Hubungan Kadar NO2 pada Proses Pembakaran Batu Bata Secara Tradisional, Lama Paparan, dan Karakteristik Pengrajin Batu Bata dengan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016
99 Lampiran 1
KUESIONER
HUBUNGAN KADAR NO2 PADA PROSES PEMBAKARAN BATU BATA SECARA TRADISIONAL, LAMA PAPARAN, DAN KARAKTERISTIK PENGRAJIN BATU BATA DENGAN KELUHAN GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN PADA PENGRAJIN BATU BATA DI KECAMATAN PAGAR
MERBAU TAHUN 2016
No. Responden :
Tanggal Wawancara :
Lokasi Titik Pengukuran :
Identitas Responden
Nama Umur
Jenis Kelamin Riwayat Penyakit 1. TBC
2. Asma 3. Jantung
4. Kebiasan Merokok Pertanyaan Penelitian
No. Pertanyaan Kode
A Lama Bekerja
A1 Sudah berapa lama anda bekerja? A2 Berapa jam anda bekerja dalam sehari?
B Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan
B1 Apakah selama bekerja, anda memiliki keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan?
(1)Ya (2)Tidak
B2 Apakah anda sering mengalami batuk-batuk? (1) Ya (2) Tidak
B3 Sudah berapa lama anda mengalaminya? (1) ≤3 hari
(2)
100 (2) > 3 hari
B4 Apakah anda sering mengalami batuk dengan sputum (batuk berdahak)?
(1) Ya (2) Tidak
B5 Sudah berapa lama anda mengalaminya? (1) ≤3 hari
(2) > 3 hari
B6 Apakah anda sering mengalami batuk darah? (1) Ya (2) Tidak
B7 Sudah berapa lama anda mengalaminya? (1) ≤3 hari
(2) > 3 hari
B8 Apakah anda sering merasakan keluhan sesak napas? (1) Ya (2) Tidak
B9 Pada saat kapan anda mengalaminya? (1) Pada saat bekerja
(2) Setelah selesai bekerja
B10 Apakah anda sering merasakan keluhan nyeri dada? (1)Ya (2) Tidak
B11 Pada saat kapan anda mengalaminya? (1) Pada saat bekerja
(2) Setelah selesai bekerja
C Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
C1 Apakah anda menggunakan masker pada saat bekerja? (1) Ya (2) Tidak
C2 Apakah anda menggunakan topi pada saat bekerja? (1) Ya (2) Tidak
C3 Apakah anda menggunakan sarung tangan saat bekerja? (1) Ya (2) Tidak
C4 Apakah anda menggunakan baju kerja saat bekerja? (1)Ya (2) Tidak
C5 Apakah anda menggunakan sepatu saat bekerja? (1)Ya (2) Tidak
(3)
101 Lampiran 3
DOKUMENTASI HASIL PENELITIAN
Gambar 1. Area Produksi Batu Bata
Gambar 2. Mesin Pencetak Batu Bata
(4)
102
Gambar 3. Kilang Pembakaran Batu Bata
Gambar 4. Proses Pembakaran Batu Bata
(5)
103
Gambar 5. Pekerja Memeriksa Api Pembakaran Batu Bata
Gambar 6. Pengukuran Kadar NO2
(6)
104
Gambar 7. Wawancara Responden Laki-laki
Gambar 8. Wawancara Responden Perempuan
(7)
105 Lampiran 4
HASIL ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT Umur responden
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >40 tahun 17 42.5 42.5 42.5
<40 tahun 23 57.5 57.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid perempuan 9 22.5 22.5 22.5
laki-laki 31 77.5 77.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Masa kerja responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >5 tahun 25 62.5 62.5 62.5
<5 tahun 15 37.5 37.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
(8)
106 APD masker Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid menggunakan masker 3 7.5 7.5 7.5
tidak menggunakan
masker 37 92.5 92.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
APD topi kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid menggunakan topi 40 100.0 100.0 100.0
APD sarung tangan Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid menggunakan sarung
tangan 20 50.0 50.0 50.0
tidak menggunakan
sarung tangan 20 50.0 50.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Penggunaan APD
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid menggunakan apd
lengkap tidak menggunakan apd lengkap Total 3 37 40 7.5 92.5 100.0 7.5 92.5 100.0 7.5 100.0
