Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Bidang Pajak dan Retribusi

Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pembatalan Perda dapat dibatalkan jika: 1. Apabila Bertentangan dengan kepentingan umum; 2. Apabila bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi; 3. Apabila bertentangan dengan peraturan daerah lainnya. 96 Pasal 145 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 tujuh hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Keputusan pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 enam puluh hari sejak diterimanya Presiden Paling lama 7 tujuh hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.

B. Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Bidang Pajak dan Retribusi

Daerah Yang Bermasalah Peraturan Daerah tentang pajak dan retribusi akan menjadi dasar dari kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pemungutan pajak maupun retribusi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sesuai dengan ketentuan perundang- undangan, pemberlakuan pearturan daerah harus mendapat persetujuan dari DPRD dan ditanda tangani oleh Kepala Daerah serta diundangkan dalam lembaran daerah. Namun, pemerintah daerah wajib menyampaikan peraturan daerah kepada pemerintah 96 Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Jalil SH, Msp, Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 8 Juli 2010. Universitas Sumatera Utara pusat, dalam hal ini Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Dalam jangka waktu 15 Lima Belas hari setelah ditetapkan. Kewajiban tersebut berkaitan dengan kewenangan pusat untuk melakukan pengawasan yang harus ditetapkan dalam tempo satu bulan sejak diterimanya perda tersebut. 97 Faktor pengawasan merupakan salah satu faktor esensial. Melalui pengawasan, maka dapat diketahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana dan sesuai dengan instruksi atau asas yang telah ditentukan, sehingga dapat diketahui kesulitan dan kelemahan dalam bekerja untuk kemudian diperbaiki, dengan pengawasan dapat dijamin segala sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana dan dapat dilakukan perbaikan yang diperlukan apabila ada ketidakcocokan atau kesalahan. 98 Terbitnya peraturan daerah baru yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi tidak dapat disalahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Terbatasnya kemampuan pemerintah pusat menganalisis ribuan perda yang ada membuat banyak perda penghambat investasi daerah lolos dari pengawasan. Pemerintah Daerah boleh memberlakukan perda tanpa perlu menunggu persetujuan pemerintah pusat. Peraturan Daerah yang telah ditetapkan dalam waktu 15 hari sejak perda ditetapkan, pemda sudah harus menyerahkan perda tersebut ke pemerintah pusat. Jika sesudah 30 hari perda tersebut dikirim tidak mendapat tanggapan dari pemerintah pusat, pemda dapat melaksanakan perda itu. Kondisi ini 97 Adrian Sutedi, Hukum Pajak Dan Retribusi Daerah, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008, Hal. 143. 98 Ibid, Hal. 144 Universitas Sumatera Utara berbeda dengan masa Orde Baru. Pengawasan terhadap perda dilakukan pemerintah pusat secara preventif, yaitu perda baru dapat diberlakukan setelah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat. Di sisi lain munculnya perda bermasalah juga disebabkan lemahnya pengawasan pemerintah pusat. Perda yang dikirimkan pemerintah daerah tidak seluruhnya dianalisis secara mendalam oleh pemerintah pusat. 99 Pelaksanaan otonomi daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua Undang-Undang ini merupakan perwujudan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab keapda daerah yang secara proporsional diwujudkan dalam bentuk, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta adanya perimbangan keuangan pusat dan daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah, penyaluran, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dimaksudkan dalam rangka mempertahankan, memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan atas kerakyatan yang berkesinambungan dengan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dan masyarakat. 99 Mangala Sihite, Upaya Preventif Dan Penanganan Perda Bermasalah, http:www.legalitas.org, diakses terakhir tanggal 20 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara Pemerintah daerah mungkin perlu lebih berhati-hati dalam menerbitkan peraturan daerah perda. Dalam pernyataannya pada pembukaan Forum Investasi Regional Indonesia yang diprakarsai oleh Dewan Perwakilan Daerah pada tanggal 18 Desember 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa pemerintah pusat akan membatalkan perda yang bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan yang lebih tinggi. Sebagian kalangan menyambut antusias rencana pembatalan perda-perda bermasalah. Mereka menilai bahwa rencana itu, selain akan meningkatkan investasi dan pelayanan publik, juga akan memaksa elit daerah benar-benar memperhatikan dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam membuat perda. Namun, sebagian kalangan juga mengkhawatirkan bahwa rencana itu akan mengembalikan otoritas pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Terlepas