Optimasi Pembuatan Bioplastik Polihidroksialkanoat Menggunakan Bakteri Mesofilik Dan Media Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
OPTIMASI PEMBUATAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT MENGGUNAKAN BAKTERI MESOFILIK DAN MEDIA
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
TESIS
Oleh :
SRI WIDIA NINGSIH 087006034/KM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
OPTIMASI PEMBUATAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT MENGGUNAKAN BAKTERI MESOFILIK DAN MEDIA
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SRI WIDIA NINGSIH 087006034/KM
PROGRAM MAGISTER ILMU KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : OPTIMASI PEMBUATAN BIOPLASTIK
POLIHIDROKSIALKANOAT DENGAN
MENGGUNAKAN BAKTERI MESOFILIK
DAN MEDIA LIMBAH CAIR PABRIK
KELAPA SAWIT
Nama
: SRI WIDIA NINGSIH
Nomor Pokok
: 087006034
Program Studi
: ILMU KIMIA
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D) (Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Prof.Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D) (Prof.Dr.Eddy Marlianto, M.Sc) NIP. 195204181980021001 NIP. 195503171986011001 Telah diuji : 30 Juni 2010
(4)
OPTIMASI PEMBUATAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT MENGGUNAKAN BAKTERI MESOFILIK DAN MEDIA
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SRI WIDIA NINGSIH 087006034/KM
PROGRAM MAGISTER ILMU KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(5)
Telah diuji pada Tanggal : 30 Juni 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Anggota : 1. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc 2. Dr. Thamrin, M.Sc
3. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil 4. Dr. Rumondang Bulan, M.S
(6)
PERNYATAAN
OPTIMASI PEMBUATAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT MENGGUNAKAN BAKTERI MESOFILIK DAN MEDIA
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kemagisteran di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya serta pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2010 Penulis
(7)
OPTIMASI PEMBUATAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI MESOFILIK DAN MEDIA
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
ABSTRAK
Telah dilakukan optimasi pembuatan bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) dengan menggunakan bakteri mesofilik dan media limbah cair pabrik kelapa sawit. Strain L131 digunakan sebagai bakteri yang dibiakkan dalam media keluaran tangki reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). Optimasi dilakukan menggunakan metode tanggap permukaan dengan central composite design 3 variabel. Parameter yang dioptimasi adalah konsentrasi glukosa (g/L), temperatur (0C) dan waktu inkubasi (hari). Hasil optimum yang diperoleh dalam penelitian ini untuk berat sel kering (CDW) dan produksi PHA pada kondisi 5 g/L glukosa, 30oC temperatur inkubasi dan 5 hari waktu inkubasi dengan level kepercayaan (p < 0,05). Hasil karakterisasi FT-IR diperoleh struktur bioplastik PHA panjang rantai pendek poli(3-hidroksibutirat-co-3-hidroksivalerat) atau (P(3HB-co-3HV) dengan berat molekul 13400,79431 g/mol dan nilai termal Tm 154,72 dan 170,58oC, Tg 19oC.
Kata kunci: Bioplastik, limbah cair pabrik kelapa sawit, polihidroksialkanoat, poli(3- hidroksibutirat-co-3-hidroksivalerat).
(8)
OPTIMIZATION OF PRODUCTION OF POLYHYDROXYALKANOATES BIOPLASTIC USING MESOPHILIC BACTERIA AND CULTURE MEDIUM
FROM PALM OIL MILL EFFLUENT
ABSTRACT
Optimization of production of polyhydroxyalkanoates (PHA) bioplastic using mesophilic bacteria and culture medium from palm oil mill effluent has been investigated. Strain L131 was cultured in medium from outlet of anaerobic fixed bed
reactor tank. Response surface methodology with central composite design (CCD) was used to optimize the parameter of PHA production. The variables used in this
investigation were the concentration of glucose (g/L), temperature (0C) and
incubation times (days). The optimum condition of production of the cell dry weight (CDW) and PHA was obtained at 5 g/L glucose, the incubation temperature of 30oC and 5 days of incubation time with p < 0.05. FT-IR characterization of the bioplastic structure of the PHA obtained by a short chain length poly(3-hydroxybutyrate-co-3-hydroxyvalerate) or (P(3HB-co-3HV) with molecular weight 13400.79431 g mol, and thermal value of 154.72 and 170.58oC Tm, 19 oC Tg.
Key Words: Bioplastic, palm oil mill effluent, polyhydroxyalkanoates, poly(3- hydroybutyrate-co-3-hydroxyvalerate).
(9)
KATA PENGANTAR
Dengan rendah hati penulis panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Optimasi Pembuatan Bioplastik Polihidroksialkanoat Menggunakan Bakteri Mesofilik dan Media Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H. MSc (CTM). Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk menyelesaikan pendidikan program magister.
Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Prof. Basuki Wirjosento, M.S., P.hD selaku Pembimbing Utama dan Bapak Dr. Tjahjono Herawan, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan tenaga untuk memberikan pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr. Thamrin M.Sc., Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M,Phil, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S., selaku penguji yang banyak memberikan masukan dan saran untuk penyusunan tesis ini.
3. Bapak/Ibu staf pengajar pada Program Studi Ilmu Kimia yang telah memberikan pengetahuan dan motivasi selama di bangku perkuliahan sampai selesainya penyusunan tesis ini.
4. Kepada Bapak Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Dr. Witjaksana Darmosarkoro yang telah memberikan kesempatan dan segala fasilitas untuk melakukan penelitian yang menunjang penyusunan tesis.
(10)
5. Bapak Dr. Erwinsyah selaku kepala Laboratorium Bioproses yang telah memberikan kesempatan dan segala fasilitas untuk melakukan penelitian yang menunjang penyusunan tesis.
6. Bapak Dr. Tjahjono Herawan, M.Sc. Selaku kepala Laboratorium Oleokimia yang telah memberikan kesempatan dan segala fasilitas untuk melakukan penelitian yang menunjang penyusunan tesis.
7. Ibu Yepi, staf pelayanan Sentra Teknologi Polimer, Tangerang-Banten yang telah membantu dalam penganalisaan Differential Scanning Calorimetry (DSC).
8. Bapak Wikanda staf Laboratorium Geologi Kuarter (PPGL) Bandung yang telah membantu dalam penganalisaan Scanning Electron Microscopy (SEM).
9. Orang tua Papa Subandi dan Ibu Triansih, serta kepada kakanda Sri Wahyuni dan Sutedi Irawan yang tidak pernah lelah dan berhenti memberi perhatian, kasih sayang, dan motivasi baik dalam bentuk doa, tenaga, dan materil kepada penulis dalam penyelesaian penelitian dan penulisan tesis ini.
10. Rita Fitriani, Mbak Novri Darti, Bang Nasri, Bang Syafrial, Susi Handayani, untuk segala bantuan serta kemudahan yang telah diberikan dalam menyelesaikan penelitian tesis.
11. Dr. Darnoko dan Frisda Rimbun Panjaitan S.T., M.T., untuk waktu luang dan diskusi serta motivasi yang membuka cakrawala berpikir.
12. Teman-teman angkatan 2008 program reguler (Ibu Yun, Kak Ani, Melany, Andy, Edi, Bang Maniur), Pak Bagus dan Ibu Rahnita atas kebersamaan, perhatian dan dukungan yang telah diberikan, Kak Leli di Sekolah Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah banyak memberikan bantuan moril dan motivasi kepada penulis.
13. Seluruh keluarga besar dan para sahabat yang tak dapat saya sebutkan satu- persatu yang sudah mendoakan dan memberikan dukungan.
Semoga Allah SWT melimpahkan segala rahmat, hidayah serta karunia atas kebaikan Bapak/Ibu dan Saudara-saudara sekalian.
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat diharapkan penulis
(11)
demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.
Hormat Penulis
(12)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir tanggal 17 September 1981 di Medan, Sumatera Utara, anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Haji Subandi dan Hajjah Triansih. Penulis menimba ilmu pada masa pendidikan di SD Swasta Bakti Medan tahun 1988-1994, SLTP Negeri 11 Medan tahun 1994-1997, SMU Negeri 7 Medan tahun 1997-2000, pada tahun 2000 diterima menjadi mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara dan tamat tahun 2004. Kemudian tahun 2008 melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Kimia dan menyelesaikan studinya pada tahun 2010.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN xvii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 6
1.2 Pembatasan Masalah 6
1.4 Tujuan Penelitian 7
1.5 Manfaat Penelitian 7
1.6 Lokasi Penelitian 8
1.7 Metodologi Penelitian 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 13
2.1 Plastik 13
2.1.1 Pengertian 13
2.1.2 Plastik Konvensional(non-biodegradabel) 13
2.1.3 Bioplastik (Biodegradabel) 15
2.2 Bioplastik (PHA) 18
2.2.1 Sejarah 18
(14)
2.2.3 Biosintesis PHA 20
2.2.4 Sifat Fisika dan Kimia PHA 22
2.2.5 Degradasi 23
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sintesis PHA 24 2.3.1 Mikroorganisme 24
2.3.2 Biakan 25
2.3.2.1 LCPKS 25
2.3.2.2 Karakteristik LCPKS 26
2.3.2.3 Proses Pengolahan LCPKS 27
2.3.3 Substrat 29
2.3.4 Teknik Fermentasi 32
2.3.5 Kultivasi PHA 32
2.4. Potensi Aplikasi Bioplastik PHA 34
BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 36
3.1 Bahan 36
3.2 Alat 36
3.3 Metode Penelitian 37
3.3.1 Penelitian Pendahuluan 37
3.3.1.1 Pengisolasian Bakteri 37
3.3.1.2 Penyeleksian Bakteri 38
3.3.2 Penelitian Utama 39
3.3.2.1 Pengukuran Kurva Pertumbuhan Bakteri 39
3.3.2.2 Optimasi Media Biakan dan Kondisi 39
3.3.3 Kultivasi Sel (Cell Dry Weight/ CDW) 40
3.3.4 Pengekstraksian dan Purifikasi Polimer PHA 41
3.3.5 Penentuan Kadar Total Suspended Solid (TSS) 41
3.3.6 Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) 42
3.3.7 Analisa Mikroskopis Granula PHA 42
3.3.8 Penentuan Berat Molekul 42
(15)
3.3.10 Analisa Termal Material dengan DSC 43
3.3.11 Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) 44
