23 § P3HB - mengandung 20 3HV - mengandung 16 4HB - mengandung
10 3HHx Sumber Yilgor P dkk, 2007.
2.2.5 Degradasi
Gambar 2.5. Biodegradasi P3HB-co-3HHx film pada lingkungan tropis mangrove selama 3 minggu berturut-turut..
PHA adalah 100 polimer biodegradabel, merupakan poliester dari berbagai hidroksialkanoat HA yang disintesis oleh sejumlah mikroorganisme sebagai
penyimpan energi bahan-bahan organik di bawah kondisi substrat yang tidak seimbang. PHA memiliki kesamaan sifat dan kegunaan dengan termoplastik hasil
sintetis seperti polipropilen. PHA didegradasi secara total menjadi air dan karbon dioksida di bawah kondisi aerobik dan menjadi metana di bawah kondisi anaerobik
oleh mikroorganisme di dalam tanah, danau, air selokan, dan air laut Purwadi R 2006; EcoBioMaterial, 2009.
2.3 Faktor yang mempengaruhi sintesis PHA
2.3.1 Mikroorganisme
Bakteri yang digunakan dalam memproduksi PHA dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan kondisi biakan yang dibutuhkan dalam mensintesa PHA. Yang
D: \ All about my research\ PHA\ PHA I NFO MALAYSI A\ research-002.php_files\ b09.jpg
Universitas Sumatera Utara
24 tergolong dalam bakteri ini adalah bakteri yang membutuhkan nutrisi penting terbatas
seperti nitrogen, posfor, magnesium atau sulfur untuk mensintesa PHA dari sumber karbon yang tersedia. Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah R. eutropha,
Protomonas extorquens, dan Protomonas oleovorans. Golongan kedua adalah bakteri-bakteri yang tidak membutuhkan nutrisi terbatas dalam mensintesa PHA dan
polimernya diakumulasikan selama masa pertumbuhan. Antara lain Alcaligenes latus, strain mutasi dari Azotobacter vinelandii dan rekombinan E. coli. Karakteristik ini
akan membantu dalam pensintesaan PHA.
Ada sekitar 300 bakteri yang berbeda yang telah diidentifikasi mampu mensintesa PHA, antara lain: cyanobacteria, P. aeruginosa, rekombinan Bacillus subtilis, dan
Comamonas sp Kadouri dkk, 2005; Purwadi R, 2006.
2.3.2 Biakan
Sebagai suatu bentuk alternatif untuk biakan tunggal, biakan campuran juga lazim digunakan dalam mensintesa PHA. Biakan campuran biasa digunakan dalam
pengolahan limbah cair, lumpur aktif yang memiliki kemampuan dalam mengakumulasikan PHA sebagai karbon dan bahan energi yang tersimpan di bawah
kondisi yang tidak stabil. Mikroorganisme akan menggali kemampuannya dan mengubah kondisinya demi menyesuaikan diri dengan ketersediaan nutrisi dan
mampu beradaptasi secara kontinu untuk mengubah substrat yang tersedia menjadi PHA Purwadi R, 2006; EcoBioMaterial, 2009.
Universitas Sumatera Utara
25
2.3.2.1 LCPKS
Pada saat ini pengolahan limbah cair industri kelapa sawit umumnya dilakukan dengan menggunakan metode proses kombinasi, yaitu fisika dan biologi.
Metode ini mempunyai kelebihan pengolahannya cukup murah, tetapi kekurangannya adalah lahan yang digunakan untuk pengolahan limbah cair cukup besar, tetapi bagi
industri yang mempunyai lahan terbatas karena proses diatas sulit dilakukan untuk membantu industri yang mempunyai keterbatasan lahan Agustina dkk, 2008.
2.3.2.2 Karakteristik LCPKS
Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi oleh mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana. umumnya berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan BOD tinggi. Oleh
karenanya dalam pengelolaan limbah perlu diketahui karakteristik limbah tersebut. Dari Balance sheet ekstraksi minyak kelapa sawit diketahui bahwa jumlah air imbah
yang dihasilkan dari 1 ton CPO yang diproduksi adalah 2,50 ton disajikan pada Tabel 2.3.