(9)
107 APD baju kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid menggunakan baju
kerja 39 97.5 97.5 97.5
tidak menggunakan
baju kerja 1 2.5 2.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Lama paparan (jam kerja responden/hari) Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 8 jam 30 75.0 75.0 75.0
>8 jam 10 25.0 25.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Keluhan pernapasan Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid ada keluhan pernapasan 25 62.5 62.5 62.5
tidak ada keluhan
pernapasan 15 37.5 37.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Keluhan batuk Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ada keluhan batuk 20 50.0 50.0 50.0
tidak ada keluhan
batuk 20 50.0 50.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
(10)
108
Sudah berapa lama batuk Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 20 50.0 50.0 50.0
<3 hari 1 2.5 2.5 52.5
>3hari 19 47.5 47.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Keluhan batuk berdahak Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid ada keluhan batuk
berdahak 12 30.0 30.0 30.0
tidak ada keluhan batuk
berdahak 28 70.0 70.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Keluhan batuk berdarah Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid ada keluhan batuk
berdarah 1 2.5 2.5 2.5
tidak ada keluhan batuk
berdarah 39 97.5 97.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
(11)
109
Keluhan sesak napas Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid ada keluhan sesak napas 7 17.5 17.5 17.5
tidak ada keluhan sesak
napas 33 82.5 82.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Keluhan nyeri dada Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid ada keluhan nyeri dada 4 10.0 10.0 10.0
tidak ada keluhan nyeri
dada 36 90.0 90.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
(12)
110
Kadar NO2* Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan Mann Whitney Test
Descriptives
keluhan pernapasan Statistic Std. Error
kadar NO2 1 Mean 49.2948 1.63247
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 45.9256 Upper Bound 52.6640
5% Trimmed Mean 48.8537
Median 45.4700
Variance 66.624
Std. Deviation 8.16233
Minimum 43.33
Maximum 63.20
Range 19.87
Interquartile Range 13.25
Skewness 1.149 .464
Kurtosis -.556 .902
2 Mean 49.8880 1.91005
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 45.7914 Upper Bound 53.9846
5% Trimmed Mean 49.5128
Median 49.9500
Variance 54.724
Std. Deviation 7.39758
Minimum 43.33
Maximum 63.20
Range 19.87
Interquartile Range 5.74
Skewness 1.159 .580
Kurtosis -.010 1.121
(13)
111 Ranks keluhan
pernapasan N Mean Rank Sum of Ranks
kadar NO2 1 25 19.54 488.50
2 15 22.10 331.50
Total 40
Test Statisticsb
kadar NO2
Mann-Whitney U 163.500
Wilcoxon W 488.500
Z -.683
Asymp. Sig. (2-tailed) .494 Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] .507
a Grouping Variable : keluhan pernapasan
Lama paparan* Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan Crosstabulation
keluhan pernapasan
Total ada keluhan
pernapasan
tidak ada keluhan pernapasan
lama paparan 8 jam Count 20 10 30
% within keluhan
pernapasan 80.0% 66.7% 75.0%
>8 jam Count 5 5 10
% within keluhan
pernapasan 20.0% 33.3% 25.0%
Total Count 25 15 40
% within keluhan
pernapasan 100.0% 100.0%
100.0 %
(14)
112 Chi-Square Tests Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .889a 1 .346
Continuity Correctionb .320 1 .572
Likelihood Ratio .871 1 .351
Fisher's Exact Test .457 .283
N of Valid Casesb 40
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.75. b. Computed only for 2x2 table