3.4 Rancangan Percobaan 44
3.5 Bagan Penelitian 46
3.5.1 Pengisolasian Bakteri 46
3.5.2 Penyeleksian Bakteri 47
3.5.3 Pengukuran Kurva Pertumbuhan Bakteri 48
3.5.3.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri L131 dalam Media Nutrient Broth 48
3.5.3.2 Kurva Pertumbuhan Bakteri L131 dalam Media Limbah Ranut 49
3.5.4 Optimasi Media Biakan dan Kondisi 50
3.5.5 Pemanenan Sel (Cell Dry Weight/ CDW) 51
3.5.6 Pengekstraksian dan Purifikasi Polimer PHA 52
3.5.7 Penentuan Kadar Total Suspended Solid (TSS) 53
3.5.8 Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) 54
3.5.9 Analisa Mikroskopis Granula PHA 55
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 56
4.1 Pengisolasian Bakteri 56
4.2 Penyeleksian Bakteri 58
4.2.1 Kemampuan Isolat Terpilih dalam menghasilkan PHA pada Media Sintetik 58
4.2.2 Pseudomonas aeruginosa 59
4.2.3Kemampuan Pseudomonas aeruginosa (L131) dalam menghasilkan Bioplastik PHA pada media RANUT 61
4.3 Penelitian Utama 62
4.3.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri 62
4.3.2 Optimasi Media Biakan dan Kondisi 63
(16)
A Berat Sel Kering atau CDW (%) 63
A.1 Interaksi Tanggap Permukaan Pertama 63
A.2 Interaksi Tanggap Permukaan Kedua 66
B. Bioplastik PHA (g/L) 70
B.1 Interaksi Tanggap Permukaan Pertama 70
B.2 Interaksi Tanggap Permukaan Kedua 72
C. Penentuan Kadar TSS 75
D. Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) 77
E. Hubungan Antara Pertumbuhan CDW dengan Produksi Bioplastik PHA 80
4.3.3 Karakerisasi Bioplastik PHA 81
4.3.3.1 Analisa Mikroskopis Granula PHA 81
4.3.3.2 Penentuan Berat Molekul Bioplastik PHA 83
4.3.3.3 Karakterisasi FT-IR Bioplastik PHA 83
4.3.3.4 Analisa DSC 86
4.3.3.5 Analisa SEM Bioplastik PHA 87
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 88
5.1 Kesimpulan 88
5.2 Saran 89
DAFTAR PUSTAKA 90
(17)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Proyeksi produksi plastik biodegradabel 16 2 Plastik biodegradabel dari golongan poliester alifatik 18
3 Struktur umum PHA 20
4 Jalur Biosintesa produksi PHA 21
5 Biodegradasi P(3HB-co-3HHX) film pada lingkungan tropis mangrove selama 3 minggu berturut-turut
23
6 Salah satu isolat dari 24 isolat yang berhasil diseleksi dan dimurnikan dalam media nutrient agar
57 7 L455, L126 (E-coli) ; L121, L131 (Pseudomonas aeruginosa);
L1411, L332, L213 (Pseudomonas putida)
57 8 Isolat L131 positif menyerap Sudan Black B dan mampu
membentuk PHA
58
9 Pseudomonas aeruginosa dalam cetrimide agar 60
10 Nilai CDW (%) terhadap no. percobaan respon tanggap permukaan pertama
63 11 Grafik pengamatan dan prediksi pemodelan terhadap nilai
CDW (%) respon tanggap permukaan pertama
64 12 Grafik interaksi tanggap permukaan pertama antara waktu
inkubasi (hari) terhadap konsentrasi glukosa (g/L) pada temperatur inkubasi 30oC pada CDW (%)
66
13 Grafik nilai CDW (%) terhadap no. percobaan respon tanggap permukaan kedua
67 14 Grafik pengamatan dan prediksi pemodelan terhadap nilai
CDW (%) respon tanggap permukaan kedua
68 15 Grafik interaksi tanggap permukaan kedua antara waktu
inkubasi (hari) terhadap konsentrasi glukosa (g/L) pada
(18)
temperatur inkubasi 30oC pada CDW (%)
16 Grafik nilai PHA (g/L) terhadap no. Percobaan respon tanggap permukaan pertama
70
17 Grafik pengamatan dan prediksi pemodelan terhadap nilai PHA (g/L) respon tanggap permukaan pertama
71 18 Grafik interaksi tanggap permukaan pertama antara waktu
inkubasi (hari) terhadap konsentrasi glukosa (g/L) pada temperatur inkubasi 30oC pada PHA (g/L)
72
19 Grafik nilai PHA (g/L) terhadap no. percobaan respon tanggap permukaan kedua
73 20 Grafik pengamatan dan prediksi pemodelan terhadap nilai
PHA (g/L) respon tanggap permukaan kedua
73 21 Grafik Interaksi tanggap permukaan kedua antara waktu
inkubasi (hari) terhadap konsentrasi glukosa (g/L) pada temperatur inkubasi 30oC pada PHA (g/L)
74
22 Grafik hubungan antara TSS dan CDW pada tiap percobaan respon tanggap permukaan pertama
76 23 Grafik hubungan antara TSS dan CDW pada tiap percobaan
respon tanggap permukaan kedua
77 24 Grafik hubungan antara COD dan PHA pada tiap percobaan
respon tanggap permukaan pertama
78 25 Grafik hubungan antara COD dan PHA pada tiap Percobaan
Respon Tanggap Permukaan Kedua
79 26 Grafik hubungan antara COD dan PHA pada tiap percobaan
respon tanggap permukaan pertama
80
27 Grafik hubungan antara COD dan PHA pada tiap percobaan respon tanggap permukaan kedua
81
28 Sel PHA dari RANUT tanpa nutrisi 82
(19)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Perbandingan PHA dan Polipropilen 23
2 Komposisi jumlah air limbah dalam 1 ton CPO 27 3 Kualitas limbah cair kelapa sawit di Indonesia 27 4 Produksi PHA oleh mikroorganisme sesuai kondisi
tumbuhnya
30
5 Perlakuan terkode untuk pengakumulasian PHA 45 6 Central Composite Design (CCD) untuk 3 variabel 45 7 Karakterisitik morfologi dan biokimia isolat terpilih 56 8 PHA yang diakumulasikan oleh 7 isolat yang terseleksi 59 9 Analisis disain optimasi untuk produksi CDW (%) 69 10 Analisis disain optimasi untuk produksi PHA (g/L) 74
(20)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Tabel hasil analisa dan hasil PHA run I (tanpa penyaringan) pada suhu 41oC, 7 hari Waktu inkubasi
101 2 Data analisa dan hasil PHA Run II (dilakukan penyaringan)
temperatur inkubasi 37 0C untuk waktu inkubasi 5,6 hari
102 3 Data absorbansi pada berbagai panjang gelombang 103 4 Kurva absorbansi larutan Nutrient Broth dan limbah RANUT
pada berbagai panjang gelombang
104 5 Data absorbansi pertumbuhan bakteri L131 dalam Nutrient Broth
pada panjang gelombang 486 nm
105 6 Kurva absorbansi pertumbuhan bakteri L131 dalam Nutrient
Broth pada panjang gelombang 486 nm
106 7 Data absorbansi pertumbuhan bakteri L131 dalam limbah
RANUT pada panjang gelombang 646 nm
107 8 Kurva absorbansi pertumbuhan bakteri L131 dalam limbah
RANUT pada panjang gelombang 646 nm
108 9 Data pertumbuhan bakteri L131 berdasarkan sel kering (CDW) 109 10 Kurva pertumbuhan bakteri L131 dalam Nutrient Broth dan
limbah RANUT berdasarkan sel kering (CDW)
110
11 Data respon tanggap permukaan pertama 111
12 Data respon tanggap permukaan kedua 112
13 Data pengamatan dan prediksi pemodelan CDW (%) tanggap permukaan pertama berdasarkan analisa statistik (STATSOFT 6.0)
113
14 Data ANOVA dan grafik Pareto untuk CDW (%) tanggap permukaa pertama
114
(21)
16 Data pengamatan dan prediksi pemodelan CDW (%) tanggap permukaan kedua berdasarkan analisa statistik (STATSOFT 6.0)
116
17 Data ANOVA dan grafik Pareto untuk CDW (%) tanggap permukaa kedua
117
18 Grafik tanggap permukaan kedua CDW (%) 118
19 Data pengamatan dan prediksi pemodelan PHA (g/L) tanggap permukaan pertama berdasarkan analisa statistik (STATSOFT 6.0)
119
20 Data ANOVA dan grafik Pareto untuk PHA (g/L) tanggap permukaa pertama
120 21 Grafik tanggap permukaan pertama PHA (g/L) 121 22 Data pengamatan dan prediksi pemodelan PHA (g/L) tanggap
permukaan kedua berdasarkan analisa statistik (STATSOFT 6.0)
122 23 Data ANOVA dan grafik Pareto untuk PHA (g/L) tanggap
permukaa kedua
123 24 Grafik tanggap permukaan kedua PHA (g/L) 124
25 Analisa mikroskopis granula PHA 125
26 Penentuan nilai COD, TSS, CDW, PHA 127
27 Penentuan berat molekul PHA 129
28 Spektrum FT-IR bioplastik PHA 130
29 Hasil uji sifat termal material dengan DSC untuk perlakuan nutrisi 5 g/L glukosa, temperatur inkubasi 30oC, dan waktu inkubasi 5 hari
133
30 Analisa SEM bioplastik PHA untuk perlakuan nutrisi 5 g/L glukosa, temperatur inkubasi 30oC, dan waktu inkubasi 5 hari
135
(22)
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
ANOVA : analysis of variance
BOD : biological oxygen demand
CCD : central composite design
CDW : cell dry weight (berat sel kering) COD : chemical oxygen demand
CPO : crude palm oil
DEHP : di(ethylhexyl) phthalate
DSC : differential scanning calorimetry
FT-IR : fourier transfer-infra red
HA : hidroksialkanoat
LCPKS : limbah cair pabrik kelapa sawit LCL : long chain length
MCL : medium chain length (panjang rantai sedang) MR : metil red
OF : oksidase/fermentase PBS : poli (butilena suksinat) PCL : poli (ε-kaprolakton) PET : polyethylenterephthalate
PHA : polihidroksialkanoat PHB : poli (ß-hidroksi butirat)
PHB4B : polihidroksi(butirat-co-4 butirat) PHBHx : polihidroksi(butirat-co-heksanoat) PHBV : polihidroksi(butirat-co-valerate) PKS : pabrik kelapa sawit
PLA : poly(lactic acid)
PV : voges proskauer
RANUT : reaktor anaerobik unggun tetap
(23)
Saddle point : tidak terdapat titik optimum SCA : simon citrate agar
SCL : short chain length (panjang rantai pendek) SEM : scanning electron microscopy
SIM : sulfite indol motility
STATSOFT : statistica software
TSIA : triple medium sugar iron agar
(24)
OPTIMASI PEMBUATAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI MESOFILIK DAN MEDIA
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
ABSTRAK
Telah dilakukan optimasi pembuatan bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) dengan menggunakan bakteri mesofilik dan media limbah cair pabrik kelapa sawit. Strain L131 digunakan sebagai bakteri yang dibiakkan dalam media keluaran tangki reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). Optimasi dilakukan menggunakan metode tanggap permukaan dengan central composite design 3 variabel. Parameter yang dioptimasi adalah konsentrasi glukosa (g/L), temperatur (0C) dan waktu inkubasi (hari). Hasil optimum yang diperoleh dalam penelitian ini untuk berat sel kering (CDW) dan produksi PHA pada kondisi 5 g/L glukosa, 30oC temperatur inkubasi dan 5 hari waktu inkubasi dengan level kepercayaan (p < 0,05). Hasil karakterisasi FT-IR diperoleh struktur bioplastik PHA panjang rantai pendek poli(3-hidroksibutirat-co-3-hidroksivalerat) atau (P(3HB-co-3HV) dengan berat molekul 13400,79431 g/mol dan nilai termal Tm 154,72 dan 170,58oC, Tg 19oC.
Kata kunci: Bioplastik, limbah cair pabrik kelapa sawit, polihidroksialkanoat, poli(3- hidroksibutirat-co-3-hidroksivalerat).
(25)
OPTIMIZATION OF PRODUCTION OF POLYHYDROXYALKANOATES BIOPLASTIC USING MESOPHILIC BACTERIA AND CULTURE MEDIUM
FROM PALM OIL MILL EFFLUENT
ABSTRACT
Optimization of production of polyhydroxyalkanoates (PHA) bioplastic using mesophilic bacteria and culture medium from palm oil mill effluent has been investigated. Strain L131 was cultured in medium from outlet of anaerobic fixed bed
reactor tank. Response surface methodology with central composite design (CCD) was used to optimize the parameter of PHA production. The variables used in this
investigation were the concentration of glucose (g/L), temperature (0C) and
incubation times (days). The optimum condition of production of the cell dry weight (CDW) and PHA was obtained at 5 g/L glucose, the incubation temperature of 30oC and 5 days of incubation time with p < 0.05. FT-IR characterization of the bioplastic structure of the PHA obtained by a short chain length poly(3-hydroxybutyrate-co-3-hydroxyvalerate) or (P(3HB-co-3HV) with molecular weight 13400.79431 g mol, and thermal value of 154.72 and 170.58oC Tm, 19 oC Tg.
Key Words: Bioplastic, palm oil mill effluent, polyhydroxyalkanoates, poly(3- hydroybutyrate-co-3-hydroxyvalerate).
(26)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Plastik merupakan hidrokarbon yang hampir keseluruhan rantainya tersusun atas atom hidrogen dan karbon. Polimer ini didisain untuk menghambat keluar masuknya oksigen, sehingga produk ataupun makanan yang tersimpan di dalamnya terawetkan dari proses biodegradasi alami atau pembusukkan. Untuk itulah plastik dibuat sedemikian agar tidak mampu ditembus sehingga dibutuhkan ratusan tahun untuk mikroba mampu menguraikannya menjadi biogas dan biomassa (Koswara, 2006; Adam dan Clark, 2009).
Selama berabad-abad plastik konvensional yang terbuat dari petrolium, gas alam atau batu bara tersebut dituding sebagai biang pencemar lingkungan karena sulit terurai di alam. Berbagai penelitian dilakukan untuk mencari bahan alternatif untuk membuat material polimer yang ramah lingkungan atau lazim disebut sebagai bahan biodegradabel (Strickland, 2007).
Plastik biodegradabel (bioplastik) dirancang mampu terdekomposisi di alam. Proses biodegradasi ini dilakukan oleh mikroba yang mampu memetabolisme secara alami struktur molekul film plastik menjadi monomer-monomer yang ramah lingkungan seperti bahan humus dan biogas. Bioplastik ini dibuat dari bahan terbarukan atau yang berbasis petrolium dengan kombinasi bahan aditif biodegradabel (Adam S dan Clark D, 2009; Worldcentric, 2009).
(27)
poly(lactic acid) atau PLA yang berbahan dasar pati. Dimana poliester alifatiknya diturunkan dari asam laktat yang diperoleh dari fermentasi glukosa. PLA ini memiliki sifat transparansi dan mekanik seperti polistiren dan dapat dicetak dengan berbagai variasi. Namun Lee SY (2009) menyatakan umur pakai dan kefleksibilitasan plastik ini masih kurang bisa diaplikasikan pada makanan. PLA dapat menggantikan keberhasilan plastik PET (polyethylenterephthalate), walaupun saat ini harganya 20% lebih mahal.
Sedangkan Firdaus dkk, mensintesis komposit pati-khitosan dan membentuk film bioplastik pada akhir 2006. Pati yang diekstrak dari singkong dicampur dengan biopolimer bersifat hidrofobik atau tahan air yaitu kitosan dari cangkang udang dan gliserol sebagai plastisizer. Holdings (2004) mengatakan bahwa penelitian ini menghasilkan bioplastik yang aman dan mudah didaur ulang, namun pengaplikasiannya masih terbatas dan masih tinggi dari segi biaya produksi.
Masih banyak modifikasi bioplastik lainnya yang berbasis tumbuhan dan hewan sebagai bahan terbarukan (renewable resoursces), namun relatif tinggi biaya produksinya. Beranjak dari pemikiran tersebut, maka penulis mencoba untuk mencari bahan dasar lain untuk menghasilkan plastik biodegradabel yang tidak saja ramah lingkungan namun juga berasal dari renewable resources yang murah dengan cara pemanfaatan limbah yang selama ini rendah nilai konversinya baik dari segi energi maupun ekonomi. Maka pengakumulasian polihidroksialkanoat (PHA), bioplastik yang diproduksi oleh bakteri yang berasal dari limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dipilih menjadi salah satu bentuk eksplorasi dari bahan terbarukan dan alternatif pemecahan permasalahan tersebut.
(28)
Pada tahun 2007, Indonesia mampu menghasilkan 17,37 juta ton CPO. Sejalan dengan peningkatan produksi CPO, maka LCPKS yang dihasilkan juga meningkat. Setiap 1 ton CPO dihasilkan 2,5 ton limbah cair, maka dari produksi CPO per tahun 2007 saja akan dihasilkan LCPKS sebanyak 43,425 juta ton. (Dirjenbun, 2008). Subdit pengelolaan lingkungan direktorat pengolahan hasil pertanian Ditjen PPHP, Deptan (2006) memaparkan karakteristik LCPKS yang mengandung bahan organik yang tinggi, bersifat asam dengan pH 4 memiliki kadar air 95%, 4,5% padatan dalam bentuk tersuspensi, 0.5-1% sisa minyak dan lemak emulsi. Limbah ini bersifat nontoksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak. Dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) 21280 mg/l dan chemical
oxygen demand (COD) 34720 mg/l, tanpa pengolahan lanjut akan membebani
lingkungan. Oksigen yang terlarut dalam badan air akan digunakan untuk menguraikan limbah tersebut sehingga akan terjadi defisit oksigen. Hal ini sama saja dengan membunuh tumbuhan atau tanaman yang hidup dibadan air tersebut yang juga membutuhkan oksigen terlarut untuk pernafasannya. Setelah terjadi defisit oksigen maka akan terjadi perombakan bahan organik yang terdapat pada limbah industri minyak kelapa sawit secara anaerob (Limbah-sawit.htm, 2008; Penelitian Kelapa Sawit, 2009).
Pada kolam anaerobik, seperti pada umumnya dimiliki oleh pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia, limbah mengalami perombakan senyawa organik majemuk menjadi senyawa asam yang mudah menguap dengan memanfaatkan aktivitas bakteri.
(29)
Pengolahan limbah secara konvensional tersebut masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya membutuhkan waktu retensi yang relatif lama (90-120 hari), membutuhkan areal dan biaya pemeliharaan kolam yang tinggi, hilangnya nutrisi, serta pencemaran udara dan air. Maka dikembangkan suatu konsep alternatif penanganan LCPKS, yakni pemisahan lumpur dan diikuti dengan pengolahan fase cair LCPKS pada reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT) yang bertujuan mengurangi COD dan BOD, nitrogen dan pasir serta mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya (Erwinsyah dkk, 2008; Wulfert dkk, 2000).
Perbandingan COD dan BOD yang tinggi, yaitu 0,6 menunjukkan bahwa limbah industri kelapa sawit bersifat biodegrabilitas dan bila diolah secara biologi akan jauh lebih bermanfaat. Menurut Wu dkk (2009) LCPKS merupakan media yang sesuai untuk menghasilkan PHA. LCPKS mengandung asam-asam organik yang tinggi dan sesuai untuk digunakan sebagai sumber karbon. Namun LCPKS biasanya dalam bentuk kompleks yang tidak bisa secara langsung dimanfaatkan oleh bakteri untuk merombaknya menjadi PHA. Maka dibutuhkan treatment anaerobik untuk mengurangi kekompleksan senyawanya. Zakaria dkk (2008) dalam penelitiannya memanfaatkan asam-asam lemak volatil seperti asetat, propionat dan butirat hasil penguraian tersebut yang kemudian akan digunakan bakteri untuk mengakumulasikan PHA.
PHA yang merupakan poliester linear yang diproduksi di alam oleh bakteri yang menyimpan karbon dan energi dengan cara memfermentasi gula atau lipid. Lebih dari 150 monomer berbeda yang dapat dikombinasikan yang akan memberikan sifat yang
(30)
berbeda, namun biaya produksi yang masih tinggi menghambat penggunaan PHA sebagai bioplastik (Wikipedia, 2009).
Salmiati dkk (2007) menggunakan LCPKS sebagai sumber organik dalam dua proses tahapan asidogenesis dan polimerisasi asam dengan menggunakan reaktor anaerobik
continuous flow yang menghasilkan asam lemak volatil untuk memproduksi PHA
dengan kandungan berat sel kering maksimumnya 40%. Sedangkan Mumtaz dkk (2008) memanfaatkan asam-asam organik yang diperoleh dari pengolahan parsial anerobik LCPKS menggunakan sistem penyaringan dan penguapan skala pilot mampu menghemat secara signifikan 50% biaya produksi PHA. Wu dkk (2009) memberikan estimasi bahwa lebih dari 40% dari biaya produksi PHA adalah untuk keperluan bahan baku dan dari keseluruhan prosesnya lebih dari 70% dipergunakan untuk sumber karbon.
Pemanfaatan LCPKS yang bersumber dari RANUT skala laboratorium dengan menggunakan bakteri yang diisolasi dari kedua sumber (kolam deoiling dan RANUT) tersebut yang selanjutnya akan memecah asam-asam organik berberat molekul rendah dari RANUT dengan variasi nutrisi glukosa sebagai sumber karbon diharapkan oleh penulis mampu menghasilkan PHA dengan kualitas yang baik sekaligus dapat menghemat biaya produksi.
1.2 Perumusan Masalah
(31)
1. Bagaimana mengisolasi dan menyeleksi bakteri potensial yang dapat menghasilkan PHA dari LCPKS.
2. Bagaimana pengaruh nutrisi glukosa, temperatur dan waktu inkubasi yang diberikan pada bakteri potensial hasil seleksi tersebut dalam mengakumulasikan PHA dari LCPKS dari sumber keluaran RANUT.
1.3 Pembatasan Masalah
1. Pengisolasian dan penyeleksian bakteri yang dianggap potensial untuk mengakumulasi PHA dari LCPKS diambil dari 2 sumber keluaran yang telah mendapat kombinasi perlakuan aerob dan anaerob yaitu LCPKS yang berasal dari kolam deoiling dan tangki RANUT.
2. Bakteri yang terseleksi dan dianggap potensial dalam mengakumulasikan PHA kemudian diinokulasikan untuk dibiakkan ke dalam media LCPKS yang berasal dari tangki RANUT yang diberi nutrisi berupa 3 g ekstrak sapi, 5 g pepton, 1 g yeast ekstrak, dan glukosa yang divariasikan(2, 3, 5, 7, 8) g per liter media biakan (pengembangan dari metode yang digunakan Das, dkk, 2005), pH diatur tetap 7 dengan penambahan NaOH 0,1N, temperatur inkubasi 25, 27, 30, 33, 35 0C, variasi waktu inkubasi 2, 3, 5, 7, 8 hari.
(32)
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengisolasi dan menyeleksi bakteri yang dianggap potensial dalam menghasilkan PHA.
2. Untuk mengetahui optimasi nutrisi glukosa, temperatur dan waktu inkubasi bakteri dalam menghasilkan PHA.
3. Untuk mengetahui jenis dan sifat PHA yang dihasilkan oleh bakteri potensial berdasarkan karakterisasi yang dilakukan pada PHA tersebut.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Pemanfaatan LCPKS sebagai sumber bakteri sekaligus media yang potensial dalam proses pembuatan PHA.