Bila limbah cair ini dibuang ke perairan akan berpotensi mencemari lingkungan karena akan mengurani biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan
keracunan, sehingga harus diolah sebelum dibuang. Standar baku mutu lingkungan limbah yang dihasilkan pabrik CPO Musanif, J Sulaiman D, 2009.
Universitas Sumatera Utara
26 Limbah cair yang ditampung pada kolam-kolam terbuka akan melepaskan gas metan
CH
4
dan CO
2
yang menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Selain itu gas metan tersebut juga menimbulkan bau yang
tidak sedap Ipteknet, 2009.
Tabel 2.2. Komposisi jumlah air limbah dalam 1 ton CPO.
No. Uraian Kapasitas
1. Air
2,35 ton 2.
NOS Non Oil Solid 0,13 ton
3. Minyak
0,02 ton 4.
Jumlah 2,50 ton
Sumber: Subdit pengelolaan lingkungan direktorat pengolahan hasil pertanian Ditjen PPHP, Deptan, 2006
Tabel 2.3. Kualitas limbah cair kelapa sawit di Indonesia.
No. Parameter Lingkungan
mgL Kisaran Rata-rata
Baku Mutu MENLH 2006
1. BOD
8.200 - 35.000 21.280
250 2.
COD 15.103 - 65.100
34.720 500
3. TSS
1.330 - 50.700 31.170
300 4.
Nitrogen Total 12 - 126 41
20 Sumber: Subdit pengelolaan lingkungan direktorat pengolahan hasil pertanian Ditjen
PPHP, Deptan, 2006
2.3.2.3 Proses Pengolahan LCPKS
Teknik pengolahan limbah cair industri kelapa sawit pada umumnya menggunakan metode pengolahan limbah kombinasi. yaitu dengan sistem proses
anaerobik dan aerobik. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kemudian dialirkan
Universitas Sumatera Utara
27 ke bak penampungan untuk dipisahkan antara minyak yang terikut dan limbah cair.
Setelah itu maka limbah cair dialirkan ke bak anaerobik untuk dilakukan proses anaerobik. Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan proses degradasi senyawa
organik seperti karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat dalam limbah cair oleh bakteri anaerobik tanpa kehadiran Oksigen menjadi biogas yang terdiri dari CH
4
50- 70, serta N
2
, H
2
, H
2
S dalam jumlah kecil. Waktu tinggal limbah cair pada bioreaktor anaerobik adalah selama 30 hari. Proses anaerobik dapat menurunkan
kadar BOD dan COD limbah cair sebanyak 70 . Setelah pengolahan limbah cair secara anaerobik dilakukan pengolahan limbah cair dengan proses aerobik selama 15
hari. Pada proses pengolahan secara aerobik menunjukkan penurunaan kadar BOD dan Kadar COD adalah sebesar 15 Agustina dkk, 2008; Satria H, 1999; Penelitian
Kelapa Sawit, 2009. Secara konvensional pengelohan LCPKS dilakukan dengan sistem kolam memiliki
waktu retensi sekitar 90-120. Keuntungan dari cara ini antara lain: 1.
Sederhana 2.
Biaya investasi untuk peralatan rendah 3.
Kebutuhan energi rendah Akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sistem kolam mempunyai beberapa
kerugian antara lain: 1.
Kebutuhan areal untuk kolam cukup luas sekitar 5 ha untuk PKS dengan kapasitas 30 tonjam
2. Perlu biaya pemeliharaan untuk pembuangan dan penanganan lumpur dari kolam.
Universitas Sumatera Utara
28 3.
Hilangnya nutrisi N, P, K, Mg, Ca pada waktu limbah dibuang ke sungai dan juga dapat menyebabkan pencemaran.
