BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi adalah unit sosial yang didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama dimana memiliki dua atau lebih anggota yang bekerja bersama-sama
dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja yang terstruktur serta didirikan untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya Robbins Judge,
2007. Setiap organisasi dalam mencapai tujuannya selalu beroperasi dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk menghasilkan barang ataupun
jasa yang berkualitas tinggi. Pengelolaan sumber daya yang dimiliki organisasi meliputi sumber daya finansial, fisik, sumber daya manusia SDM, kemampuan
teknologi dan sistem Simamora dalam Paramita, 2008. Menurut Paramita 2008 diantara sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi, sumber daya manusia yang paling memegang peranan penting dalam menjalankan fungsi organisasi secara optimal. Tanpa adanya sumber daya
manusia, maka sumber daya lainnya yang dimiliki oleh organisasi tidak dapat dimanfaatkan. Mengingat pentingnya sumber daya manusia tersebut, maka suatu
organisasi sangat disarankan agar menaruh perhatian yang cukup besar terhadap sumber daya manusia tanpa mengabaikan sumber daya yang lainnya Ivancevish
Matterson, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Keberhasilan suatu organisasi dalam menjalankan fungsinya adalah tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada didalamnya Luthans,
2005. Menurut Azwar Abubakar selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi MenPAN dan RB sumber daya manusia di Indonesia
secara umum masih dinilai berkualitas rendah, terutama yang bekerja pada instansi pemerintah atau biasa dikenal sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS
jpnn.com, 2012. Hal ini diperkuat oleh hasil survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy pada tahun 2013, dimana kinerja PNS yang
berada di Indonesia menempati urutan yang terburuk se-Asia setelah India asiarisk.com, 2013.
Fenomena yang terjadi saat ini seperti yang sering diberitakan di media cetak maupun elektronik yaitu banyaknya PNS yang tidak berkualitas terlihat dari
banyaknya PNS yang kurang memiliki kemauan sendiri untuk bekerja dengan baik. Para PNS tersebut tidak mengerjakan tugas yang seharusnya menjadi
kewajiban mereka dengan baik dan sungguh-sungguh. Begitu juga dengan tindakan-tindakan tidak disiplin yang masih sering dilakukan oleh PNS seperti
datang terlambat, pulang cepat tidak sesuai dengan jam kerja dan tidak masuk kerja harianterbit.com, 2012. Hal tersebut terlihat seperti sudah menjadi
kebiasaan yang pada akhirnya menjadi budaya yang dianut oleh kebanyakan pekerja yang berstatus PNS. Namun terlepas dari hal tersebut ternyata masih ada
PNS yang memiliki semangat kerja yang baik, menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh, serta rela melakukan kerja ekstra.
Universitas Sumatera Utara
PNS sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat berkewajiban untuk melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan
baik dan juga harus memiliki kegigihan dalam bekerja serta taat terhadap aturan yang berlaku sehingga PNS dapat memberikan contoh yang baik bagi masyarakat
serta dapat mewujudkan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, seperti yang dituangkan dalam Pasal 26 UU No. 81974 mengenai sumpah janji
yang diucapkan PNS ketika akan dilantik bkd.balikpapan.go.id, 2011. Saat ini muncul pandangan baru dalam mencapai keberhasilan di suatu
organisasi dimana pegawai tidak hanya harus melakukan pekerjaan sesuai dengan tuntutan tugas ataupun sesuai dengan job description atau disebut sebagai in-role
performance, namun pegawai sangat disarankan untuk melakukan pekerjaan ekstra diluar dari tuntutan tugasnya atau dinamakan extra-role performance yang
bertujuan untuk mencapai keberhasilan dan juga efektivitas organisasi Garg Rastogi, 2006; Organ, Podsakoff, MacKenzie, 2006.