2. Memberikan nilai tambah terhadap alternatif pengelolaan LCPKS dan pemanfaatan mikroba sebagai penghasil PHA.
3. Sebagai dasar dalam perancangan proses produksi PHA secara kontinu.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Bioproses Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)-Medan. Pengukuran viskositas sel PHA, analisa fourier transfer-infra red (FT-IR) dan analisa bentuk mikroskopis granula PHA dilakukan di Laboratorium
(33)
Bioproses dan Oleokimia PPKS-Medan, analisa differential scanning calorimetry
(DSC) sel polimer PHA dilakukan di Laboratorium Sentra Teknologi Polimer, Tangerang-Banten. Analisa scanning electron microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter (PPGL)-Bandung.
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yang dilakukan dengan dua tahap, yaitu:
1. Penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mengisolasi dan menyeleksi bakteri pengakumulasi PHA yang berasal dari dua sumber keluaran LCPKS (kolam deoiling dan RANUT), menentukan respon optimum dari masing-masing variabel yang selanjutnya akan digunakan dalam central composite design (CCD).
2. Penelitian utama, yang bertujuan untuk menentukan respon optimum yang dapat diperoleh melalui interaksi masing-masing variabel.
Penentuan nilai variabel untuk penelitian utama berdasarkan penelitian pendahuluan dengan rancangan percobaan CCD:
(34)
1. Pengisolasian bakteri yang berasal dari dua sumber keluaran LCPKS, kolam deoiling dan RANUT dan dilakukan kontrol dengan Bacillus megaterium
dan Pseudomonas putida dari strain murni.
2. Penyeleksian bakteri yang dianggap potensial dalam mengakumulasikan PHA dalam media sintetik yang terdiri atas 1,5 g ekstrak sapi, 2,5 g pepton, 0,5 g yeast ekstrak, dan 1 g glukosa yang dilarutkan dalam 500 ml aquadest dan disterilisasi dan dilakukan kontrol dengan Pseudomonas putida. Dengan waktu inkubasi 7 hari, temperatur inkubasi ± 28 0C dan pH 7.
3. Optimasi waktu inkubasi 7 hari, temperatur inkubasi 41 0C untuk bakteri strain terpilih yang diinokulasikan pada media RANUT tanpa penyaringan dengan nutrisi tambahan (1,5 g ekstrak sapi, 2,5 g pepton, 0,5 g yeast ekstrak, dan 1 g glukosa) dan dilakukan kontrol pada penelitian dengan menginokulasikan bakteri tanpa penambahan nutrisi.
4. Optimasi waktu inkubasi 5, 6 hari, temperatur inkubasi 37 0C untuk bakteri strain terpilih yang diinokulasikan pada media RANUT dengan penyaringan pada kertas saring 48 mm dengan nutrisi tambahan (1,5 g ekstrak sapi, 2,5 g pepton, 0,5 g yeast ekstrak, dan 1 g glukosa).
Variabel terikat:
1. Berat sel kering (CDW) (%) 2. Berat PHA (g/L)
3. Kadar COD (mg/L) 4. Kadar TSS (mg/L)
(35)
Variabel penelitian utama (bebas):
1. Konsentrasi glukosa (g/L) : (2, 3, 5, 7,8) 2. Temperatur inkubasi (oC) : (25, 27, 30, 33, 35) 3. Waktu inkubasi (hari) : (2, 3, 5, 7, 8)
LCPKS diambil dari Adolina, PTPN IV Perbaungan, Serdang Bedagei. diencerkan sampai 10-7 (10000000 x), kemudian ketujuh limbah yang telah diencerkan dibiakkan dalam media nutrient agar dan diinkubasi pada temperatur 25oC dalam laminar air flow selama 65 jam.
Isolat bakteri yang dianggap potensial diuji dengan cara analisa makroskopis (pengamatan visual dari segi bentuk permukaan, pigmen, dan jumlah koloni) dan analisa mikroskopis (pengamatan mikroskopis dari segi pewarnaan gram, bentuk sel dan ada tidaknya kapsul pada bakteri tersebut) dengan menggunakan mikroskop stereo-unico perbesaran 1250 x.
Bakteri yang telah diseleksi dimurnikan dalam kultur biakan nutrient agar dan dinkubasi dalam inkubator dengan temperatur 30oC. Selanjutnya dilakukan uji biokimia pada media yang berbeda antara lain: produksi urease, produksi katalase, pembentukan indol, metil-red,Voges-Proskauer, reduksi nitrat, dekarboksilasi asam amino, penggunaan karbohidrat secara oksidasi/fermentasi, penggunaan sitrat, produksi asam dari (glukosa, laktosa, sukrosa, D-mannitol).
(36)
Dilakukan uji karakteristik kultural antara lain: koloni ditumbuhkan pada media nutrient agar, media KCN, media toluene 5%, media Endo agar dan media NaCl 5% dalam nutrient broth, media cetrimide agar). Berdasarkan American type culture collection catalogue of bacteria and phages (Gherna dkk, 1989).
Validasi dilakukan perbandingan dengan bakteri strain murni Pseudomonas putida
dan Bacillus megaterium baik secara morfologi (makroskopis dan mikroskopis) serta uji biokimia, selanjutnya ditentukan berdasarkan Bergey’s manual of determinative bacteriology (Holt dkk, 2000).
Sel kering (CDW) PHA diperoleh dengan disentrifugasi pada 9000 rpm selama 12 menit, kemudian dicuci dengan air destilasi steril dan disentrifugasi kembali lalu ditimbang sel basah yang diperoleh kemudian dikeringkan di atas penangas air untuk selanjutnya ditentukan berat kering selnya (CDW). CDW yang diperoleh diresuspensi dalam 5 ml chloroform:methanol (1:1), dihomogenisasi dengan vortex, ditambahkan volume yang sama untuk 1 M KCl dan 0,2 M asam posfor kemudian dihomogenisasi kembali, lalu disentrifugasi 10000 rpm selama 2 menit, diambil fase bawah dan diuapkan dalam temperatur ruang, berdasarkan Protocol Index, 2006 (modifikasi Lipid Extraction – Bligh and Dyer, 1959). Ditentukan berat kering sel dan berat polimer PHA serta total suspended solid, dan kadar COD yang dihasilkan.
Uji karakterisasi untuk berat molekul PHA yang dihasilkan dilakukan pengukuran viskositas menggunakan viscosimeter Anton Paar dan dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink (Attkins PW, 1990; Sperling LH, 2006) diperoleh
(37)
konversi berat molekulnya, bentuk mikroskopis granula PHA dengan mikroskop elektron Stereo-unico perbesaran 1250 x, struktur polimer PHA dengan fourier transfer-infra red (FT-IR), bentuk morfologi sel PHA dengan scanning electron
microscopy (SEM), analisa termal (Transisi kaca (Tg), titik leleh (Tm) dan
(38)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plastik
2.1.1 Pengertian
Plastik adala Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau "monomer". Istilah plastik menca polimer alami yang termasuk plastik. Plastik terbentuk dari penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan performa atau ekonomi (Wikipedia, 2009; Azizah, 2009).
Plastik merupakan material yang secara luas dikembangkan dan digunakan sejak abad ke-20 yang berkembang secara luar biasa penggunaannya dari hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930-an, menjadi 220 juta ton/tahun pada ta 2009).
2.1.2 Plastik Konvensional (non-biodegradabel)
Ratusan juta ton plastik yang digunakan di bumi ini, maka ratusan juta ton juga sampah plastik yang dihasilkan dan menjadi polutan utama dunia. Karena bahan dasar plastik adalah phthalate ester, di(ethylhexyl) phthalate (DEHP) yang bersifat stabil, sukar diuraikan oleh mikroorganisme sehingga kita terus-menerus memerlukan area untuk pembuangan sampah. Pada makanan yang dikemas dalam bungkus plastik, adanya migrasi zat-zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika
(39)
makanan tersebut tak cocok dengan kemasan atau wadah penyimpannya yang tidak mungkin dapat dicegah 100% (terutama jika plastik yang digunakan tak cocok dengan jenis makanannya). Migrasi monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan atau penyimpanan dan (Koswara S, 2006)
Plastik mudah terbakar, ancaman terjadinya kebakaran pun semakin meningkat. Asap hasil pembakaran bahan plastik sangat berbahaya karena mengandung gas-gas beracun seperti hidrogen sianida (HCN) dan karbon monoksida (CO). Hidrogen sianida berasal dari polimer berbahan dasar akrilonitril, sedangkan karbon monoksida sebagai hasil pembakaran tidak sempurna. Hal inilah yang menyebabkan sampah plastik sebagai salah satu penyebab pencemaran udara dan mengakibatkan efek jangka panjang berupa pemanasan secara global pada atmosfer bumi.
Sampah plastik yang berada dalam tanah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun anorganik semakin berkurang, hal ini menyebabkan jarangnya fauna tanah, seperti cacing dan mikorganisme tanah, yang hidup pada area tanah tersebut, dikarenakan sulitnya untuk memperoleh makanan dan berlindung. Selain itu kadar O2 dalam tanah semakin sedikit, sehingga fauna tanah sulit untuk bernafas dan akhirnya mati. Ini berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup pada area tersebut. Tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya (Ahmann D dan Dorgan J R, 2007).
(40)
2.1.3 Bioplastik (Biodegradabel)
Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk pelestarian lingkungan, kebutuhan bahan plastik biodegradabel mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, diproyeksikan produksi plastik biodegradabel akan mencapai 1.200.000 ton atau menjadi 1/ 10 dari total produksi bahan plastik. Industri plastik biodegradabel akan berkembang menjadi industri besar di masa yang akan datang (Pranamuda H, 2009)
Bioplastik adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir berupa air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan tanpa meninggalkan sisa yang beracun. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan (Worldcentric, 2009; Pranamuda H, 2009).
Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik biodegradabel dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia (non-renewable resources) dengan bahan aditif dari senyawa bio-aktif yang bersifat biodegradabel, dan kelompok kedua adalah dengan keseluruhan bahan baku dari sumber daya alam terbarukan (renewable resources) seperti dari bahan tanaman pati dan selulosa serta hewan seperti cangkang atau dari mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk mengakumulasi plastik yang berasal dari sumber tertentu seperti lumpur aktif atau
(41)
HardaningI mage1.gif (6425 by tes)
limbah cair yang kaya akan bahan-bahan organik sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme tersebut (Wikipedia, 2009; Adam S dan Clark D, 2009).
Gambar 2.1. Proyeksi produksi plastik biodegradabel
Menurut laporan Pranamuda H (2009) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa saat ini polimer plastik biodegradabel yang telah diproduksi adalah kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik. Plastik biodegradabel yang sudah diproduksi skala industri, antara lain:
a. Poli (ε-kaprolakton) (PCL) : PCL adalah polimer hasil sintesa kimia menggunakan bahan baku minyak bumi. PCL mempunyai sifat biodegradabilitas yang tinggi, dapat dihidrolisa oleh enzim lipase dan esterase yang tersebar luas pada tanaman, hewan dan mikroorganisme. Namun titik lelehnya yang rendah, Tm =60oC, menyebabkan bidang aplikasi PCL menjadi terbatas (Awaliyyah RF, 2008; Pranamuda H, 2009).
