dan perdagangan. Ia tetap tidak diterima sebagai pendatang. Tidak ada tempat bagi Si Aku di manapun.
“Kemudian, dari suku kami yang telah terus mengembara tanpa henti itu, tinggal aku sendiri yang berdiri di bawah terik matahari. Di depan sebuah
pintu gerbang kota, seorang penjaga perbatasan menahan diriku.” Eksodus, ITPM:195
“Orang asing, kasihan benar dirimu, tapi aku tidak bisa menolongmu. Kamu tidak boleh memasuki kota ini. Kamu berasal dari suku yang
menimbulkan masalah di tempat baru. Maaf, kami tidak bisa menerima kamu.” Eksodus, ITPM:196
“Aku tidak akan bekerja, tidak akan berdagang, dan tidak akan melakukan kegiatan apapun yang mengganggu kehidupan kalian. Aku hanya mau
hidup. Meski hanya dengan menjadi pengemis di kota ini. Dengan begitu aku tidak akan pernah mengambil alih , apalagi menguasai kegiatan hidup
kalian. Aku hanya akan mengemis dan bersembahyang. Eksodus, ITPM:196
b. Kejahatan yang Abadi
Kejahatan yang abadi berarti kejahatan yang ada untuk selamanya. “Kejahatan terjadi disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses-proses sosial
yang sama, yang menghasilkan perikelakuan-perikelakuan sosial lainnya.” Soekanto, 1982:380.
Desa tempat tinggal Si Aku tinggal telah berubah menjadi kota. Waktu yang berlangsung selama 200 tahun telah membawa perubahan besar. Sawah-
sawah yang biasa dilalui tokoh dan tempatnya menunggu kedatangan kekasihnya di pinggiran desa telah berubah menjadi pasar dan gedung-gedung megah. Jalan-
jalan sudah beraspal dan ujungnya tergabung dengan jalan tol. Sisa-sisa masa lalu hanya pohon beringin besar dan Si Aku yang telah menjadi patung.
“Aku mendengar desaku tumbuh menjadi kota, sawah-sawah berubah menjadi pasar dan di belakang pasar itu tumbuh gedung-gedung yang
megah. Matahari senja yang turun selalu terjepit di antara gedung-gedung bertingkat itu. Jalanan setapak di depanku kini beraspal, dan di ujungnya
Universitas Sumatera Utara
bersambung dengan jalan tol. Hanya tinggal aku dan pohon beringin yang masih tertinggal dari masa lalu. Muncul jalan kereta api entah dari mana,
dan di belakang punggungku nampaknya di bangun sebuah stasiun.” Patung, ITPM: 168
Tokoh Aku telah menjadi patung. Selama dua ratus tahun menanti
kedatangan kekasihnya melawan iblis. Kekasihnya tersebut pergi berjuang untuk membunuh iblis dan berjanji akan kembali setelah selesai membunuh iblis. Ia
akan segera kembali sambil menenteng kepala iblis sebagai hadiah perkawinan mereka.
Dua ratus tahun sudah menanti, si kekasih belum juga kembali. Sampai akhirnya dalam penantiannya lelaki itu menjadi patung. Kekasihnya entah di
mana keberadaannya, entah sudah mati atau belum. Ia sendiri telah menjadi patung dan belum mati-mati. Sementara iblis belum juga mati. Iblis masih saja
berkeliaran. Iblis adalah penguasa segala kejahatan dan kejahatan masih merajalela. Selama lebih dari 200 tahun kejahatan tersebut tidak teratasi.
Kejahatan tersebut terasa berlangsung abadi. Tidak dapat ditumpas. Seperti juga halnya iblis belum terbunuh, iblis tidak pernah mati.
“Inilah patung Lelaki yang Menunggu Kekasihnya. Patung ini tidak dipahat oleh siapapun karena dia berasal dari manusia yang hidup.
Duaratus tahun yang lalu ia berpisah di tempat ini dari kekasihnya, yang pergi untuk…” Patung, ITPM: 169
“Iblis kan memang tidak pernah mati.” “Lha, iya, konyol betul orang itu. Barangkali kekasihnya itupun sudah
mati sekarang. Lha wong iblis masih berkeliaran.” “Ya, begitulah, tapi orang ini pokoknya menunggu.” Patung, ITPM: 167
Iblis memang tidak pernah mati. Kejahatan di negeri tersebut memang abadi. Inilah realitas yang terjadi di dalam kumpulan cerpen ITPM. Walaupun
menyadari hal tersebut, pemuda yang lain, pada masa 200 tahun kemudian, meminta kekasihnya untuk setia menantinya seperti lelaki yang telah menjadi
Universitas Sumatera Utara
patung tersebut. Ia juga akan pergi membunuh iblis, meneruskan tugas kekasih lelaki yang telah menjadi patung. Walaupun ia tahu benar, iblis tidak akan pernah
mati. Tapi menurutnya memang harus ada yang berkorban. Harus ada yang berjuang untuk membunuh iblis.
