Sistem Pendidikan yang Buruk

a. Sistem Pendidikan yang Buruk

Pendidikan seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Paolo Fraire menyebutnya sebagai pendidikan yang membebaskan. Membebaskan manusia dari kebodohan dan eksploitasi dari pihak-pihak lain. Di dalam Undang-Undang Dasar UUD Republik Indonesia ditulis bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia. Salah satu permasalahan sosial yang ditampilkan sebagai realitas sosial di dalam kumpulan cerpen ITPM ini adalah tentang bobrok nya sistem pendidikan di Negeri Bebek, latar tempat terjadinya peristiwa tersebut. Negeri Bebek adalah sebuah negeri, tempat para tokoh utama Donal, Paman Gober, dan keponakan- keponakan Donal, Kwak, Kwik, dan Kwek tinggal. Kisah ini hipogramnya adalah salah satu karya Walt Disney. Di negeri yang disebut sebagai Negeri Bebek tersebut, terdapat satu tokoh yang sangat berpengaruh dan berkuasa. Bukan karena perangainya yang sangat baik, melainkan karena kekuasaan dan kekayaannya. Tokoh tersebut adalah Paman Gober. Ia sangat pelit dan rakus, namun justru dijadikan sebagai teladan baru bagi generasi muda. Riwayat hidupnya ditulis dan dibaca di sekolah-sekolah. Bahkan otobiografinya dijadikan bacaan wajib bagi para bebek yang ingin sukses. Padahal dalam setiap bab tersebut yang diceritakan adalah bagaimana kisah Paman Gober memburu kekayaan. “Kalimat semacam itu masuk dalam buku otobiografinya, Pergulatan Batin gober Bebek, yang menjadi bacaan wajib bebek-bebek yang ingin sukses. Hampir tiap bab dalam buku itu mengisahkan bagaimana Paman Gober memburu kekayaan. Mulai dari harta karun bajak laut, pulau emas, sampai sayuran yang membuat bebek-bebek giat bekerja, meski tidak diberi upah tambahan.” Kematian Paman Gober, ITPM:7 Universitas Sumatera Utara Paman Gober benar-benar dijadikan idola dan dielu-elukan. Semua dilakukannya dianggap sebagai sebuah kebenaran, meskipun sebagai seorang paman ia bukanlah paman yang baik bagi Donal. Donal sering diperas tenaganya, ditahan haknya. Sebagai warga masyarakat, Paman Gober tidak peduli kepada orang lain. Sebagai sorang pemimpin ia memeras tenaga buruh. Tetapi justru figur seperti inilah yang dijadikan teladan. Ditulis kisahnya, dijadikan bacaan wajib, dan dicintai kanak-kanak sedunia. Inilah yang sangat memprihatinkan Nenek Bebek, sesepuh Kota Bebek. Sistem pendidikan sudah sedemikian buruknya. Seolah-olah tidak ada figur lain yang lebih pantas diteladani. Sistem pendidikan yang semakin modern seharusnya mencerdaskan dan memanusiakan manusia. Kekhawatiran Nenek Bebek adalah generasi-generasi muda nantinya ingin menjadi seperti Paman Gober. “Dan itulah celakanya –kanak-kanak mencintai Paman Gober. Riwayat hidup Paman Gober dibikin komik dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Bebek terkaya yang sangat pelit dan rakus ini menjadi teladan baru. Nenek Bebek tidak habis pikir, mengapa pendidikan, yang mestinya semakin canggih, membolehkan pekerti seperti ini. Generasi muda ingin meniru Paman Gober,menjadi bebek yang sekaya-kayanya, kalau bisa paling kaya di dunia.” Kematian Paman Gober, ITPM:10 Realitas di dalam kumpulan cerpen ini diangkat dari pendidikan masyarakat Indonesia sebelum terjadinya reformasi. Tokoh Paman Gober mengingatkan kita pada mantan presiden RI, Soeharto. Pada masa kekuasaan rezim Orde Baru Orba Soeharto begitu dipuja-puja. Namanya tercatat sebagai seorang pembuat sejarah. Pemegang amanah Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar. Namanya juga ditulis dalam buku-buku sejarah bacaan anak-anak sekolah sebagai pahlawan dalam peristiwa pemberontakan G30SPKI. Universitas Sumatera Utara Sejarah telah ditulis. Buku-buku bacaan wajib di dunia pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan para penguasa. Kebohongan-kebohongan sejarah terjadi. Fakta-fakta sejarah banyak yang diputarbalikkan. Tujuannya untuk melanggengkan kekuasaan. Goenawan Mohammad dalam tulisannya di Majalah Tempo edisi 5 tahun reformasi mencatat bahwa rezim Orba mirip sebuah mania untuk mengarahkan. Segala sesuatu sudah ditentukan dari atasan. Dari atasanlah ditentukan siapa yang akan duduk di Mahkamah Agung, Pimpinan ABRI, politik, organisasi buruh, wartawan, kamar dagang, termasuk dalam hal sejarah dan materi dunia pendidikan. Menurut Sejarawan Taufik Abdullah dalam Majalah Tempo Edisi 25 Mei 2003 buku Sejarah Nasional Indonesia jilid I-IV yang telah ditulis sejak 28 tahun silam adalah buku sejarah yang didominasi oleh semangat pembenaran para penguasa dan sangat Jawasentris, isinya pun dipertentangkan kebenarannya. Realitas dunia pendidikan di Indonesia ini dikemas dengan menjadikan komik Walt Disney sebagai hipogramnya. Tokoh Paman Gober yang selama ini memberi kesan lucu sewaktu membaca komiknya, kini menjadi sebuah ironi. Dipertanyakan ulang, kenapa harus menggemari Paman Gober yang notabene sangat pelit, arogan, egois, dan tak layak menjadi teladan. Lewat imajinasinya SGA membangun sebuah realitas baru dalam cerpen “Kematian Paman Gober”. Soeharto diimajinasikan sebagai Paman Gober. Lebih jauh SGA mempertanyakan kebenaran sejarah dalam dunia pendidikan. Bagaimana dunia pendidikan telah membangun image pahlawan hero pada seorang tokoh lewat kebohongan-kebohongan sejarah sesuai Universitas Sumatera Utara kepentingan penguasa otobiografi Paman Gober yang dijadikan bacaan wajib di sekolah.

b. Dekadensi Moral