(42)
b. Poli (ß-hidroksi butirat) (PHB) : PHB adalah poliester yang diproduksi sebagai cadangan makanan oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia) eutrophus, Bacillus megaterium dsb. PHB mempunyai titik leleh yang tinggi (Tm = 180o C), tetapi karena kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik (Ping KC, 2006).
c. Poli (butilena suksinat) (PBS): PBS mempunyai titik leleh yang setara dengan plastik konvensional polietilen, yaitu Tm =113o C.
d. Poli asam laktat (PLA) : PLA merupakan poliester yang dapat diproduksi menggunakan bahan baku sumberdaya alam terbarui seperti pati dan selulosa melaui fermentasi asam laktat. PLA mempunyai titik leleh yang tinggi sekitar 175o C, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparan (Kurniawan RA, 2010; Pranamuda H, 2009).
H
(43)
Gambar 2.2. Plastik biodegradabel dari golongan poliester alifatik
2.2 Bioplastik PHA 2.2.1 Sejarah
PHA telah diteliti oleh Beijerinck pada tahun 1888 di bawah mikroskop sebagai granula-granula yang berada di dalam sel-sel. Dan komposisi PHA ditemukan oleh Lemoigne pada tahun 1927 diidentifikasi sebagai asam 3-hidroksibutirat yang diakumulasikan oleh Bacillus megaterium. Dan pengembangan penelitian saat ini ditujukan pada aspek yang berbeda dari mikroorganisme untuk beberapa sifat polimer yang diproduksi (Purwadi R, 2006).
Berbagai mikroorganisme seperti Alcaligenes, Azotobacter, Bacillus, Nocardia, Pseudomonas, dan Rhizobium mengakumulasi polihidroksialkanoat sebagai material cadangan energi. Masing-masing mikroorganisme menghasilkan komposisi polimer PHA yang berbeda. Jenis sumber karbon yang dikonsumsi oleh mikroorganisme juga menentukan jenis PHA yang dihasilkan. PHA sendiri adalah material cadangan mikroba, sehingga diharapkan mudah termetabolisasi oleh mikroorganisme denitrifikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses denitrifikasi jenis ini adalah kristalinitas polimer. PHA yang bersifat amorf lebih mudah terdegradasi daripada PHA yang bersifat kristalin. PHA bentuk amorf berada dalam tubuh bakteri (intraseluler), sedangkan produk PHA yang telah diekstraksi (ekstraseluler) berbentuk kristalin (Yan dkk, 2009; Coats dkk, 2007; Rahayu D, 2007).
(44)
2.2.2 Penggolongan PHA
PHA merupakan poliester yang tersusun atas monomer-monomer hidroksikarboksilat. Monomer-monomernya terdiri atas rantai karbon, 3-18 atom karbon. Struktur dari PHA termasuk homo dan heteropolimer. Lebih dari 91 kemungkinan konstituen biosintesis PHA (Ojumu dkk, 2004; Purwadi R, 2006).
Lebih dari 250 bakteri yang berbeda, termasuk spesies gram negatif dan gram positif mampu mengakumulasikan PHA. PHA dapat dibagi atas dua gugus besar berdasarkan jumlah rantai atom karbon pada unit monomernya:
1. Panjang rantai pendek (short chain length/SCL): PHA yang mengandung atom C3 -C5.
2. Panjang rantai sedang (medium chain length/MCL): PHA yang mengandung atom C6-C14
3. Panjang rantai panjang (long chain length/LCL) ): PHA yang mengandung atom lebih banyak dari C14(Kadouri dkk, 2005; Ojumu dkk, 2004).
(45)
n = 1 R= hidrogen poli(-3-hidroksipropionat/3HP) = metil poli(-3-hidroksibutirat/3HB) = etil poli(-3-hidroksivalerat/3HV) = propil poli(-3-hidroksiheksanoat/3HH) = pentil poli(-3-hidroksioktanoat/3HO) = nonil poli(-3-hidroksidodekanoat/3HDD) n = 2 R= hidrogen poli(-4-hidroksibutirat/4HB) R= metil poli(-4-hidroksivalerat/4HV) n = 3 R= metil poli(-5-hidroksivalerat/5HV) R= etil poli(-5-hidroksiheksanoat/5HH) n = 4 R= heksil poli(-6-hidroksidodekanoat/6HDD)
H OH
Gambar 2.3. Struktur umum PHA
2.2.3 Biosintesis PHA
PHA dapat diperoleh dengan tiga cara: biosintesis dengan mikroorganisme, transgenik tumbuhan, biosintesis in vitro menggunakan enzim. Pada kebanyakan bakteri, sel-sel mensintesis PHA di bawah kondisi substrat yang terbatas selain karbon, seperti nitrogen, posfor atau oksigen. Pengakumulasian PHA terjadi pada saat karbon dan sumber energi lainnya dalam kondisi kekurangan (Kadouri dkk, 2005; Purwadi R, 2006).
Jalur biosintesa PHA dalam merombak karbon sebagai sumber makanan melibatkan 3 enzim sekaligus, yaitu β-ketothiolase (PhbA), suatu NADPH-bersinergi dengan
acetoacetyl coenzyme A (acetoacetyl-CoA) reduktase (PhbB) dan PHB sintase
(PhbC). Jika PHA yang diproduksi dalam bentuk kopolimer seperti PHBV, maka langkah pertama yang diproduksi adalah PHB yang dikatalisasi oleh β-ketothiolase
(46)
Pembentukan kopolimer PHBV melibatkan reaksi kondensasi acetyl-CoA dengan
propionyl-CoA untuk membentuk β-ketovaleryl-CoA. Selanjutnya, acetoacetyl-CoA
dan β-ketovaleryl-CoA menjadi polimer PHBV dengan aktivitas reduktase dan
sintase. (Slater dkk, 1998)
Gambar 2.4. Jalur Biosintesa produksi PHA
2.2.4 Sifat Kimia dan Fisika PHA
PHA tidak beracun, biokompatibel, termoplastik biodegradabel yang dapat diproduksi dari sumber terbarukan, PHA memiliki derajat polimerisasi yang tinggi, kristalinitas yang tinggi, optis aktif dan isotaktik (sifat stereokimia dalam pengulangan unitnya), piezoelektrik dan tidak larut dalam air. Sifat-sifat ini membuatnya mampu menyaingi polipropilen, plastik yang disintesis dari petrokimia (Purwadi R, 2006; Yilgor P dkk, 2007).
(47)
Ketidakjenuhan dalam rantai PHA meningkatkan kelastisitasannya, dan gugus fungsi yang berbeda mengubah sifat fisika dan kimianya. PHA dengan gugus rantai pendek lebih keras, kristalinitasnya lebih tinggi, namun PHA dengan gugus rantai yang panjang lebih bersifat elastomer. PHB jauh lebih tinggi kristalinitasnya, kaku dan rapuh. Sumber karbon dan strain bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi mempengaruhi sifat dan kemungkinannya dalam menghasilkan polimer yang kaku, rapuh atau elastis.
Sebagai tambahan untuk memperjelas gugus samping, monomer PHA dengan percabangan, kejenuhan, ketidakjenuhan dan gugus samping aromatis juga ditemukan. Dan juga gugus fungsi dalam rantai samping seperti halogen, karboksil, hidroksil, epoksi, fenoksi, sianofenoksi, nitroin fenoksi, tiofenoksi, metilester merupakan gugus yang sering digunakan dalam modifikasinya. Panjang rantai, kejenuhan, dan gugus fungsi dari rantai samping juga mempengaruhi sifat titik leleh (Tm), transisi kaca (Tg) dan kristalinitas (Yilgor P dkk, 2007).
Tabel 2.1. Perbandingan PHA dan Polipropilen.
PARAMETER PHB§ PHBV
*
PHB4B **
PHBHx ***
PP
Tm, titik leleh (0C) 177 145 150 127 176
Tg, transisi kaca (0C) 2 -1 -7 -1 -10
Kristalinitas (%) 60 56 45 34 50-70
σ, kekuatan tarik (MPa) 43 20 26 21 38
(48)
§ P3HB - * mengandung 20% 3HV - ** mengandung 16% 4HB - *** mengandung 10% 3HHx (Sumber Yilgor P dkk, 2007).
2.2.5 Degradasi
Gambar 2.5. Biodegradasi P(3HB-co-3HHx) film pada lingkungan tropis mangrove selama 3 minggu berturut-turut..
PHA adalah 100% polimer biodegradabel, merupakan poliester dari berbagai hidroksialkanoat (HA) yang disintesis oleh sejumlah mikroorganisme sebagai penyimpan energi bahan-bahan organik di bawah kondisi substrat yang tidak seimbang. PHA memiliki kesamaan sifat dan kegunaan dengan termoplastik hasil sintetis seperti polipropilen. PHA didegradasi secara total menjadi air dan karbon dioksida di bawah kondisi aerobik dan menjadi metana di bawah kondisi anaerobik oleh mikroorganisme di dalam tanah, danau, air selokan, dan air laut (Purwadi R 2006; EcoBioMaterial, 2009).
2.3 Faktor yang mempengaruhi sintesis PHA 2.3.1 Mikroorganisme
Bakteri yang digunakan dalam memproduksi PHA dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan kondisi biakan yang dibutuhkan dalam mensintesa PHA. Yang
(49)
tergolong dalam bakteri ini adalah bakteri yang membutuhkan nutrisi penting terbatas seperti nitrogen, posfor, magnesium atau sulfur untuk mensintesa PHA dari sumber karbon yang tersedia. Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah R. eutropha,
Protomonas extorquens, dan Protomonas oleovorans. Golongan kedua adalah
bakteri-bakteri yang tidak membutuhkan nutrisi terbatas dalam mensintesa PHA dan polimernya diakumulasikan selama masa pertumbuhan. Antara lain Alcaligenes latus, strain mutasi dari Azotobacter vinelandii dan rekombinan E. coli. Karakteristik ini akan membantu dalam pensintesaan PHA.
Ada sekitar 300 bakteri yang berbeda yang telah diidentifikasi mampu mensintesa PHA, antara lain: cyanobacteria, P. aeruginosa, rekombinan Bacillus subtilis, dan
Comamonas sp (Kadouri dkk, 2005; Purwadi R, 2006).
2.3.2 Biakan
Sebagai suatu bentuk alternatif untuk biakan tunggal, biakan campuran juga lazim digunakan dalam mensintesa PHA. Biakan campuran biasa digunakan dalam pengolahan limbah cair, lumpur aktif yang memiliki kemampuan dalam mengakumulasikan PHA sebagai karbon dan bahan energi yang tersimpan di bawah kondisi yang tidak stabil. Mikroorganisme akan menggali kemampuannya dan mengubah kondisinya demi menyesuaikan diri dengan ketersediaan nutrisi dan mampu beradaptasi secara kontinu untuk mengubah substrat yang tersedia menjadi PHA (Purwadi R, 2006; EcoBioMaterial, 2009).
(50)
2.3.2.1LCPKS
Pada saat ini pengolahan limbah cair industri kelapa sawit umumnya dilakukan dengan menggunakan metode proses kombinasi, yaitu fisika dan biologi. Metode ini mempunyai kelebihan pengolahannya cukup murah, tetapi kekurangannya adalah lahan yang digunakan untuk pengolahan limbah cair cukup besar, tetapi bagi industri yang mempunyai lahan terbatas karena proses diatas sulit dilakukan untuk membantu industri yang mempunyai keterbatasan lahan (Agustina dkk, 2008).