dari polemik rencana pembatalan perda-perda bremasalah itu, ada baiknya memahami terlebih dahulu proses penyusunan perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 100 Mengenai materi muatan peraturan daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam Pasal 138 ditentukan bahwa : 1 Materi muatan Perda mengandung asas : a. Pengayoman ; b. Kemanusiaan; c. Kebangsaan; d. Kekeluargaan; 100 Gunanto E S, Perda Penghambat Investasi Akan Terus Dibabat, http:www.tempo.com, diakses terakhir tanggal 21 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara e. Kenusantaraan; f. Bhineka tunggal ika; g. Keadilan; h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. Ketertiban dan kepastian hukum; danatau j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Pada dasarnya, perda dibentuk dalam rangka penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Masyarakat sebenarnya berhak untuk memberikan masukan dalam rangka penyiapan dan pembahasan perda, namun bagaimana mekanisme peran serta masyarakat itu tidak jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007 Sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Apabila rancangan perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau BupatiWalikota telah ditetapkan oleh Gubernur atau BupatiWalikota sebagai perda, maka perda itu disampaikan kepada pemerintah pusat setelah perda itu ditetapkan. Pemerintah pusat dapat membatalkan perda itu apabila bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi berdasarkan Pasal 37 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ditentukan bahwa : “Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Menteri”. Universitas Sumatera Utara Keputusan pembatalan perda itu ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 hari sejak perda itu diterima oleh pemerintah pusat. Apabila tidak ada Peraturan Presiden yang membatalkan perda itu dalam jangka waktu 60 hari itu, maka perda itu dinyatakan berlaku. Pemerintah Pusat melalui Mendagri akan membatalkan perda tersebut karena bertentangan dengan kepentingan umum dan Undang-Undang yang lebih tinggi. Kemudian 7 hari sejak keputusan pembatalan perda itu, kepala daerah yang bersangkutan harus memberhentikan pelaksanaan perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah itu mengeluarkan perda yang mencabut perda dimaksud. Kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung apabila pemerintah daerah yang bersangkutan keberatan atas keputusan pembatalan itu. Apabila keberatan itu dikabulkan sebagian atau seluruhnya oleh Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Menteri Dalam Negeri memiliki kewenangan untuk mengevaluasi rancangan perda propinsi dan peraturan Gubernur yang mengatur tentang APBD, perubahan APBD dan penjabarannya, sebelum perda dan peraturan Gubernur itu ditetapkan. Apabila berdasarkan hasil evaluasi itu, Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa rancangan perda dan peraturan Gubernur itu bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Gubernur dan DPRD harus menyempurnakan rancangan perda itu untuk dievaluasi kembali oleh Menteri Dalam Negeri. Apabila Gubernur dan DPRD tidak menindaklanjuti hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri tersebut dan tetap menetapkan rancangan perda dan peraturan Universitas Sumatera Utara Gubernur itu, maka Menteri Dalam Negeri dapat membatalkannya sekaligus menyatakan berlakunya APBD tahun sebelumnya apabila yang yang dibatalkan adalah perda tentang APBD. Mendagri mengevaluasi rancangan perda KabupatenKota tentang APBD diberikan kepada Gubernur yang membawahi wilayah KabupatenKota itu, dengan proses yang sama seperti evaluasi rancangan perda propinsi yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Hasil evaluasi atas rancangan perda KabupatenKota itu akan disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri. Proses penetapan rancangan perda yang berkaitan dengan Pajak Daerah. Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah juga harus melalui proses evaluasi yang sama dengan proses penetapan rancangan perda tentang APBD. Namun, untuk rancangan perda yang berkaitan dengan pajak daerah dan retribusi daerah harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan. Kebijakan ekonomi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2007 Sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pada dasarnya merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Melalui pendekatan otonomi, maka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan di daerah akan berjalan secara lebih efektif dan efisien karena kedekatan antara lembaga pemerintahan eksekutif daerah dengan masyarakat penduduk setempat, sehingga semua kegiatan pembangunan di daerah sudah didesain berdasarkan kebutuhan yang bersumber dari Universitas Sumatera Utara aspirasi masyarakat setempat. Semua perencanaan tersebut didasarkan pada komunikasi interaktif antara pemerintah daerah dan masyarakatnya. Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, seperti antara lain, penyediaan saranaprasarana maupun jasa pelayanan yang memungkinkan pembiayaannya dapat diperkirakan secara lebih akurat dan pada gilirannya dapat menentukan darimana memperoleh sumber dana guna membiayai kebutuhan tersebut. 