “Bisa, tapi jangan asal meleter, nanti kamu kusembelih.” Universitas Sumatera Utara “Aduh kejam sekali, menyembelih bebek hanya dilakukan oleh manusia.” “Ah, siapa bilang bebek tidak kalah kejam dari manusia?” “Lho, manusia makan bebek, apakah bebek makan manusia?” “Yang jelas manusia bisa makan manusia.” “Tapi paman mau menyembelih sesama bebek, apakah sudah mau meniru sifat manusia?” Kematian Paman Gober, ITPM:8 Realitas yang terjadi di Kota Bebek ini adalah realitas yang terjadi juga di Indonesia sebelum reformasi. Kebebasan pers terpasung. Tidak sedikit media yang dibredel dan ditutup, dituduh memprovokasi massa. Tidak ada lagi hak bicara dan mengemukakan pendapat. Datangnya reformasi disambut dengan sangat meriah oleh masyarakat. Euforia kebebasan berpendapat terjadi di mana- mana. Pers bernafas lega. Tidak ada lagi sensor pemberitaan, yang ada hanya kode etik pers. Tidak ada lagi pembredelan karena semua masalah bisa diselesaikan dengan hak jawab, hak koreksi, atau kewajiban koreksi dari media itu sendiri. Data Majalah Tempo edisi 25 Mei 2003, berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan majalah ini dari tanggal 15 -25 April 2003, terhadap 1.050 redponden di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan Makasar bahwa lebih dari 37 persen responden mengaku merasakan kebebasan berorganisasi dan menentukan pilihan politik jauh lebih baik di era reformasi jika dibanding dengan era sebelum reformasi, era Soeharto. Lebih dari 35 persen responden mengaku kemudahan mendapat informasi dan kemudahan menyampaikan pendapat jauh lebih baik dibanding dengan masa-masa pemerintahan Soeharto. Realitas yang terjadi ini disampaikan dengan mengimajinasikan masyarakat Indonesia seperti warga bebek. Secara semiotic, pemilihan karakter bebek untuk menggambarkan citra diri masyarakat Indonesia yang tidak punya kebebasan mengemukakan pendapatnya. Segala sesuatu ditentukan oleh Universitas Sumatera Utara pemimpin dan yang lain silahkan “membebek”. Inilah citra diri masyarakat yang hendak disampaikan SGA. Menggambarkan keterpasungan pers SGA menyebut tiada lagi berita yang bisa dibaca di koran. Banyak kabar, tapi bukan berita. Banyak kalimat, tapi bukan informasi. Banyak huruf, tapi bukan pengetahuan.koran, koran telah menjadi kertas, bukan media Kematian Paman Gober, ITPM: 6.” Pembredelan media ini tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa. Para pengusaha yang memiliki modal dan akses dengan penguasa o\pun dapat dengan “seenak perutnya” menuduh sebuah media memancing rakyat bertindak subversif. “Kamu tidak akan membredelnya kan hanya karena membuat Sari tidak bisa tidurkan?” Suaminya hanya mendengus. Ia mendengus. Ia menyingkap gorden, melihat rembulan yang terang di atas pohon palem. Dongeng Sebelum Tidur, ITPM: 23

d. Persaingan Politik dan Kampanye Partai