2.3.2.2 Karakteristik LCPKS
Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi oleh mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. umumnya berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan BOD tinggi. Oleh karenanya dalam pengelolaan limbah perlu diketahui karakteristik limbah tersebut. Dari Balance sheet ekstraksi minyak kelapa sawit diketahui bahwa jumlah air imbah yang dihasilkan dari 1 ton CPO yang diproduksi adalah 2,50 ton disajikan pada Tabel 2.3.
Bila limbah cair ini dibuang ke perairan akan berpotensi mencemari lingkungan karena akan mengurani biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, sehingga harus diolah sebelum dibuang. Standar baku mutu lingkungan limbah yang dihasilkan pabrik CPO (Musanif, J & Sulaiman D, 2009).
(51)
Limbah cair yang ditampung pada kolam-kolam terbuka akan melepaskan gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Selain itu gas metan tersebut juga menimbulkan bau yang tidak sedap (Ipteknet, 2009).
Tabel 2.2. Komposisi jumlah air limbah dalam 1 ton CPO.
No. Uraian Kapasitas
1. Air 2,35 ton
2. NOS (Non Oil Solid) 0,13 ton
3. Minyak 0,02 ton
4. Jumlah 2,50 ton
Sumber: Subdit pengelolaan lingkungan direktorat pengolahan hasil pertanian Ditjen PPHP, Deptan, 2006
Tabel 2.3. Kualitas limbah cair kelapa sawit di Indonesia. No. Parameter Lingkungan
(mg/L)
Kisaran Rata-rata Baku Mutu MENLH (2006)
1. BOD 8.200 - 35.000
(21.280)
250
2. COD 15.103 - 65.100
(34.720)
500
3. TSS 1.330 - 50.700
(31.170)
300
4. Nitrogen Total 12 - 126 (41) 20
Sumber: Subdit pengelolaan lingkungan direktorat pengolahan hasil pertanian Ditjen PPHP, Deptan, 2006
2.3.2.3 Proses Pengolahan LCPKS
Teknik pengolahan limbah cair industri kelapa sawit pada umumnya menggunakan metode pengolahan limbah kombinasi. yaitu dengan sistem proses
(52)
ke bak penampungan untuk dipisahkan antara minyak yang terikut dan limbah cair. Setelah itu maka limbah cair dialirkan ke bak anaerobik untuk dilakukan proses anaerobik.Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan proses degradasi senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat dalam limbah cair oleh bakterianaerobik tanpa kehadiran Oksigen menjadi biogas yang terdiri dari CH4 (50-70%), serta N2, H2, H2S dalam jumlah kecil. Waktu tinggal limbah cair pada bioreaktor anaerobik adalah selama 30 hari. Proses anaerobik dapat menurunkan kadar BOD dan COD limbah cair sebanyak 70 %. Setelah pengolahan limbah cair secara anaerobik dilakukan pengolahan limbah cair dengan proses aerobik selama 15 hari. Pada proses pengolahan secara aerobik menunjukkan penurunaan kadar BOD dan Kadar COD adalah sebesar 15 % (Agustina dkk, 2008; Satria H, 1999; Penelitian Kelapa Sawit, 2009).
Secara konvensional pengelohan LCPKS dilakukan dengan sistem kolam memiliki waktu retensi sekitar 90-120. Keuntungan dari cara ini antara lain:
1. Sederhana
2. Biaya investasi untuk peralatan rendah 3. Kebutuhan energi rendah
Akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sistem kolam mempunyai beberapa kerugian antara lain:
1. Kebutuhan areal untuk kolam cukup luas (sekitar 5 ha untuk PKS dengan kapasitas 30 ton/jam)
(53)
3. Hilangnya nutrisi (N, P, K, Mg, Ca) pada waktu limbah dibuang ke sungai dan juga dapat menyebabkan pencemaran.
4. Emisi gas metana ke udara bebas (Wulfert dkk, 2000).
Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia tentang pelestarian lingkungan hidup serta adanya persaingan pasar global, maka mutu produk tidak hanya dilihat dari aspek fisik dan kimianya saja, tetapi aspek lingkungan. Eko label telah menjadi parameter pada mutu produk pada saat ini. Salah satu konsep tersebut adalah dengan penanganan LCPKS secara anaerobik dengan reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). Keunggulan RANUT ialah kebutuhan energi yang rendah, mudah dalam pengoperasian, mudah dalam start-up, serta kinerjanya tinggi (Erwinsyah dkk, 2008; Wulfert dkk, 2000).
2.3.3 Substrat
Meskipun PHA mampu menggantikan plastik kovensional karena biodegradabilitasnya, namun dalam segi biaya produksi 5-10 kali lebih tinggi dari plastik konvensional. Hal tersebut terjadi dikarenakan mahalnya sumber karbon sebagai substrat. Perhitungan biaya produksi PHA didasarkan pada sumber karbonnya. Dan riset yang berkembang saat ini dikonsentrasikan pada bagaimana strategi dalam menekan biaya produksi PHA (Huey CS, 2006).
Kegunaan dari alternatif karbon berhubungan dengan pengembangan strain termasuk gliserol sebagai co-produk, limbah cair menggunakan lumpur aktif, asam glutamat
(54)
dalam limbah cair, limbah cair pabrik minyak zaitun, limbah cair pabrik kelapa sawit, minyak kacang kedelai, dan limbah perkebunan (Purwadi R, 2006).
Kandungan PHA dan komposisinya dipengaruhi oleh strain mikroorganisme, tipe substrat dan konsentrasi yang digunakan, kondisi lingkungan tumbuhnya (Punrattanasin W, 2001).
Tabel 2.4. Produksi PHA oleh mikroorganisme sesuai kondisi tumbuhnya.
Substrate Polyhydroxyalkanoate (PHA)
Homopolymers Copolymers
Gram-Positive Gram-Negative Gram-Positive Gram-Negative
Glucose Bacillus
Streptococcus
Streptomyces
Azotobacter Comamonas Escherichia a
Pseudomonas Ralstonia Vibrio
Bacillus Pseudomonas
Ralstonia
Fructose Bacillus Comamonas
Ralstonia Bacillus Microlunatus Comamonas Sucrose Bacillus Streptococcus Alcaligenes Comamonas Vibrio
Bacillus Rhizobium
Sphingomonas Lactose Lactobacillus Lactococcus Streptococcus Comamonas Hydrogenophaga Methylobacterium Paracoccus Pseudomonas Sinorhizobium
Fatty acids Bacillus Brachymonas
Comamonas
Bacillus
Microlunatus
Aeromonas a
(55)
Pseudomonas Spirulina Vibrio
Escherichia a
Pseudomonas
Maltose Comamonas
Protomonas
Methanol Pseudomonas
Starch Azotobacter
Haloferax
Glycerol Escherichia a
Methylobacterium Ralstonia Vibrio Xylose Burkholderia Methylobacterium Agricultural Waste Bacillus Staphylococcus Alcaligenes Azotobacter Burkholderia
Escherichia a Haloferax Klebsiella a
Ralstonia
Bacillus Haloferax Klebsiella Pseudomonas Rhizobium Sphingomonas
Dairy Products Escherichia a
Hydrogenophaga Methylobacterium Pseudomonas Sinorhizobium Pseudomonas Ralstonia
Oily Waste Ralstonia Comamonas
Pseudomonas Ralstonia a
Industrial Waste Actinobacillus Bacillus Rhodococcus Azotobacter Burkholderia Pseudomonas Azotobacter
(56)
Sumber http://www.google.com/ Supplementary for PHA growth, 2009
2.3.4 Teknik Fermentasi
Biasanya, kondisi fermentasi harus didisain agar sel mampu mengakumulasi sumber karbon di dalam tubuh mereka membentuk polimer PHA dibanding untuk bereproduksi. Produksi PHA dengan fermentasi sangat bergantung pada sifat dari mikroorganisme yang akan digunakan untuk tujuan ini. Ketidakseimbangan nutrisi harus disediakan untuk mencegah melakukan reproduksi. Jumlah konsentrasi sel harus cukup tinggi agar mencapai produktifitas sel yang tinggi dalam mengakumulasi PHA. Lagipula, strategi fermentasi dilakukan untuk menambah densitas sel dengan menyediakan nutrisi yang cukup dalam media diikuti dengan bagaimana kondisi tumbuh dengan sumber karbon yang terbatas (Purwadi R, 2006).
2.3.5 Kultivasi PHA
Sebagai tambahan biaya dalam memperoleh biakan yang murni dan substrat organik, proses pemanenan polimer merupakan faktor yang mempengaruhi keseluruhan total biaya dari produksi PHA. Beberapa metode digunakan dalam kultivasi PHA, baik cara mengisolasi dan memurnikannya. Metode tersebut antara lain:
(57)
1) Ekstraksi pelarut
Metode ini digunakan dalam skala kecil laboratorium dengan hasil yang sama baiknya dengan produksi komersial. Dan digunakan hampir keseluruhan produksi PHA dengan mikroorganisme. Sejumlah besar pelarut yang digunakan merupakan pelarut-pelarut yang bisa melarutkan PHA yang viskositasnya sangat tinggi antara lain chloroform, metilena klorida atau 1,2-dicholoroetana, ethilena carbonat,
1,2-propylene carbonat, campuran 1,1,2-trichloroethane dengan air, dan campuran dari chloroform dengan methanol, ethanol, acetone atau hexane.
2) Digesti natrium hipoklorit
Natrium hipoklorit bahan selular non-PHA dan meninggalkan PHA murni yang tidak rusak. Kemudia PHA dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi, natrium hipoklorit merupakan oksidator kuat sesuai dengan dengan berat molekul yang tinggi dari polimer PHA.
3) Digesti enzimatis
Dalam alternatif penanggulangan biaya yang tinggi dari ekstraksi pelarut, maka metode ini dikembangkan. Treatmen yang dilakukan termasuk pemanasan (100-150°C) memecah sel dan mendenaturasi asam-asam nukleat, digesti enzimatis dan mencucinya dengan surfaktan anionik untuk melarutkan material sel non-PHA. Contoh enzim yang digunakan antara lain trypsin, pepsin, dan papain atau campuran dari ketiganya.
(58)
2.4. Potensi Aplikasi Bioplastik PHA
Kemungkinan aplikasi dari PHA berhubungan langsung dengan sifatnya yang biodegradabilitas, karakteristik termoplastik, sifat piezoelektrik, dan depolimerisasi PHB menjadi monomerik D(-)-3-asam hidrobutirat. Aplikasi dari bioplastik ini terkonsentrasi pada tiga area prinsip.
1) Aplikasi medis dan farmasi
Degradasi produk dari P(3HB), D(-)-3-asam hidrobutirat, adalah senyawa intermediet motabolik dalam seluruh organism tingkat tinggi, biokompatibilitas untuk jaringan hewan dan P(3HB) dapat diimplantasi dalam jaringan hewan tanpa menimbulkan racun. Lebih dari itu biodegradabel berlangsung lama untuk dosis obat di dalam tubuh, peralatan bedah, benang bedah, kain penyeka, pembalut luka, pengganti tulang dan pelat, pengganti pembuluh darah, dan stimulan untuk pertumbuhan dan penyembuhan tulang dikarenakan sifat piezoelektriknya
2) Aplikasi pertanian
PHA biodegradabel di dalam tanah. Penggunaannya pada pertanian begitu menjanjikan, sebagai sifat pembawa jangka panjang dosis insektisida, herbisida, ataupun pupuk, wadah penyemaian, sarung penutup daun muda, matriks biodegradabel untuk mengurangi obat dalam pengobatan hewan, pipa untuk irigasi pertanian dan tidak perlu menghilangkan sifat biodegradabilitasnya pada akhir musin panen.