101 Kebijakan desentralisasi fiskal sebagai tindak-lanjut dari kebijakan otonomi, memberikan kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan yang berasal dari daerah sendiri disamping transfer dana pusat dalam membiayai urusan pemerintahan dan pembangunan yang sudah menjadi kewenangan daerah. 102 Pengawasan Peraturan Daerah tentang pajak akan menjadi dasar berpijak dari kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pemungutan pajak maupun retribusi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sesuai dengan ketentuan perundang- undangan, pemberlakuan Peraturan Daerah harus mendapat persetujuan dari DPRD, ditandatangani oleh Kepala Daerah serta diundangkan dalam lembaran daerah. Namun demikian, pemerintah daerah berkewajiban menyampaikan Peraturan Daerah kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, lima belas hari setelah ditetapkan, dimana kewajiban tersebut berkaitan dengan kewenangan pusat untuk melakukan pengawasan yang sudah harus ditetapkan 101 Indonesia dinilai masih sangat menarik untuk investasi, http:www.hukumonline.com, diakses terakhir tanggal 25 Juni 2010. 102 Ibid Universitas Sumatera Utara dalam tempo satu bulan sejak diterimanya Perda tersebut. Tindak lanjut atas pengawasan tersebut, adalah keputusan untuk membatalkan suatu Perda pajak atau retribusi, apabila berdasarkan hasil pengkajian dinyatakan bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 103 Setelah mengetahui proses penyusunan perda, bisa dilihat siapa saja sebenarnya pihak-pihak yang mungkin turut bertanggungjawab dalam pembuatan perda yang dianggap bermasalah itu. Masyarakat dapat dianggap turut bertanggungjawab apabila masyarakat tidak menggunakan haknya untuk memberikan masukan dalam hal mengingatkan Kepala Daerah dan DPRD agar perda yang disusun tidak bertentangan dengan kepentinganumum danatau peraturan yang lebih tinggi. Namun, hal ini sebenarnya dapat dimaklumi mengingat masyarakat mungkin tidak paham bagaimana menggunakan haknya karena ketidakjelasan mekanisme peran serta masyarakat itu di dalam Undang-Undang Otonomi Daerah dan peraturan pelaksanaannya. Kepala Daerah dan DPRD yang bersangkutan juga bertanggungjawab apabila mereka memang memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan yang lebih tinggi. Namun, bisa juga Kepala Daerah dan DPRD itu tidak mengetahui atau mengetahui tapi tidak mengerti mengenai peraturan yang harus dirujuknya dalam menyusun perda. 104 Fokus perhatian berkenaan dengan pembiayaan dalam penyelenggaraan otonomi daerah bertumpu pada persoalan pendapatan daerah yang berasal dari 103 Ahmad Heryawan, Timbulkan Ekonomi Biaya Tinggi, http:www.ahmadheryawan.com, diakses terakhir tanggal 25 Juni 2010. 104 Ibid Universitas Sumatera Utara berbagai jenis sumber. Artinya pendapatan daerah merupakan cerminan dari kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pasal 157 Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 menyatakan: “Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1 hasil pajak daerah; 2 hasil retribusi daerah; 3 hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4 lain-lain PAD yang sah; b. dana perimbangan; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.” Jika menelusuri ketentuan Pasal 157 tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa di antara sumber pendapatan daerah tersebut, hanya ”Pendapatan Asli Daerah” yang merupakan sumber pembiayaan sebagai indikasi atau ketegasan sumber pendapatan daerah yang otonom. Sebab sumber pendapatan daerah yang berupa dana perimbangan merupakan hasil penerimaan yang didasarkan persentase perimbangan tertentu yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Adapun lain-lain pendapatan daerah yang sah ditentukan oleh ukuran yuridis yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Selanjutnya diantara komponen Pendapatan Asli Daerah, perlu dicermati komponen pajak daerah dan retribusi daerah aspek yuridis yang berimplikasi terhadap peranannya dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah PAD. Kajian yuridis landasan pajak daerah dan retribusi daerah harus ditetapkan dalam sebuah undang-undang sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 158 Universitas Sumatera Utara Undang-Undang No.32 Tahun 2004 : ” Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah”. Adapun undang-undang yang dimaksud Pasal 158 ayat 1 Undang-Undang No. 32 2004 adalah Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Dengan demikian pengaturan secara yuridis tersebut tidak luput untuk dibahas terhadap dinamika perubahan pengaturannya. Di samping landasan hukum berupa undang-undang, patut ditelusuri secara yuridis peraturan pelaksananya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah selanjutnya disingkat dengan sebutan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah selanjutnya disingkat dengan sebutan PP No. 66 Tahun 2001. Pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tersebut dilakukan melalui produk hukum berupa peraturan daerah. Pengaturan tentang pajak daerah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksananya dengan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk melakukan perubahan terhadap masing-masing jenis pajak. 