4. Emisi gas metana ke udara bebas Wulfert dkk, 2000.
Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia tentang pelestarian lingkungan hidup serta adanya persaingan pasar global, maka mutu produk tidak
hanya dilihat dari aspek fisik dan kimianya saja, tetapi aspek lingkungan. Eko label telah menjadi parameter pada mutu produk pada saat ini. Salah satu konsep tersebut
adalah dengan penanganan LCPKS secara anaerobik dengan reaktor anaerobik unggun tetap RANUT. Keunggulan RANUT ialah kebutuhan energi yang rendah,
mudah dalam pengoperasian, mudah dalam start-up, serta kinerjanya tinggi Erwinsyah dkk, 2008; Wulfert dkk, 2000.
2.3.3 Substrat
Meskipun PHA mampu menggantikan plastik kovensional karena biodegradabilitasnya, namun dalam segi biaya produksi 5-10 kali lebih tinggi dari
plastik konvensional. Hal tersebut terjadi dikarenakan mahalnya sumber karbon sebagai substrat. Perhitungan biaya produksi PHA didasarkan pada sumber
karbonnya. Dan riset yang berkembang saat ini dikonsentrasikan pada bagaimana strategi dalam menekan biaya produksi PHA Huey CS, 2006.
Kegunaan dari alternatif karbon berhubungan dengan pengembangan strain termasuk gliserol sebagai co-produk, limbah cair menggunakan lumpur aktif, asam glutamat
Universitas Sumatera Utara
29 dalam limbah cair, limbah cair pabrik minyak zaitun, limbah cair pabrik kelapa
sawit, minyak kacang kedelai, dan limbah perkebunan Purwadi R, 2006.
Kandungan PHA dan komposisinya dipengaruhi oleh strain mikroorganisme, tipe substrat dan konsentrasi yang digunakan, kondisi lingkungan tumbuhnya
Punrattanasin W, 2001.
Tabel 2.4. Produksi PHA oleh mikroorganisme sesuai kondisi tumbuhnya.
Substrate Polyhydroxyalkanoate PHA
Homopolymers Copolymers
Gram-Positive Gram-Negative
Gram-Positive Gram-Negative
Glucose Bacillus
Streptococcus Streptomyces
Azotobacter Comamonas
Escherichia
a
Pseudomonas Ralstonia
Vibrio
Bacillus Pseudomonas
Ralstonia
Fructose Bacillus
Comamonas Ralstonia
Bacillus
Microlunatus Comamonas
Sucrose Bacillus
Streptococcus
Alcaligenes Comamonas
Vibrio
Bacillus Rhizobium
Sphingomonas
Lactose
Lactobacillus Lactococcus
Streptococcus Comamonas
Hydrogenophaga Methylobacterium
Paracoccus Pseudomonas
Sinorhizobium
Fatty acids Bacillus
Brachymonas Comamonas
Bacillus
Microlunatus Aeromonas
a
Comamonas
Universitas Sumatera Utara
30
Pseudomonas Spirulina
Vibrio Escherichia
a
Pseudomonas
Maltose Comamonas
Protomonas
Methanol Pseudomonas
Starch Azotobacter
Haloferax Glycerol
Escherichia
a
Methylobacterium Ralstonia
Vibrio
Xylose Burkholderia
Methylobacterium
Agricultural Waste
Bacillus
Staphylococcus Alcaligenes
Azotobacter Burkholderia
Escherichia
a
Haloferax Klebsiella
a
Ralstonia
Bacillus Haloferax Klebsiella
Pseudomonas Rhizobium
Sphingomonas
Dairy Products Escherichia
a
Hydrogenophaga Methylobacterium
Pseudomonas Sinorhizobium
Pseudomonas Ralstonia
Oily Waste Ralstonia
Comamonas Pseudomonas
Ralstonia
a
Industrial Waste
Actinobacillus
Bacillus
Rhodococcus Azotobacter
Burkholderia Pseudomonas
Azotobacter
Universitas Sumatera Utara
31
Sumber http:www.google.com Supplementary for PHA growth, 2009
2.3.4 Teknik Fermentasi