(59)
3) Komoditas kemasan biodegradabel
Homopolimer PHB dan kopolimer PHB-PHV memiliki beberapa sifat yaitu kekuatan tarik dan fleksibilitas yang sama dengan polistiren dan polietilen. PHA dapat diproses dengan ekstruksi atau molding dan dicampurkan dengan polimer sintetis seperti polietilen klorinasi, untuk membentuk heteropolimer. Lagipula penambahan PHA dapat meningkatkan beberapa sifat dari polimer konvensional contoh pada akrilonitril dapat mengurangi viskositas leburannya. Dan setelah mengalami pencetakan sifat film PHB-nya memungkinkan untuk digunakan sebagai pembungkus makanan yang rendah diffusi oksigennya. Kemasan biodegradabel lainnya yang mampu dibuat dari bahan ini antara lain tas, wadah, alat penyukur janggut, perabotan rumah, popok, dan produk feminin (wanita) (Onar N, 2004; Punrattanasin W, 2001).
(60)
BAB III
BAHAN DAN METODE 3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini nutrient agar, beef ekstrak, peptone, bacto agar, yeast ekstarak, glukosa, sukrosa, laktosa, ferro sulfat, NaCl, natrium tiosulfat penta hidrat, phenol red, gelatin, magnesium sulfat, asam sitrat, amonium hidrogen posfat, kalium hidrogen posfat, bromotyhymol blue, monokalium posfat, metil red, bromokresol purple, parafin cair, natrium hidrogen posfat, kalium nitrat, asam sulphanic, -naftol, asam asetat, kristal violet, lugol, safranin, hidrogen peroksida, pereaksi kovacks, natrium asetat, toluene, endo agar, kalium sianida, cetrimide agar, aquadest, natrium hidroksida, kalium klorida, asam posfor, chloroform, kalium bikromat, asam sulfat-perak sulfat, ferro sulfat, indikator feroin, sudan black-B. semua berasal dari bahan p.a kecuali methanol dan alkohol teknis.
3.2 Alat
Perlatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas seperti desikator, plat kaca, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, gelas beaker, cawan petri, termometer,gelas ukur, buret, instrumen seperti Magnetik stirer, Vortex, Colony Counter, Oven Blower, Autoclave, Inkubator, Rotari Motor, Alat Vakum, Rotari Evaporator, Filter Millipore, Centrifuge, Mikroskop Stereo Unico, Stabinger Viscometer model SVM 3000 Anton Paar, Scanning Electron Microscope (JEOL JSM 6360LA), Scanning Calorimeter Mettler Toledo type 821, Fourier Transfer-Infra
(61)
Red (FT-IR) Perkin Elmer (model 1725X), Spektrofotometer UV-Visible Spektronik 21 D.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Penelitian Pendahuluan 3.3.1.1 Pengisolasian Bakteri
Sampel limbah sebagai sumber bakteri yang akan diisolasi berasal dari dua keluaran kolam deoiling dan RANUT, kemudian diencerkan sampai 10-7 (10000000x), ketujuh limbah yang telah diencerkan diambil 1 ml dituangkan kedalamnya media nutrient agar pada cawan petri dan diinkubasi pada suhu 25oC dalam laminar air flow selama 65 jam.
Isolat bakteri yang dianggap potensial diuji dengan cara analisa makroskopis (pengamatan visual dari segi bentuk permukaan, pigmen, dan jumlah koloni dengan colony counter) dan analisa mikroskopis (pengamatan mikroskopis dari segi pewarnaan gram, bentuk sel dan ada tidaknya kapsul pada bakteri tersebut) dengan menggunakan mikroskop stereo-unico perbesaran 1250 x.
Bakteri yang telah diisolasi, dimurnikan dalam nutrient agar dan dinkubasi dalam inkubator dengan suhu 30oC. Selanjutnya dilakukan uji biokimia dengan media yang berbeda antara lain: triple medium sugar iron agar (TSIA) (H2S dan katalase), sulfite indol motility (SIM), simon citrate agar (SCA), urease, metil red (MR), voges proskauer (PV), glukosa, laktosa, sukrosa, D-mannitol, dekarboksilase, oksidase/fermentase (OF) , phenilalanin, reduksi nitrat, oksidase.
(62)
Dilakukan uji karakteristik kultural antara lain: isolat ditumbuhkan pada media nutrient agar, KCN, toluene 5% dan 10%, Endo agar, NaCl 5% dalam nutrient broth dan cetrimide agar) berdasarkan American type culture collection catalogue of bacteria and phages (Gherna dkk, 1989).
Validasi dilakukan perbandingan dengan bakteri strain murni pseudomonas putida
dan bacillus megaterium baik secara morfologi (makroskopis dan mikroskopis) serta uji biokimia, selanjutnya ditentukan berdasarkan Bergey’s manual of determinative bacteriology (Holt dkk, 2000).
3.3.1.2 Penyeleksian Bakteri
Kemampuan bakteri dalam mengakumulasikan PHA dapat diketahui dengan dibiakkan dalam media sintetik (1,5 g ekstrak sapi, 2,5 g pepton, 0,5 g yeast ekstrak, dan 1 g glukosa) dilarutkan dalam 500 ml aquadest dan disterilisasi pada suhu 1210C. dan dilakukan kontrol dengan Pseudomonas putida. Dengan waktu inkubasi 7 hari, temperatur inkubasi ± 28 0C dan pH 7.
Optimasi waktu inkubasi 7 hari, temperatur inkubasi 41 0C untuk bakteri strain terpilih yang diinokulasikan pada media RANUT tanpa penyaringan dengan nutrisi tambahan (1,5 g ekstrak sapi, 2,5 g pepton, 0,5 g yeast ekstrak, dan 1 g glukosa) dan dilakukan kontrol pada penelitian dengan menginokulasikan bakteri tanpa penambahan nutrisi.
(63)
Optimasi waktu inkubasi 5,6 hari, temperatur inkubasi 37 0C untuk bakteri strain terpilih yang diinokulasikan pada media RANUT dengan penyaringan pada kertas saring 48 mm dengan nutrisi tambahan (1,5 g ekstrak sapi, 2,5 g pepton, 0,5 g yeast ekstrak, dan 1 g glukosa).
3.3.2. Penelitian Utama
3.3.2.1 Pengukuran Kurva Pertumbuhan Bakteri
2 liter larutan nutrient broth (6 g ekstrak sapi, 10 g pepton dan 2 liter aquadest) yang sudah disterilisasi pada suhu 121 0C diinokulasikan kedalamnya bakteri L131 kemudian diinkubasikan pada suhu ±30 0C dan diaduk dengan menggunakan magnetik bar. Diambil sebanyak 2 ml, dimasukkan ke dalam kuvet untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 486 nm setiap 12 jam. Dibuat kurva pertumbuhannya.
Diukur juga berat sel keringnya dengan mengambil 50 ml dan ditimbang berat sel basah, kemudian dioven pada suhu 1050C, disimpan dalam desikator kemudian ditimbang berat selnya, dihitung berat sel kering dan dibuat kurvanya. Dilakukan hal yang sama untuk limbah RANUT tanpa sterilisasi dan pada panjang gelombang 646 nm.
3.3.2.2 Optimasi Media Biakan dan Kondisi
Strain yang terpilih kemudian dibiakkan dengan cara diinokulasikan dalam media LCPKS dari keluaran Ranut dan ditambahkan nutrisi yang sama dengan media
(64)
sintetik yaitu 3 g ekstrak sapi, 5 g pepton, 1 g yeast ekstrak, dan glukosa yang divariasikan (2, 3, 5, 7,8) g per liter media biakan (pengembangan dari metode yang digunakan Das, dkk, 2005), pH diatur tetap 7 dengan penambahan NaOH 0,1N, temperatur inkubasi 25, 27, 30, 33, 35 0C, variasi waktu inkubasi 2, 3, 5, 7, 8 hari. Dilakukan analisa berat CDW, PHA, kadar TSS dan kadar COD setelah pemanenan.
3.3.3 Kultivasi Sel (Cell Dry Weight/ CDW)
Setelah diinkubasi, sel dipanen dengan cara disentrifugasi pada 9000 rpm selama 12 menit, kemudian dicuci dengan air destilasi steril dan disentrifugasi kembali, lalu sel basah yang diperoleh ditimbang kemudian dikeringkan di atas penangas air selanjutnya disimpan dalam desikator sampai berat konstan untuk kemudian ditimbang (Pengembangan metode Clowes dan Hayes, 1968). Berat CDW (%) ditentukan dengan penimbangan, dihitung sebagai berikut:
CDW =
W1 = Berat cawan kosong beserta tutup (gram) W2 = Berat cawan + sel basah (gram)
(65)
3.3.4 Pengekstraksian dan Purifikasi Polimer PHA
Resuspensi sel yang telah ditimbang dalam 5 ml chloroform:methanol (1:1), dihomogenisasi dengan vortex, ditambahkan volume yang sama untuk 1 M KCl dan 0,2 M asam posfor kemudian dihomogenisasi kembali. Sampel disentrifugasi 10000 rpm selama 2 menit, kemudian diambil fase bawahnya, diuapakan pada suhu ruang. Berdasarkan Protocol Index, 2006 (modifikasi Lipid Extraction – Bligh and Dyer, 1959). Berat sel polimer PHA ditimbang dan ditentukan sebagai berikut:
PHA =
W1 = Berat cawan + sel PHA (gram) W2 = Berat cawan kosong (gram)
3.3.5 Penentuan Kadar Total Suspended Solid (TSS)
25 ml larutan biakan disaring dengan filter millipore dan pompa vakum yang sudah ditimbang kertas saring ukuran 47 mm, kertas saring yang digunakan diketahui beratnya (A). Kemudian kertas saring yang berisi padatannya dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 1050C, didinginkan selama ±30 menit dalam desikator kemudian ditimbang (B) dan ditentukan kadarnya sebagai berikut:
A = Berat kertas saring (g)
(66)
3.3.6 Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD)
1 ml larutan biakan dimasukkan ke dalam tabung destruksi yang telah berisi 2,5 ml larutan K2Cr2O7 dan 2,5 ml larutan asam sulfat. Contoh didestruksi selama 2 jam pada suhu 1500C dalam reaktor COD, diangkat dan didinginkan, dilakukan hal yang sama pada blanko yang hanya berisi aquadest. Larutan contoh dan blanko dimasukkan ke dalam erlenmeyer sambil dibilas dengan air destilasi. Kemudian ditambahkan indikator feroin 2 tetes dan dititrasi dengan larutan FeSO4 sampai larut menjadi cokelat kemerahan.
Fp = Faktor pengenceran
B = Volume FeSO4 yang digunakan untuk titrasi blanko (ml) C = Volume FeSO4 yang digunakan untuk titrasi contoh (ml)
3.3.7 Analisa Mikroskopis Granula PHA
Larutan media (biakan) yang akan dipanen digoreskan dengan loop pada kaca objek, kemudian difiksasikan pada api lampu spritus sampai mengering, setelah itu diteteskan dengan sudan black-B, didiamkan selama 5 menit, dibilas dengan alkohol 70%, lalu dicek granulanya dibawah mikroskop stereo-unico dengan perbesaran 1250 x dan difoto dengan kamera digital.