105 Untuk itu daerah diberikan kewenangan 105 Menurut Pasal 1 ayat 6 UU No. 28 Tahun 2009, pajak daerah adalah kontibusi wajib kepada Daerah yang erutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Universitas Sumatera Utara memungut 11 jenis pajak. 106 Penetapan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pajak tersebut secara umum dapat dipungut hampir di semua daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktek merupakan pungutan yang baik. Jenis pajak propinsi bersifat limitatif yang berarti propinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan. Adanya pembatasan jenis pajak propinsi tersebut terkait dengan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom yang terbatas yang hanya meliputi kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas daerah kabupatenkota dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupatenkota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu. Propinsi dapat tidak memungut pajak yang telah ditetapkan tersebut jika dipandang hasilnya kurang memadai. Besarnya tarif pajak propinsi berlaku definitif yang ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah. Sebagaimana halnya pajak daerah, retribusi diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Pasal 1 ayat 64 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 : Undang, denga tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. 106 Yang merupakan pajak daerah menurut UU No.28 Tahun 2009 adalah; 1 Pajak Propinsi adalah; pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, Pajak rokok; 2 Pajak KabupatenKota adalah; pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, Pajak air tanah, Pajak sarang burung walet, Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Universitas Sumatera Utara Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan danatau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari usaha-usaha Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan warga masyarakat baik individu maupun badan atau koorporasi dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah. Daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Retribusi dapat digolongkan atas tiga golongan, yaitu Retribusi Jasa Umum; Retribusi Jasa Usaha; dan Retribusi Perijinan Tertentu. 107 a. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan tau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis Retribusi Jasa Umum antara lain; Retribusi Pelayanan Kesehatan; Retribusi Pelayanan KebersihanPersampahan; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akte Catatan Sipil dan lain-lain. b. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis retribusi jasa usaha antara lain; Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; Retribusi Pasar Grosir danatau Pertokoan; Retribusi Tempat Pelelangan dan lain-lain. c. Retribusi Perijinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang 107 Soenobo Wirjosoegito, Proses Dan Perencanaan Peraturan Perundangan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004. Hal. 121-122. Universitas Sumatera Utara dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, sarana, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perijinan Tertentu terdiri dari; Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan; Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; Retribusi Ijin Gangguan; dan Retribusi Ijin Trayek. Pemerintah pusat juga tidak bisa lepas tangan karena mungkin saja Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan atau menteri yang membidangi urusan tata ruang kurang melaksanakan tugasnya dengan baik dalam mengevaluasi rancangan perda yang diajukan kepada mereka sehingga ketika perda itu ditetapkan ternyata pada pelaksanaannya dianggap perda bermasalah. Mungkin juga parameter yang digunakan pemerintah pusat dalam menilai suatu perda tidak sesuai dengan keadaan aktual dari daerah yang bersangkutan. Kurangnya sosialisasi yang intensif oleh pemerintah pusat kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia mengenai keberadaan peraturan perundang-undangan yang harus dirujuk mereka dalam menyusun perda juga dapat menjadi penyebab lahirnya perda bermasalah. Di samping itu, tidak memadainya dana perimbangan yang didapat dari pemerintah pusat untuk mengoptimalkan pembangunan di daerah dapat mendorong pemerintah daerah untuk mencari tambahan pendapatan dengan menerbitkan perda mengenai pajak daerah danatau retribusi daerah yang beberapa diantaranya kemudian dianggap sebagai perda bermasalah. Dorongan itu dapat lebih kuat lagi apabila ternyata proses pencarian dana perimbangan dari kas umum Negara sulit dilakukan oleh Pemerintah daerah. Kesulitan ini bisa jadi karena pemerintah daerah tidak dapat memenuhi persyaratan untuk pencairan dana perimbangan itu, atau bisa juga karena birokrasi Universitas Sumatera Utara yang menangani pencairan dana itu sengaja mempersulit prosesnya untuk “memaksa” pemerintah daerah memberikan “uang pelicin” agar proses pencairan dana itu dapat lebih mudah. 