Usaha pegawai untuk melampaui peran formal dan tanggung jawabnya inilah yang menjadi dasar bagi konsep Organizational Citizenship Behavior
OCB. OCB merupakan perilaku yang ditampilkan oleh seorang
individupegawai atas dasar kemauan sendiri, terlepas dari ketentuan atau kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan
efektivitas organisasi Organ, 1997. OCB juga diartikan sebagai minat terhadap organisasi, dimana pegawai
tidak hanya melaksanakan tugas yang menjadi kewajibannya saja tetapi juga
Universitas Sumatera Utara
termasuk upaya untuk membantu rekan kerja, menghindari konflik yang tidak penting, melakukan pekerjaan berat dengan sabar, ikut terlibat dalam kegiatan-
kegiatan organisasi, dan melakukan kinerja yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi seorang pegawai. Ketika seorang pegawai
melakukan hal ini, organisasi tidak memberikan reward tertentu untuk mereka. Oleh karena itu, OCB tidak dikaitkan langsung dengan reward formal seperti
pemberian insentif tambahan atau semacamnya Organ, Podsakoff, MacKenzie, 2006.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya OCB di kalangan pegawai baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Faktor-faktor
internal yang berasal dari dalam diri individu sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya OCB yaitu kepuasan kerja Organ, Podsakoff, MacKenzie, 2006,
suasana hati George Brief, 1992, persepsi terhadap dukungan organisasional Shore Wayne, 1993, persepsi terhadap kualitas hubunganinteraksi atasan
bawahan Novliadi, 2006, dan jenis kelamin Lovell, Khan, Anton, Davidson, Dowling, Post, Mason, 1999. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang berasal
dari luar diri individu atau lingkungannya sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya OCB yaitu budaya dan iklim organisasi Organ Ryan, 1995, dan
masa kerja Novliadi, 2007. Menurut Organ dan Ryan 1995 terdapat bukti-bukti kuat yang
mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi awal yang utama yang memicu terjadinya OCB. Budaya organisasi memiliki tujuan untuk
mengubah sikap dan juga perilaku sumber daya manusia yang ada agar dapat
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan produktivitas dan efektivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang Sobirin, 2007. Budaya organisasi yang
benar-benar dikelola dengan baik akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi pegawai untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif Sutrisno, 2010.
Menurut Miller 1987 budaya organisasi merupakan kumpulan nilai yang dianut dalam perusahaan
dan mendasari bagaimana mengelola dan mengorganisasi perusahaan tersebut. Perusahaan yang efektif ialah perusahaan
yang membudayakan nilai-nilai primer yang diperlukan untuk kepentingan operasi perusahaan, yaitu asas tujuan, konsensus, keunggulan, prestasi,
empirisme, kesatuan, keakraban, dan integritas. Keberhasilan suatu organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai budaya organisasinya
dapat mendorong organisasi tersebut tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan Lako, 2004.
Schein 2010 mengatakan bahwa budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,
membentuk pegawai yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Oleh karena itu harus diajarkan
kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir, dan merasakan masalah yang dihadapi.
Sutrisno 2010 mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam
suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap
Universitas Sumatera Utara
orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Jadi, budaya organisasi mensosialisasikan dan menginternalisasi
pada para anggota organisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Sondang dalam Melinda Zulkarnain,
2004, berfungsinya budaya organisasi akan memiliki dampak positif yang sangat kuat terhadap perilaku para pegawai di organisasi, termasuk kerelaan untuk
meningkatkan produktivitasnya, artinya budaya organisasi yang kuat akan menumbuhsuburkan tanggung jawab besar dalam diri individu sehingga akan
berupaya semaksimal mungkin untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan tanpa harus selalu didorong atau diawasi. Bahkan kesediaan berbuat
lebih baik dan lebih banyak dari yang dituntut dalam job description akan dilakukan oleh pegawai. Maka dengan kata lain organizational citizenship