“Lihatlah patung itu,” ujar lelaki itu, “dia orang yang menunggu kekasihnya sampai menjadi patung,”
“Aku tahu,” kata gadis itu, “nenekku yang cerita.” “Kamu bisa seperti dia?”
“Maksudmu?” “Bisa menunggu aku sampai aku kembali?”
“Aku selalu setia padamu, kapan kamu akan kembali?” “Kalau tugasku sudah selesai.”
“Apa tugasmu?” “Membunuh iblis.”
“Tapi iblis tidak pernah mati” “Aku tidak peduli. Harus selalu ada orang yang melawan iblis, meskipun
iblis tidak pernah mati.” Patung, ITPM: 170 Setelah kekasihnya berangkat pergi melawan iblis. Si gadis pun setia
menunggu kedatangan kekasihnya di stasiun. Dia datang lagi dan duduk di bangku stasiun di hadapan patung lelaki yang menunggu kekasihnya membunuh
iblis sambil memberi makan burung-burung dara. Sampai akhirnya si gadis menjadi patung juga.
“Esoknya dia datang lagi. Duduk di bangku yang ada di hadapanku sambil memberi makan burung-burung dara. Sebentar-sebentar dia melihat jam
tangannya. Aku tahu, dia akan terus menunggu di bangku itu, sampai jadi patung.” Patung, ITPM: 171
Realitas bahwa iblis tidak pernah mati, kejahatan yang abadi ini adalah
juga realitas sosial yang terjadi di Indonesia pasca reformasi. Kejahatan merajalela di mana-mana. Banyak terjadi konflik. Berita-berita di surat kabar
masih saja memberitakan berbagai tindak kekerasan. Korupsi banyak yang terungkap ke permukaan. Kasus-kasus perkelahian banyak terjadi. Pengadilan
acap kali pula berubah fungsinya menjadi ajang jual beli keputusan dan
Universitas Sumatera Utara
premanisme masih merajalela. Parahnya perekonomian terjungkal, krisis moneter terjadi sehingga angka kejahatan tidak terkendali.
Majalah Tempo edisi 25 Mei 2003, merunut berbagai peristiwa besar, kejahatan dan tindak kekerasan yang terjadi di Indonesia pasca reformasi.
Beberapa peristiwa tersebut adalah: -18 November 1998
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Kontras menyatakan 22 orang tewas, 39 orang mengalami luka tembak, 84 orang luka ringan,
dan 20 orang hilang dalam Peristiwa Semanggi. -22 November 1998
Di Jalan Ketapang, Jakarta, 11 gereja dibakar. Delapan hari kemudian, 10 mesjid dan musala dihancurkan di Kupang, disusul pembakaran 2 gereja
di Pangandaran. Inilah awal pecahnya kerusuhan berlatar SARA di Maluku dan Kalimantan.
-19 Februari 1999
Tommy Soeharto, Ricahrdo Gelael, Beddu Amang menjadi terdakwa dalam kasus tukar guling PT Goro-Bulog.
-12 April 1999
Tommy Soeharto mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. -1 Februari 2000
Menko Perekonomian Rizal Ramli menyatakan Rp. 90 miliar dana Bulog masuk ke kas Golkar- inilah awal mula kasus Buloggate II.
-9 Juli 2000 Mantan Kepala Bulog, Rahardi Ramelan ditetapkan sebagai tersangka
kasus korupsi Bulog Buloggate II senilai Rp. 54,6 miliar. -22 September 2000
Tommy Soeharto divonis bersalah 18 bulan penjara dan ganti rugi Rp. 30 miliar kepada negara.
-3 November, Tommy Soeharto menghilang. -11 November 2001
Ketua Umum Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay dibunuh. -29 November 2001
Tommy Soeharto tertangkap di Jalan Maleo, Bintaro Jaya Sektor IX, Jakarta Selatan.
Universitas Sumatera Utara
-Desember 2001 Deklarasi Malino, yang mengakhiri pertikaian antara kelompok Kristen
dan Islam di Poso, di tandatangani. -20 Mei 2002
Provinsi Timor Timur resmi merdeka dan lepas dari Indonesia. -Juli 2002
Puluhan ribu tenaga kerja ilegal mengalir pulang ke Kalimantan menyusul ancaman hukuman imigrasi Malaysia yang berlaku pada 1 Agustus 2002.
-11 September 2002 Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara memeriksa harta
Jaksa Agung M.A. Rachman. Dia dituduh melanggar sumpah jabatannya dan menyembunyikan kekayaan negara yang seharusnya dilaporkan.