108 Pembuat Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dari Peraturan Daerah mungkin saja tidak melihat perkembangan situasi dan kondisi dalam otonomi daerah sekarang ini. Peraturan ditingkat pusat itu mungkin dibuat sebelum masalah otonomi daerah menjadi perhatian utama atau dibuat hanya untuk mempermudah implementasi investasi di daerah namun tidak memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang di masing-masing daerah, sehingga apabila peraturan itu tidak diikuti justru tidak dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat di daerah yang bersangkutan. 109 Sejak diberlakukannya otonomi daerah, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli 108 Syukri, Perda Bermasalah, http:www..syukri.wordpress.com, diakses terakhir tanggal 27 Juni 2010. 109 Ahmad Heryawan, Op. Cit, Hal. 2 Universitas Sumatera Utara Daerah PAD. Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan kian banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan keapda daerah disertai pengalihan personel, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi P3D ke daerah dalam jumlah besar. 110 Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong pemerintah daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang memang sejak lama menjadi unsur PAD yang utama. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan 110 Syukri, Op. Cit, Hal. 2 Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda, diupayakan tidak berbenturan dengan pungutan pusat pajak maupun bea dan cukai, karena hal tersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan mendistorsi kegiatan perekonomian. 111 Salah satu sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah PAD. PAD merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari basil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ditetapkan bahwa daerah propinsi hanya dapat memungut 5 lima jenis pajak sedangkan daerah kabupatenkota diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak. Untuk retribusi baik daerah propinsi maupun daerah kabupatenkota sesuai kewenangannya dapat menetapkan jenis retribusi baru selain yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Penetapan jenis pungutan baru tersebut hanya dapat dilakukan sepanjang memenuhi krtieria yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Pemberian diskresi 111 Ridwan, Op. Cit, Hal. 78 Universitas Sumatera Utara dalam menetapkan jenis pungutan baru tersebut pada awalnya didasarkan pada keadaan daerah yang mempunyai potensi sumber-sumber pendapatan yang sangat beraneka ragam sehingga sulit untuk mengakomodir keseluruhan dalam Undang- Undang. Melalui pemberian diskresi tersebut, diharapkan daerah dapat secara selektif menggali sumber pendapatan baru yang potensial dengan tetap memperhatikan aspek yuridis maupun teoritis. Namun dalam kenyataannya, pemberian kewenangan tersebut hanya mendorong daerah untuk kembali menetapkan jenis pungutan yang sebelumnya telah dianulir dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan Departemen Keuangan sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, ditemukan bahwa banyak pungutan daerah yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi high cost economy sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, baik lokal maupun secara nasional. Disadari pula, bahwa kebijakan pengawasan policy control Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 memiliki beberapa kelemahan, antara lain, tidak adanya tindakan hukum bagi daerah yang tidak menyampaikan Peraturan Daerah kepada Pemerintah Pusat dalam rangka pengawasan sehingga banyak daerah yang tidak menyampaikan Peraturan Daerah dimaksud. 112 Sebagai upaya perbaikan terhadap peraturan pajak daerah dan retribusi daerah yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan 112 Ekonomi Biaya Tinggi, www.depkeu.go.id, diakses terakhir tangggal 26 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara Pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah. Nampaknya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah memperhatikan kriteria umum sistem perpajakan daerah yang baik sebagaimana yang diuraikan di atas, Selain hal tersebut juga mempertimbangkan ketepatan status pajak sebagai pajak daerah dalam arti pajak daerah yang baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi, serta mempertimbangkan fungsi pajak sebagai fungsi budgeter yaitu sebagai alat untuk mengisi kas daerah untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah dan fungsi regulator yakni sebagai alat mengatur untuk mencapai tujuan. 113 Bila kita cermati terdapat 3 hal penyempurnaan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 yaitu penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, pemberian wewenang yang lebih besar bagi daerah di bidang perpajakan local taxing empowerment dan peningkatan efektivitas pengawasan. Ketiga hal tersebut diharapkan berjalan secara bersamaan, sehingga upaya peningkatan PAD dilakukan dengan tetap sesuai dengan konsisten dengan prinsip-prinsip perpajakan yang baik dan diterapkannya sanksi bagi Pemerintah Daerah yang melanggar berupa penundaan dan pemotongan penyaluran dana perimnbangan dari pusat. 