behavior dapat terbentuk. Salah satu instansi pemerintah yaitu Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan BBPOM Medan dalam rangka menciptakan good governance dan clean government yang pada prinsipnya berpijak pada tiga hal yakni perlindungan
masyarakat, kepemerintahan yang akuntabel dan transparan serta dunia usaha yang bertanggung jawab, maka mereka menempatkan sumber daya manusia
sebagai tumpuan utama untuk selalu ditumbuhkembangkan pom.go.id, 2011. Menurut Karim 2008 untuk mencapai kondisi good governance ini,
dibutuhkan semangat kerja yang mengarah pada good citizenship, artinya good citizenship dapat terwujud manakala pegawai memiliki OCB. Hal ini diduga akan
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan efektivitas organisasi, dengan kata lain penerapan good governance dapat terwujud bila telah terbentuk OCB pada diri pegawai. Jadi, dalam hal ini
pembentukan OCB adalah sebagai prasyarat terwujudnya good governance. Setiap organisasi pasti memiliki budaya organisasi yang unik yang dapat
menjadi ciri khas dari organisasi tersebut Robbins Judge, 2007. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan BBPOM Medan sebagai salah satu instansi
pemerintah juga memiliki budaya organisasi. Menurut Miller 1987 ketika nilai- nilai primer seperti asas tujuan, konsensus, keunggulan, prestasi, empirisme,
kesatuan, keakraban, dan integritas diimplementasikan oleh organisasi maka akan menjadi budaya organisasi yang positif. Budaya organisasi yang positif akan
menjadi pendorong bagi pegawai untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif Sutrisno, 2010. Salah satunya dapat membentuk OCB pada pegawai
Ahmadi, Ahmadi, Homauni, 2011. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai BBPOM Medan
mengenai budaya organisasi yang terdiri dari delapan nilai-nilai primer maka dapat digambarkan yaitu asas tujuan dimana para pegawai selalu diarahkan untuk
bekerja sesuai dengan tujuan organisasi serta harus paham mengenai tujuan organisasi tersebut dengan cara pemimpin selalu mensosialisasikan bahwa seluruh
pegawai harus bekerja sesuai dengan visi dan misi organisasi. Kemudian asas konsensus dimana setiap keputusan selalu diambil secara bersama dengan
meminta pendapat dari para pegawai. Asas keunggulan yakni ketika seorang pegawai memiliki kemampuan maka dia akan diberi pelatihan untuk dapat
menambah ilmunya atau untuk meningkatkan kemampuannya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya ada asas kesatuan dimana atasan dengan bawahan ataupun antar sesama pegawai kadang-kadang terjadi perselisihan karena sulitnya
menyatukan pikiran dari banyak orang. Asas prestasi dimana para pegawai akan diberikan imbalan sesuai dengan apa yang telah diberikannya kepada organisasi.
Setelah itu ada asas empirisme dimana setiap keputusan yang diambil selalu bergantung pada data-data yang ada di lapangan. Setelah itu ada asas keakraban
yakni hubungan antara atasan dengan bawahan dan juga antar pegawai staf memiliki hubungan yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, ada
saatnya hubungan tersebut harus formal namun ada saatnya juga berhubungan seperti teman biasa. Kemudian yang terakhir adalah asas integritas dimana
sebanyak 90 di antara para pegawai yang ada di BBPOM telah bekerja dengan baik dan sungguh-sungguh, namun selebihnya masih belum secara optimal
bekerja dengan baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mohant dan Rath 2012 pada
perusahaan yang bergerak dalam bidang pabrik, IT, dan perbankan, hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat dampak yang signifikan antara budaya
organisasi dan organizational citizenship behavior, sehingga organisasi harus memberikan perhatian lebih pada OCB anggotanya untuk lebih mendukung
kelancaran organisasi mencapai tujuannya. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi, Ahmadi, dan Homauni 2011
mengungkapkan bahwa budaya organisasi berdampak pada pengembangan OCB. Untuk meningkatkan OCB maka budaya organisasi harus berorientasi pada proses
Universitas Sumatera Utara
dan berfokus pada pegawai serta harus memiliki sistem terbuka dan kontrol yang ketat.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap terbentuknya
organizational citizenship behavior. Berdasarkan pendapat para pakar, teori-teori, serta hasil penelitian
terdahulu yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap organizational
citizenship behavior pada pegawai negeri sipil di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan BBPOM Medan.
B. Rumusan Masalah