-8 Oktober 2002 Tujuh orang anggota Kopasus ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus
pembunuhan Ketua Umum Dewan Presidium Papua, Theys Hiyo Eluay. -12 Oktober 2002
Bom meledak di Kuta, Bali. Menewaskan 198 nyawa, kebanyakan korban adalah turis Australia dan Inggris. Iman Samudra, Muchlas, dan Ali
Gufron didakwa untuk peledakan ini. -3 Desember 2002
Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara merekomendasikan pemberhentian Jaksa Agung M.A. Rachman kepada presiden Megawati
-17 Desember 2002 Indonesia kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan. Melalui Pengadilan
Internasional di Den Haag, kedua pulau ini jatuh ke tangan Malaysia. -12 Mei 2003
Sidang kasus peledakan bom di Kuta, Bali di gelar. Tersangka utamanya adalah tiga bersaudara, Amrozy, Muchlas, dan Ali Gufron. Tempo edisi
25 Mei 2003: 30-31 Peristiwa-peristiwa di atas adalah peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di
Indonesia pacsa reformasi. Menggambarkan betapa kejahatan tidak akan pernah habis, SGA menceritakannya dalam cerpen “Patung” sebagai iblis yang tidak
akan pernah mati. SGA mengimajinasikan penantian hilangnya kejahatan dari muka bumi sebagai penantian seorang pemuda selama 200 tahun. Menanti
kedatangan kekasihnya membunuh iblis sampai ia menjadi patung.
Universitas Sumatera Utara
Pembacaan cerpen ini membawa identifikasi diri pembaca hanya kepada “aku” tokoh protagonis yang berubah menjadi patung sementara menunggu
kekasihnya berperang melawan iblis. Proses pengidentifikasian ini juga bukan tanpa masalah. Seperti ditulis
Budiman 2005:71. Masalahnya terletak pada identitas seksual “aku” yang pada awal cerita berpotensi mengecoh pembaca. Seperti pengalaman dalam membaca
narasi, bahwa tokoh yang biasa berperang adalah laki-laki dan yang menunggu adalah perempuan. Akibatnya pembaca menyangka bahwa tokoh yang telah
menjadi patung adalah perempuan dan kekasihnya yang sedang pergi berperang melawan iblis adalah laki-laki.
Prasangka yang dipenuhi beban ideologi gender ini kemudian berubah ketika pembaca sampai pada halaman ke empat cerpen ini. Yang pergi bertempur
“kekasihku” adalah seorang perempuan dan yang menunggu “aku” adalah laki- laki. Struktur stereotipe gender ini kembali terbalik pada bagian akhir cerita,
bahwa yang menunggu kali ini adalah “aku” seorang gadis manis dan yang pergi bertempur “kekasihku” adalah laki-laki. Struktur yang pada awalnya telah
dijugkirbalikkan secara mengejutkan ini dikembalikan lagi ke pola relasi semula, kembali terjerat ke dalam stereotipe gender.
Budiman 2005: 73-74 menulis bahwa mungkin saja Seno sendiri tidak sempat memikirkan kemungkinan interpretasi ini, tetapi paling tidak dari
pembolakbalikan pola relasi ini masih tetap tidak kehilangan message yang barangkali diniatkan pengarang, yaitu bahwa iblis tidak akan pernah mati, meski
telah dilawan siapapun, entah seorang perempuan atau pun laki-laki. “Dia memang tahu segalanya. Hampir tiada hal yang tidak diketahuinya
seperti dia tahu bahwa iblis sebetulnya tidak pernah mati. Pada saat itu
Universitas Sumatera Utara
pun aku tahu betapa aku akan terus-menerus menunggui kedatangannya sampai mati. Namun inilah yang barang kali tidak pernah diketahuinya:
ternyata aku tidak mati-mati. Aku terus-menerus menunggu dari senja ke senja sampai dua ratus tahun sampai lama-lama menjadi patung. Aku
terus-menerus menanti dan mengharapkannya, siapa tahu dia akan muncul dari ujung jalan setapak itu sebagai siluet wanita berambut panjang yang
menenteng kepala iblis.” Patung, ITPM: 162-163 Petikan paragraf di atas juga menjadi sebuah paparan imajinasi yang perlu
dipertanyakan. Iblis tidak pernah mati. Namun inilah yang barangkali tidak pernah diketahuinya, ternyata aku tidak mati-mati. Si aku yang telah menjadi patung,
seluruh darah, usus, tulang, dan seluruh tubuhnya telah membatu. Si aku pun tidak mati-mati, selama kurang lebih 200 tahun. Kalau begitu kesimpulannya, apakah
“aku” identik dengan iblis? “Iblis tidak pernah mati
Aku tidak pernah mati Kesimpulannya : aku adalah iblis.
Silogisme di atas tentu saja layak dipandang sebagai salah nalar yang parah, persis seperti kesimpulan ngawur yang mengatakan bahwa Si Kris
adalah kucing hanya lantaran dia berkumis. Akan tetapi bagaimana kalau kesimpulan itu justru memberi peluang, meminjam istilah Roman
Jakobson, sebuah cara membaca yang lain, sebuah arah bagi interpretasi baru?” Budiman, 2005: 74
Petikan paragraf dari cerpen “Patung” di atas juga memberi interpretasi
baru bahwa iblis tidak pernah mati sekalipun dilawan oleh laki-laki ataupun perempuan serta siapapun dapat menjadi iblis. Dapat bertindak seperti iblis,
melakukan kejahatan seperti iblis, entah ia laki-laki ataupun perempuan.
c. Menanti Perubahan