113 Henri Santosa, Penyempurnaan Peraturan Pajak Daerah dan retribusi Daerah, http:www.bpkp.go.idindex, diakses terakhir tanggal 27 Juni 2010 Universitas Sumatera Utara Pemberian kewewenang yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan antara lain berupa ; 1 Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah yaitu pajak rokok, dan pajak sarang burung walet, serta retribusi pelayanan pendidikan, retribusi teratera ulang, retribusi pengendalian menara telekomunikasi dan retribusi izin usaha perikanan 2 Memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, antara lain kendaraan dinas milik pemerintah termasuk objek pajak kendaraan bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan seluruh pelayanan persewaan di hotel dan jasa kateringjasa boga menjadi objek pajak daerah 3 Mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah yaitu Pajak Bumi dan Bangunan PBB untuk daerah perkotaan dan pedesaan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, 4 Memberi peluang bagi daerah untuk menetapkan kebijakan tarif, serta adanya kenaikan tarif maksimum bagi beberapa jenis pajak untuk memberi ruang gerak yang lebih fleksibel bagi daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah sesuai dengan kondisi daerahnya. 114 Sedangkan peningkatan pengawasan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara preventif dan represif. Suatu rancangan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah di evaluasi dahulu oleh Pemerintah Pusat sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dan akan dibatalkan jika bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan. Jika suatu daerah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah maka akan dikenakan sanksi antara lain 114 Ibid, Hal. 2 Universitas Sumatera Utara berupa pemotongan dan penundaan penyaluran dana perimbangan. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya berbagai pungutan daerah bermasalah sehingga dapat mendukung terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif di daerah. Secara umum, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 115 1 Memperluas basis penerimaan. Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak barupotensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan. 2 Memperkuat proses pemungutan. Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM. 3 Meningkatkan pengawasan. Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskis, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah. 4 Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan. Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan administrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan. 5 Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah. Selanjutnya ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih 115 Budi Sitepu, Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah, http:www.beritadaerah.com, diakses terakhir tanggal 26 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung atau beberapa basis Pemerintah Pusat yang lebih tepat dipungut oleh daerah. Hampir semua daerah, pajak dan retribusi menjadi andalan utama Pendapatan Asli Daerah PAD. Pemerintah daerah seakan berlomba-lomba untuk menciptakan pajak atau retribusi baru demi meningkatkan PAD. 116 Perluasan pajak bagi daerah yang belum maju justru akan membebani daerah tersebut, pemungutan pajak yang sudah ada belum tentu berjalan baik apalagi diberikan wewenang untuk memungut pajak baru. Perkembangan sekarang ini tiap daerah berlomba-lomba memungut pajak baru. Perkembangan sekarang ini tiap daerah berlomba-lomba memungut pajak baru misalnya seperti Pajak Lingkungan, Pajak Hiburan, dan Pajak Sarang Walet, Pajak Kuburan Mewah dan yang lainnya dimana tiap daerah berbeda dalam melihat potensi yang dimiliki daerah tersebut. Dari pajak baru tersebut penerapannya hanya dapat dilakukan daerah Propinsi dan KabupatenKota yang potensial, permasalahannya bagaimana dengan daerah Propinsi dan KabupatenKota yang kurang potensial jika melakukan ekstensifikasi pajak yang baru. Hal ini akan menyebabkan kecemburuan bagi daerah yang kurang potensial terhadap daerah yang potensial. Sebenarnya yang harus diperhatikan pemerintah daerah adalah mengenai penerimaan masyarakat dan pihak usahawan apabila dilakukan perluasan dan pemungutan pajak baru. Perluasan pajak baru tersebut tentu 116 Efektifitas Pemungutan Pajak Dararah Dan retribusi Daerah, http:www.scribd.com, diakses terakhir tanggal 26 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara membawa keuntungan pada sisi pemda, tanpa secara jelas dan seimbang memberi imbal manfaat nyata bagi masyarakat subjek pajak. Ini bentuk pukulan ganda bagi rakyat, yang alih-alih memperoleh kontraprestasi nyata, justru juga akan mendapat tambahan beban pajak baru. 117 Apabila diperhatikan sistem perpajakan yang dianut oleh banyak negara di dunia, maka prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yang baik pada umumnya tetap sama, yaitu harus memenuhi kriteria umum tentang perpajakan daerah sebagai berikut: 118 a. Prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya dapat mudah naik turun mengikuti naikturunnya tingkat pendapatan masyarakat. b. Adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak. c. Administrasi yang fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung, pelayanan memuaskan bagi si wajib pajak. d. Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dn kesadaran pribadi untuk membayar pajak ketaatan membayar pajaknya tinggi. e. Non-distrosi terhadap perekonomian : implikasi pajak atau pungutan yang hanya menimbulka pengaruh minimal terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen. Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan extra burden yang berlebihan, sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh dead-weight loss. Kerugian masyarakat tersebut berupa berkurangnya nilai tambah ekonomi karena adanya realokasi sumber daya efek substitusi karena adanya pungutan tersebut. Hal ini terkait dengan tarif pajak optimal dan elastisitas permintaan dan penawarannya. Jika demikian yang paling penting adalah penerapan sistem tersebut harus bisa diterapkan mungkin dengan pemberian arahan dan bimbingan dari pemerintah 117 Ibid 118 Prinsip-Prinsip Umum Perpajakan Daerah, http:www.depkeu.go.id, diakses terakhir tanggal 27 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara pusat dengan maksud agar tidak terjadi kecemburuan perekonomian tiap-tiap daerah. Khususnya daerah yang kurang potensial ekonominya terhadap daerah yang potensial ekonominya. Dalam penyempurnaan Undang-Undang tersebut, juga diatur mengenai sanksi bagi daerah yang tidak ataupun terlambat menyampaikan rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah pada pemerintah pusat. Harapan nantinya iklim usaha di daerah justru membaik dan PAD meningkat. Sri Mulyani Mantan Menteri Keuangan menegaskan, upaya peningkatan PAD perlu didukung. Namun, hal tersebut harus dilakukan daerah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepentingan nasional secara umum. Untuk itu, selain melakukan pembinaan, Departemen keuangan akan melakukan pengawasan terhadap pajak daerah dan retribusi daerah secara terus menerus. Hal ini agar pemungutan pajak dan retribusi daerah tidak menjadi kontra-produktif bagi pertumbuhan ekonomi daerah. 119 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah dengan PP pelaksanaannya yakni PP Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah telah direvisi mengingat perubahan dan perkembangan daerah khususnya masyarakat dan iklim usaha sudah berbeda ketika Undang-Undang tersebut diberlakukan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dalam Pasal 1 Angka10 telah ditentukan bahwa yang dimaksud pajak 119 Henri Santosa, Op. Cit Universitas Sumatera Utara daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutama oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan dipergunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang- Undang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemungutan pajak daerah khususnya terhadap objek pajak, yaitu : 1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan Undang-Undng tersebut harus dijamin kelancarannya. 2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum. 3. Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak. Selain itu juga, pertimbangan ketepatan pajak tersebut sebagai pajak daerah belajar dari praktek Negara lain, seperti jenis pajak dan retribusi yang layak ditetapkan sebagai pajak daerah dapat diidentifikasi. Sesuai dengan amanat konstitusi, jenis pajak dan retribusi daerah ditetapkan secara pasti dalam Undang-Undang. Sistem pengawasan represif melalui penerapan kriteria, ternyata tidak efektif dan kalah cepat guna menekan kecenderungan daerah untuk menciptakan pungutan- pungutan baru. Banyaknya pungutan baru di daerah banyak dikeluhkan pengusaha, karena menimbulkan ketidak pastian hukum dan menambah ekonomi biaya tinggi yang dapat menghambat investasi. 120 120 Eji, Regulasi PajakUndang-Undang PDRD bersifat “close list”, http:www.koran- jakartaberita-detail.php, diakses terakhir tanggal 28 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara Bernafsunya pemerintah daerah terutama kabupaten dan kota dalam membuat perda-perda tentang pajak dan retribusi daerah dalam upaya untuk meningkatkan PAD mereka di satu sisi dapat dimaklumi, sebab dalam menjalankan otonominya tentulah setiap pemerntah daerah memerlukan biaya yang sangat besar apalagi pemerintah pusat kecuali dalam hal pemberian dana alokasi umum dan dana perimbangan tidak lagi memberikan subsidi seperti di masa orde baru yang lalu, sehingga kemandirian daerah untuk memenuhi pembiayaan dari sumber PAD nya sangat dituntut untuk dapat mempertahankan otonomi yang dimilikinya. Namun, di sisi lain, secara memungut pajak dan retribusi daerah yang sebanyak-banyaknya hanyalah fungsi pemungutan pajak dari segi fungsi budgeternya saja dan menghilangkan atau mengabaikan fungsi mengatur regulend sebagai asas dari pemungutan pajak yang juga harus diperhatikan. 