3.3.8 Penentuan Berat Molekul
Berat molekul relatif dari PHA dihitung dengan mengukur viskositas intrinsik [η] dari 3 ml aliquot 0,1% (wt/v) larutan PHA dalam CHCl3 menggunakan Stabinger
(67)
Viscometer model SVM 3000 Anton Paar. Yang kemudian dikonversikan ke persamaan Mark-Houwink (Attkins PW, 1990; Sperling, LH, 2006 ):
[η] = KMa
[η] = Viskositas intrinsik (mPa.s) M = Berat molekul (g/mol) K = Konstanta pelarut (cm3/g)
a = Konstanta pelarut dalam kondisi theta (viskositas dinamik pada T0C)
3.3.9 Analisa FT-IR
Bioplastik PHA digiling dengan menggunakan mortar keramik sampai halus, kemudian ditambahkan pelet KBr dan dicatat spektrum infrared-nya pada range bilangan gelombang 250 sampai 4000 cm-1 dengan menggunakan Perkin Elmer Fourier transform infrared (FTIR) spectrophotometer (model 1725X) menggunakan KBr disc.
3.3.10 Analisa Termal Material dengan DSC
Sampel ditimbang 4,5 mg dan dimasukkan dalam cruicible 40 µL. Analisa dilakukan dengan kisaran temperatur -70 sampai 200oC dengan kecepatan 10 o
C/menit. Digunakan purge gas Nitrogen dengan kecepatan aliran 50mL/min. Alat uji yang digunakan adalah DSC Mettler Toledo type 821.
(68)
3.3.11 Analisa Scanning Electron Microscope (SEM)
Bioplastik PHA yang diperoleh ditentukan morfologi permukaan serta penampangnya dengan alat SEM (JEOL JSM 6360LA) dengan perbesaran 750x dan perbesaran 3000x.
3.4 Rancangan Percobaan
Metode response surface methodology (RSM) digunakan untuk mendesain percobaan dalam menentukan kondisi optimum proses pengakumulasian PHA dengan menggunakan bakteri dari LCPKS dengan menggunakan tiga faktor sebagai variabel bebas, yaitu:
1. Konsentrasi glukosa (g/L) : 2, 3, 5, 7, 8 2. Temperatur inkubasi (0C) : 25, 27, 30, 33, 35 3. Waktu inkubasi (hari) : 2, 3, 5, 7, 8
Rancangan percobaan mengikuti bentuk central composite design (CCD) (Montgomery DC, 1991).Titik pusat (center point) dalam rancangan percobaan CCD merupakan konversi terbaik dari masing-masing variabel yang diperoleh melalui percobaan pendahuluan. Titik pusat tersebut akan disusun sebagai level terkode percobaan yang disajikan pada tabel berikut ini.
(69)
Tabel 3.1. Perlakuan Terkode untuk pengakumulasian PHA. Perlakuan Terkode Perlakuan
-1,682 -1 0 1 1,682
Konsentrasi glukosa (g/L) 2 3 5 7 8
Temperatur inkubasi (0C) 25 27 30 33 35
Waktu inkubasi (hari) 2 3 5 7 8
Tabel 3.2. Central Composite Design (CCD) untuk 3 variabel. Konsentrasi glukosa
(g/L) (X1)
Temperatur inkubasi (0C)
(X2)
Waktu inkubasi (hari) (X3)
No.
Aktual Kode Aktual Kode Aktual Kode
1 3 -1 27 -1 3 -1
2 7 1 27 -1 3 -1
3 3 -1 33 1 3 -1
4 7 1 33 1 3 -1
5 3 -1 27 -1 7 1
6 7 1 27 -1 7 1
7 3 -1 33 1 7 1
8 7 1 33 1 7 1
9 2 -1,682 30 0 5 0
10 8 1,682 30 0 5 0
11 5 0 25 -1,682 5 0
12 5 0 35 1,682 5 0
13 5 0 30 0 2 -1,682
14 5 0 30 0 8 1,682
15 5 0 30 0 5 0
16 5 0 30 0 5 0
17 5 0 30 0 5 0
18 5 0 30 0 5 0
19 5 0 30 0 5 0
(70)
3.5 Bagan Penelitian 3.5.1 Pengisolasian Bakteri
diinkubasi pada suhu 250C selama 65 jam
dianalisa makroskopis (pengamatan visual dari segi bentuk permukaan, pigmen, dan jumlah koloni dengan colony counter)
dianalisa mikroskopis (pengamatan mikroskopis dari segi pewarnaan gram, bentuk sel dan ada tidaknya kapsul pada bakteri tersebut) dengan menggunakan mikroskop stereo-unico perbesaran 1250 x
Hasil
dituangkan 1 ml pada cawan petri dituangkan kedalamnya nutrient agar didinginkan
Sampel LCPKS (kolam deoiling dan RANUT)
Sampel encer
Padatan agar
(71)
3.5.2 Penyeleksian Bakteri
Hasil
dilakukan uji karakteristik kultural dengan menumbuhkan isolat dalam media
Nutrient agar
KCN Toluene 10%
Endo agar
NaCl 15%
Nutrient broth
Cetrimide agar
dilakukan validasi dengan membandingkan bakteri strain murni pseudomonas putida dan bacillus megaterium baik secara morfologi (makroskopis dan mikroskopis) ditentukan berdasarkan Bergey’s manual of determinative bacteriology (Holt dkk, 2000) dibiakkan dalam media sintetik dan RANUT untuk mengetahui kemampuannya dalam mengakumulasikan PHA
Isolat
dimurnikan dalam nutrient agar
dinkubasi dalam inkubator dengan suhu 30oC dilakukan uji biokimia dengan media yang berbeda
TSIA H2S
TSIA katalase
SIM SCA Urease MR PV Glukosa Laktosa Sukrosa D-Mannitol Dekarboksilase OF Phenilalanin Reduksi nitrat
(72)
3.5.3 Pengukuran Kurva Pertumbuhan Bakteri
3.5.3.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri L131 dalam Media Nutrient Broth
diambil sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam kuvet untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 486 nm per 12 jam
diambil 50 mL untuk pengukuran berat sel kering per hari dibuat kurva pertumbuhannya.
disterilisasi pada suhu 121 0C
diinokulasikan kedalamnya bakteri L131 diinkubasikan pada suhu ±30 0C
diaduk dengan menggunakan magnetik bar 2 L larutan Nutrient Broth
Media Nutrient Broth
(73)
3.5.3.2. Kurva Pertumbuhan Bakteri L131 dalam Media Limbah Ranut
diambil sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam kuvet untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 646 nm per 12 jam
diambil 50 mL untuk pengukuran berat sel kering per hari dibuat kurva pertumbuhannya.
diinokulasikan kedalamnya bakteri L131 diinkubasikan pada suhu ±30 0C
diaduk dengan menggunakan magnetik bar 2 L Limbah RANUT
Media Limbah RANUT
(74)
3.5.4 Optimasi Media Biakan dan Kondisi
Biakan
dianalisa granula lipid PHA dihitung kadar COD
dihitung kadar TSS
Hasil Strain terpilih
dibiakkan dalam media LCPKS dari keluaran Ranut (dengan pengontrolan COD dan TSS sebelum inkubasi) ditambahkan nutrisi yang sama dengan media sintetik berupa 3 g ekstrak sapi, 5 g pepton, 1 g yeast ekstrak, dan glukosa yang divariasikan (2, 3, 5, 7,8) g per liter media biakan.
diatur pH tetap 7 dengan penambahan NaOH 0,1N
dinkubasi dengan variasi suhu 25, 27, 30, 33, 35 0C, waktu inkubasi 2, 3, 5, 7, 8 hari.
(75)
3.5.5 Pemanenan Sel (Cell Dry Weight/ CDW)
Biakan
disentrifugasi pada 9000 rpm selama 12 menit dicuci dengan air destilasi steril
disentrifugasi kembali
diletakkan pada cawan petri dan ditutup ditimbang
Pelet (sel basah)
ditimbang
dikeringkan di atas penangas air
disimpan dalam desikator sampai berat konstan ditimbang dan ditentukan berat CDW
(76)
3.5.6 Pengekstraksian dan Purifikasi Polimer PHA
diresuspensi dalam 5 ml chloroform:methanol (1:1) dihomogenisasi dengan vortex
ditambahkan volume yang sama untuk 1 M KCl dan 0,2 M asam posfor
dihomogenisasi dengan vortex
disentrifugasi 10000 rpm selama 2 menit
diuapkan pada suhu ruang ditentukan sel polimer PHA dengan penimbangan
Sel kering (CDW)
Sel PHA
Hasil
Penentuan Berat Molekul
Analisa FT-IR Analisa
SEM Analisa
(77)
3.5.7 Penentuan Kadar Total Suspended Solid (TSS)
25 ml larutan biakan
disaring dengan filter milipore dan pompa vakum yang sudah ditimbang kertas saringnya ukuran 47 mm Padatan + kertas saring
dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 1050C didinginkan selama ±30 menit dalam desikator
ditimbang dan ditentukan kadarnya Hasil
(78)
3.5.8 Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD)
1 ml larutan biakan
diencerkan
dimasukkan ke dalam tabung destruksi yang telah berisi 2,5 ml larutan K2Cr2O7 dan 2,5 ml larutan asam sulfat
didestruksi selama 2 jam pada suhu 1500C dalam reaktor COD
diangkat dan didinginkan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer sambil dibilas dengan air destilasi
ditambahkan indikator feroin 2 tetes
dititrasi dengan larutan FeSO4 sampai larut menjadi cokelat kemerahan
dilakukan hal yang sama pada blanko yang hanya berisi aquadest
(79)
3.5.9 Analisa Mikroskopis Granula PHA
digoreskan dengan loop pada kaca objek
difiksasikan pada api lampu spritus sampai mengering diteteskan dengan sudan black-B
didiamkan selama 5 menit dibilas dengan alkohol 70%
dicek granulanya dibawah mikroskop elektron stereo-unico dengan perbesaran 1250 x
difoto dengan kamera digital Biakan
(1)
e) Menurut Otari dkk (2009)
C-H
C=O
CH2
C-O OH
(2)
Lampiran 29 Hasil uji sifat termal material dengan DSC untuk perlakuan nutrisi 5 g/L
(3)
(4)
Lampiran 30 Analisa SEM bioplastik PHA untuk perlakuan nutrisi 5 g/L glukosa,
temperatur inkubasi 30oC, dan waktu inkubasi 5 hari
A. Foto SEM dari Permukaan PH
B. Foto SEM dari Permukaan PHA
Perbesaran 750 Perbesaran 3000x
C. Foto SEM PenampangPHA D. Foto SEM Penampang PHA
(5)
Lampiran 31 Dokumentasi rute penelitian
a) Pengambilan sampel
b) Pengisolasian Bakteri
Kolam deoiling RANUT
Pengamatan gram Pemurnian Bakteri
(6)
c) Penyeleksian Bakteri
c) Penyeleksian Bakteri
d) Penelitian Utama Proses pada penelitian
pendahuluan
Bioplastik PHA (penelitian pendahuluan) inkubator
Proses inkubasi pada penelitian utama
Sel kering Ekstraksi PHA
Bioplastik PHA Perlakuan 5 g/L glukosa, 30oC temperatur Inkubasi dan 5 hari waktu inkubasi