dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Kehadiran Penpres yang memberi kekuasaan besar kepada pemerintah pusat untuk mengatur pemerintah daerah, khususnya kedudukan kepada daerah, merupakan
langkah mundur dalam sejarah pembuatan kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Alasannya, pertama, pemilihan kepala daerah yang dilakukan murni oleh DPRD dan
direncanakan paling lambat empat tahun ke depan akan ditunaikan langsung oleh rakyat seperti ditetapkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957, kini pupus
sudah. Pemilihan langsung kepala daerah kepada DPRD selaku wakil rakyat diganti menjadi kepada pemerintah pusat. Malahan, kepala daerah sebagai wakil pusat dapat
menangguhkanmembatalkan keputusan DPRD. Ketiga, sekaligus alat daerah memang berguna untuk menghapus dualisme pemerintahan di daerah, tetapi juga
berpotensi membuat kepala daerah menjadi sewenang-wenang karena ia menjadi penguasa tunggal.
6. Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah Secara khusus Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 memuat bab khusus tentang
pengawasan terhadap daerah, yakni Bab VII mencakup Pasal 78 sampai dengan Pasal 87. Menurut Pasal 78 suatu keputusan daerah mengenai pokok-pokok tertentu tidak
dapat berlaku sebelum disahkan oleh pusat atau kepala daerah yang tingkatannya lebih tinggi. Penetapan keputusan yang harus menunggu pengesahan itu diatur
dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Jangka waktu pengesahan
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan selama 3 tiga bulan dan dapat diperpanjang 3 bulan lagi. Atinya dalam waktu 3 bulan, pusat atau instansi yang lebih tinggi tidak mengeluarkan keputusan
pengesahan atau penolakan, maka keputusan daerah tersebut dapat diberlakukan. Jika pusat atau instansi yang lebih tinggi menolak untuk mengesahkan keputusan, daerah
yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada instansi yang lebih atas dari instansi yang menolak Pasal 79. Menurut Pasal 80, menteri dalam negeri atau
kepala daerah yang setingkat lebih tinggi dapat menangguhkan atau membatalkan keputusan kepada daerah yang bertentangan yang tingkatannya lebih tinggi.
Pembatalan ini berakibat pula pada batalnya semua akibat yang timbul dari keputusan yang dibatalkan Pasal 82.
Tidak lama setelah Orde Baru lahir, Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 dipandang sebagai sesuatu yang tidak demokratis dan bertentangan dengan UUD
1945. Oleh sebab itu pada tanggal 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XXIMPRS1966
47
tentang pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah. Jika dilihat dari penekanan pada otonomi yang seluas-luasnya, maka menurut
MPRS pada waktu itu asas demokrasi sebagai bagian dari UUD 1945 dapat diwujudkan dengan pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah.
47
Pasal 1: Menugaskan kepada pemerintah bersama-sama DPR-GR untuk memberikan otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah sesuai dengan jiwa dan isi UUD 1945 tanpa mengurangi
tanggung jawab pemerintah pusat di bidang perencanaan, koordinasi dan pengawasan terhadap daerah- daerah. Pasal 2: Untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah, berikut semua
aparatur dan keuangannya, kecuali hal-hal yang bersifat nasional. Pasal 3: Daerah diberi tanggungjawab dan wewenang sepenuhnya untuk mengatur segala sesuatu di bidang kepegawaian
dalam lingkungan pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
7. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan