5 Landasan Teori Metode dan Teknik Pengkajian Data

berkuasa bahkan sudah tak mengerti lagi. Apakah pemimpin itu memang bisa diganti. Mereka pikir keabadian Paman Gober sudah semestinya. dalam cerpen Kematian Paman Gober, Hlm. 10 Analisis : Ini adalah realitas politik di dalam kumpulan cerpen ITPM, realitas imajinasi pengarang, bahwa di sebuah negeri yang disebut-sebut sebagai Kota Bebek dalam cerita ini, terdapat seorang pemimpin yang kedudukannya seolah-olah abadi dan tidak tergantikan. Pemimpin tersebut sudah memimpin kota tersebut dari generasi ke generasi. Kedudukannya tidak tergantikan, walaupun demokrasi seolah-olah berjalan. Realitas sesungguhnya : Realitas politik di dalam kumpulan cerpen ITPM ini diangkat dari sebuah realitas politik di Indonesia. Tentang pemerintahan Orde Baru yang berlangsung selama 32 tahun. Hanya ada satu orang pemimpin yang seolah- olah tidak tergantikan. Walaupun demokrasi seolah-olah berjalan karena ada pemilihan umum.

1. 5 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Objek karya sastra adalah realitas kehidupan. Apabila realitas itu adalah sebuah peristiwa sejarah, karya sastra mencoba menerjemahkan peristiwa itu dalam bahasa imajiner dengan maksud memahami peristiwa sejarah tersebut Universitas Sumatera Utara menurut kemampuan pengarang. Karya sastra juga dapat menjadi sarana bagi pengarang untuk menyampaikan pikiran, perasaaan, ataupun tanggapannya terhadap peristiwa sejarah. Seperti disebutkan di atas bahwa objek karya sastra adalah realitas sosial dan realitas yang terdapat dalam kumpulan cerpen ITPM adalah sebuah realitas sosial yang dibaluri dengan imajinasi pengarang, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan sosiologi sastra. “Sastra adalah lembaga sosial yang menampilkan gambaran kehidupan yang mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi di dalam batin seseorang.” Damono, 1979:1 Selain berfungsi sebagai penyampaian ide, pengalaman, dan sistem berfikir, sastra juga berfungsi sebagai wadah sastrawan untuk menyampaikan aspirasi tentang kehidupan manusia. Menurut Nyoman Kutha Ratna, ada beberapa alasan mengapa sastra memiliki kaitan yang erat dengan masyarakat dan dengan begitu sastra harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat. “Alasan-alasan tersebut adalah: 1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat. 2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat. 3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan. 4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat,dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. Universitas Sumatera Utara 5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.” Ratna 2004:332-333 Menurut Damono 1979:3-4 bahwa pendekatan sosiologis ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, namun semua pendekatan ini menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat. Sosiologi dan sastra memiliki kesamaan permasalahan, yakni sama-sama berurusan dengan manusia. Namun demikian, tidak berarti kedua bidang tersebut dapat disamakan begitu saja. Seorang sosiolog hanya dapat melihat fakta berdasarkan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan sastrawan dengan imajinasinya mampu mengungkapkan keberadaan manusia dalam sebuah kenyataan. Seorang sosiolog hanya mampu mengungkapkan kenyataan dengan apa adanya. Sosiologi sastra, dengan menggabungkan dua disiplin ilmu yang berbeda, sosiologi dan sastra secara harfiah harus didukung oleh dua teori yang berbeda, yaitu teori-teori sosiologi dan teori-teori sosiologi dan teori-teori sastra, di dalam penelitian sosiologi sastra itu sendiri, karya sastra merupakan objek yang paling dominan, sedangkan ilmu-ilmu lain hanyalah sebagai ilmu bantu. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratna 2004:338-339 yang menyatakan bahwa “masalah yang perlu dipertimbangkan adalah dominasinya dalam analisis sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai secara maksimal.” Dalam sosiologi sastra yang mendominasi jelas adalah teori-teori yang berkaitan dengan sastra, sedangkan teori-teori yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer pelengkap. Universitas Sumatera Utara Ratna 2004:338 juga mengatakan bahwa “karya sastra sesuai dengan hakikatnya, yaitu kreatifitas dan imajinasi, mampu menghadirkan dunia lain yang berbeda dengan dunia kehidupan sehari-hari.” Inilah aspek sosial karya sastra, di mana karya sastra diberikan kemungkinan yang sangat luas untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecenderungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari. Selama membaca karya sastra, pembaca bebas menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain. Bakhtin dalam Ratna, 2004:338 menyebutkan ciri-ciri manusia itu sebagai karnaval, manusia berganti rupa melalui topeng. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu gambaran bahwa kedua ilmu tersebut mempunyai satu objek penelitian yang sama yakni manusia. Swingewood dalam Damono, 1979:14 juga mengatakan bahwa dalam melakukan analisis sosiologis terhadap karya sastra, kritikus harus berhati-hati mengartikan slogan sastra adalah cerminan masyarakat. Karena pernyataan ini seringkali melupakan pengarang, kesadaran, dan tujuannya. Swingewood menyadari bahwa sastra diciptakan pengarang dengan menggunakan seperangkat peralatan tertentu, misalnya imajinasi. Imajinasi ini telah mengendapkan realitas yang ditangkap pengarang ke dalamnya, sehingga realitas yang baru tersebut tidaklah mutlak murni realitas masyarakat sesungguhnya. Penulis memilih teori sosiologi sastra, karena dengan menggunakan teori ini akan diketahui dengan jelas penggambaran suatu masyarakat, realitas di dalam karya sastra. Selain itu, dengan sosiologi sastra, karya sastra dapat dikaji dengan memfokuskan perhatian kepada segi-segi sosial kemasyarakatan, realitas masyarakat dalam karya sastra. Pendekatan terhadap karya sastra yang Universitas Sumatera Utara mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan tersebut oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah ini pada dasarnya tidak berbeda penegertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau pendekatan sosiokultural terhadap karya sastra. Untuk menganalisis realitas dan imajinasi dalam kumpulan cerpen ITPM ini diperlukan juga pemahaman tentang tanda. Pengarang banyak menggunakan tanda-tanda –sebagai rangkaian imajinasi pengarang- untuk melukiskan realitas sosial dan politik masyarakat dalam kumpulan cerpen ITPM. Untuk menemukan makna di balik tanda-tanda tersebut, penelitian ini juga akan menggunakan teori semiotik, yakni semiotik sosial. “Semiotik adalah ilmu tanda. Istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda. Tanda ada di mana-mana: kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya.” Sudjiman, 1996: vii Semiotik sebagai ilmu tentang tanda, menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu sebagai tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. “Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada sifat-sifat yang menyebabkan bermacam-macam cara modus wacana mempunyai makna. “ Preminger, dalam Jabrohim, 2001: 71 Voloshinov dalam Hodge: 1999:10 mengatakan bahwa bentuk tanda ditentukan oleh organisasi sosial serta partisipan yang terlibat dan juga oleh kondisi interaksi mereka. Voloshinov menciptakan suatu hubungan yang sangat Universitas Sumatera Utara dekat antara semiotik dan studi ideologi. Bahwa segala sesuatu secara ideologis memiliki nilai semiotik. Dengan menggunakan semiotik sosial, pesan yang hendak disampaikan pengarang tentang realitas dan imajinasi di dalam kumpulan cerpen ITPM dapat dianalisis. Pesan tersebut adalah sesuatu yang dihubungkan dengan dunia yang diacu, dan maknanya diturunkan fungsi mimetik yang terbentuk yang disebut mimetic plane. Hodge, 1999:3 Universitas Sumatera Utara

BAB II REALITAS DAN IMAJINASI DALAM KUMPULAN CERPEN

IBLIS TIDAK PERNAH MATI 2.1 Realitas dan Imajinasi Sosial dalam Kumpulan Cerpen ITPM Karya sastra haruslah memberikan gambaran yang bebas terhadap berbagai kondisi kemasyarakatan yang terjadi. Karya sastra memegang peranan sosial yang besar untuk mengungkapkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi penyempurnaan kehidupan manusia. Objek karya sastra adalah realitas kehidupan, meskipun dalam menangkap realitas tersebut, seorang sastrawan mengambilnya secara acak. “Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia” Nurgiyantoro, 2007:3. Menurut Semi 1984:2, “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.” Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya maka ia tidak saja merupakan suatu ide untuk menyampaikan ide, teori, dan sistem berpikir manusia. Sastra harus mampu pula menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan manusia. Apabila realitas itu adalah sebuah peristiwa sejarah, maka karya sastra mencoba menerjemahkan peristiwa itu ke dalam bahasa imajiner dengan maksud memahami peristiwa sejarah menurut kemampuan pengarang. Karya sastra juga Universitas Sumatera Utara