121 Peraturan daerah yang dianggap bermasalah kebanyakan disebabkan oleh keinginan masing-masing daerah untuk mendongkrak PAD. Perda tersebut bermasalah karena disebabkan oleh faktor kapasitas finansial yang kecil untuk membiayai 11 kewenangan wajib sebagaimana tertuang dalam undang-undang Pemerintahan Daerah. Karena keterbatasan fiskal tersebut maka dibuatlah Perda yang bisa mendongkrak PAD melalui berbagai pungutan. Hal ini memang dimungkinkan karena Undang-undang pajak dan retribusi daerah memberikan peluang kepada 121 Faisal Akbar Nasution, Pemerintahan Daerah Dan Sumber Pendapatan Asli Daerah, Jakarta: PT Sofmedia, 2009, Hal. 148. Universitas Sumatera Utara Pemerintah Daerah untuk berkreasi dalam membuat perda pajak dan retribusi daerah. Namun sebetulnya perda tersebut hanya efektif untuk jangka pendek. C. Pelaksanaan Pembinaan Dan Pengawasan Perda KabupatenKota Terhadap Iklim Investasi Di Sumatera Utara Pada saat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, muncul serangkaian produk-produk peraturan daerah yang bermasalah di berbagai daerah. Hal ini mengindikasikan rendahnya sumber daya manusia dari pejabatperancang peraturan perundang-undangan dalam pembuatan peraturan daerah. Seharusnya suatu produk hukum daerah tersebut telah lolos secara layak dalam persoalan uji materi, kepatutan etika, tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peratutran perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukan, belum terciptanya mutu koordinasi yang baik dalam melakukan uji kelayakan peraturan daerah. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa di dalam pembuatan peraturan daerah lebih diwarnai dengan ”egoisme kepentingan daerah” dan ”ego pejabat” apabila dibandingkan dengan mengedepankan aspek kepentingan umum, baik kepentingan umum dalam skala lokal daerah KabupatenKota maupun kepentingan umum antar daerah. Namun demikian setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, terjadi perubahan yang sangat fundamental dimana mekanisme pembinaan dan pengawasan atas kebijakan pemerintah daerah berupa pengawasan yang bersifat preventif dan represif, dimana koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota terjadi kesamaan persepsi dalam merumuskan suatu kebijakan Universitas Sumatera Utara daerah. Hubungan yang sangat harmonis tersebut dapat menimilisir suatu permasalah yang pada gilirannya investasi akan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Terkait dengan dampak Pembinaan dan Pengawasan Perda KabupatenKota Terhadap Iklim Investasi di Sumatera Utara, Terjadinya Perda bermasalah yang menghambat investasi disebabkan beberapa faktor yaitu: 122 Pertama, Dalam penyusunan kebiajakan daerah mungkin belum melibatkan partipasi masyarakat secara maksimal sehingga roh dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 139 belum optimal dilaksanakan. Kedua , Karena tidak adanya harmonisasi dan sinkroniasi dengan perundangan lainnya sehingga tumpang tindih dan melanggar Undang-Undang. Ketiga, Karena tidak mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, seperti yang dituangkan dalam Pasal 1 7 mengatakan persiapan Rancangan Undang-Undang harus disusun berdasarkan naskah akademik yaitu naskah yang dipertaruhkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan sasaran yang ingin diwujudkan, jangkauan, objek dan atau arah pengaturan Rancangan Undang- Undang. Jika ini dapat dipertanggungjawabkan maka tidak mungkin kebijakan itu bermasalah dan dibatalkan. Diperlukan adanya peningkatan pengawasan pajak daerah dan retribusi daerah yang dilakukan secara preventif dan represif. Suatu rancangan peraturan daerah 122 Perda Bermasalah, dikutip Harian Analisa edisi Jumat 30 Juli 2010, Hal, 24. Universitas Sumatera Utara tentang pajak daerah dan retribusi daerah di evaluasi dulu oleh Pemerintah Pusat sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dan akan dibatalkan jika bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan. Jika suatu daerah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah maka akan dikenakan sanksi antara lain berupa pemotongan dan penundangan penyaluran dana perimbangan. Hal ini dilakukan untuk mencegah pungutan daerah bermasalah sehingga dapat mendukung terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif di daerah, khususnya di daerah Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Pengelolaan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2002

2 86 112

Pengawasan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

3 97 90

Evaluasi Peraturan Daerah Di Lingkungan Propinsi Sumatera Utara Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

0 93 208

Kewenangan Pemerintah Daerah Di Bidang Pertanahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Analisis Terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan Antara Pemerintah Kota Batam Dan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam)

2 37 129

Kewenangan Gubernur Dalam Rangka Pembinaan Dan Pengawasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

0 69 174

Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004

2 56 119

Kajian Yuridis Pemekaran Wilayah Kecamatan Dikabupaten Bondowoso Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 4 7

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

0 0 20

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Pengelolaan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2002

0 0 35

Atas Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 32 "tahun

0 0 33