lebih  rinci  dan  operasional  namun  tidak  dapat  dilaksanakan  secara  maksimal. Sebagaimana  disampaikan  penyebabnya  adalah  masih  belum  mapannya  keadaan
Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  pada  waktu  itu  karena  harus  memusatkan potensinya untuk diplomasi mengukuhkan kemerdekaan yang diproklamasikan Tahun
1945, diplomasi itu baru berhasil secara sempurna dan memperoleh kedaulatan penuh pada  tahun  1959  ketika  Belanda  mengakui  kedaulatan  Republik  Indonesia  Serikat
R.I.S.
3. Pengawasan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
Undang-Undang  No.  1  Tahun  1957  adalah  tentang  pokok-pokok Pemerintahan  Daerah.  Dalam  banyak  hal  Undang-Undang  ini  sebenarnya  dasar-
dasarnya banyak mengambil dari ketentuan  yang ada di dalam Undang-Undang No. 22  Tahun  1948,  namun  yang  nyata  bahwa  Undang-Undang  ini  lahir  di  dalam
semangat Negara Kesatuan di bawah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Secara konstitusional ada perbedaan mendasar antara UUD 1945 dengan UUDS 1950. Sama
halnya dengan Undang-Undang sebelumnya, secara normatif Undang-Undang No. 1 Tahun  1957  juga  mengatur  pengawasan  preventif  dan  pengawasan  repsresif.
Pengawasan  preventif  diatur  dalam  ketentuan  pasal  62  dan  pasal  63.  Untuk pengawasan represif diatur dalam Pasal 64 sampai dengan pasal 72.
58
Berdasarkan  ketentuan  di  atas,  produk  hukum  dan  kebijakan  tertulis  dari Daerah  tidak  dapat  diberlakukan  sebelum  memperoleh  persetujuan  instansi  tingkat
58
Ibid, hal. 20
Universitas Sumatera Utara
atasnya.  Artinya  bahwa  di  samping  keputusan-keputusan  daerah  yang  menurut Undang-Undang ini harus diawasi secara preventif seperti pasal 12 ayat 3, pasal 21
ayat  2,  pasal  22  ayat  2,  pasal  39  ayat  4  Undang-Undang  No.  1  Tahun  1957,  dan sebagainya.  Pemerintah  Pusat  melalui  Undang-Undang  atau  produk  hukum  lainnya
yang  menjadi  kewenangan  Pusat  dapat  menunda  berlakunya  suatu  produk  hukum Daerah  dengan  alasan  tertentu,  khususnya  tidak  sejalan  dengan  prinsip-prinsip
Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia.  Hal  itu  berarti  bahwa  produk  hukum  Daerah tidak dapat diberlakukan sebelum mendapat pengesahan dari Pemerintah Pusat.
Pada  dimensi  pengawasan  represif  dalam  bentuk  pembatalan  dan penangguhan  di  dalam  Undang-Undang  No.  1  Tahun  1957  diatur  dalam  pasal  64
yang  menyatakan  bahwa  Keputusan  Dewan  Perwakilan  Rakyat  Daerah  atau  Dewan Pemerintah  Daerah,  jikalau  bertentangan  dengan  kepentingan  umum,  Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya, dipertangguhkan  atau  dibatalkan  bagi  Daerah  Swatantra  Tingkat  ke  I  oleh  Menteri
Dalam  Negeri  atau  penguasa  lain  yang  ditujukan  dan  bagi  lain-lain  daerah  oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas.
Dari deskripsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 menunjukkan  bahwa  karakter  yang  dijadikan  sebagai  dasarnya  adalah  otonomi  riil
reele  houishoudings-begrip.  Karakter  otonomi  riil  ini  mendasarkan  diri  pada kondisi  yang  secara  obyektif-riil-nyata  ada  di  Daerah  yang  memperoleh  limpahan
otonomi.  Hal  demikian  membawa  konsep  konsekuensi  adanya  harmoni  yang  nyata
Universitas Sumatera Utara
dan  obyektif  antara  kewenangan  yang  dilimpahkan,  potensi  yang  dimiliki  dan kemampuan untuk melaksanakan.
59
4.  Pengawasan  dalam  Penetapan  Presiden  No.  6  Tahun  1959  Tentang Pemerintah Daerah