Umur responden * Keluhan gangguan saluran pernapasan Crosstabulation keluhan pernapasan Total ada keluhan pernapasan tidak ada keluhan pernapasan
umur responden >40 tahun Count 16 1 17
% within umur responde n
94.1% 5.9% 100.0%
<40 tahun Count 9 14 23
% within umur responde n
39.1% 60.9% 100.0%
Total Count 25 15 40
% within umur responde n
62.5% 37.5% 100.0%
(15)
113
Chi-Square Tests Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 12.610a 1 .000
Continuity
Correctionb 10.373 1 .001
Likelihood Ratio 14.530 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .000
N of Valid Casesb 40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.38. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for umur responden
(>40 tahun / <40 tahun) 24.889 2.794 221.711 For cohort keluhan pernapasan =
ada keluhan pernapasan 2.405 1.425 4.059
For cohort keluhan pernapasan =
tidak ada keluhan pernapasan .097 .014 .665
N of Valid Cases 40
(16)
114
Jenis kelamin responden * keluhan pernapasan Crosstabulation keluhan pernapasan Total ada keluhan pernapasan tidak ada keluhan pernapasan jenis kelamin responden perempua n
Count 9 0 9
% within jenis kelamin responden
100.0% .0% 100.0%
laki-laki Count 16 15 31
% within jenis kelamin responden
51.6% 48.4% 100.0%
Total Count 25 15 40
% within jenis kelamin responden
62.5% 37.5% 100.0%
Chi-Square Tests Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 6.968a 1 .008
Continuity Correctionb
5.056 1 .025
Likelihood Ratio 9.982 1 .002
Fisher's Exact Test .015 .007
N of Valid Casesb 40
(17)
115
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.38.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort keluhan pernapasan =
ada keluhan pernapasan 1.938 1.378 2.724
N of Valid Cases 40
Masa kerja responden * Keluhan gangguan saluran pernapasan Crosstab
keluhan pernapasan
Total ada keluhan
pernapasan
tidak ada keluhan pernapasan masa kerja
responden
>5 tahun
Count 19 6 25
% within masa
kerja responden 76.0% 24.0% 100.0% <5
tahun
Count 6 9 15
% within masa
kerja responden 40.0% 60.0% 100.0%
Total Count 25 15 40
% within masa
kerja responden 62.5% 37.5% 100.0%
(18)
116
Chi-Square Tests Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 5.184a 1 .023
Continuity
Correctionb 3.762 1 .052
Likelihood Ratio 5.181 1 .023
Fisher's Exact Test .042 .026
N of Valid Casesb 40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.63. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for masa kerja
responden (>5 tahun / <5 tahun) 4.750 1.193 18.916 For cohort keluhan pernapasan =
ada keluhan pernapasan 1.900 .984 3.668
For cohort keluhan pernapasan =
tidak ada keluhan pernapasan .400 .178 .900
N of Valid Cases 40
(19)
117
Penggunaan APD masker * Keluhan gangguan saluran pernapasan Crosstabulation keluhan pernapasan Total ada keluhan pernapasan tidak ada keluhan pernapasan apd masker menggunakan masker
Count 0 3 3
% within keluhan pernapasan
.0% 20.0% 7.5%
tidak menggunakan masker
Count 25 12 37
% within keluhan pernapasan
100.0% 80.0% 92.5%
Total Count 25 15 40
% within keluhan pernapasan
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 5.405a 1 .020
Continuity Correctionb
2.907 1 .088
Likelihood Ratio 6.299 1 .012
Fisher's Exact Test .046 .046
N of Valid Casesb 40
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.13.
b. Computed only for a 2x2 table
(20)
118 Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort keluhan pernapasan =
tidak ada keluhan pernapasan 3.083 1.937 4.909
N of Valid Cases 40
(21)
1
Lampiran 5
MASTER DATA
No Nama se x umu r mas aker ja Mas aker jak lam apa par an La ma pap ara nk kad arN O2 Ap d len gka p maske r top i Sarun g tanga n Baj u kerj a Keluh anpern a pasan Batu k Batu k Ber daha k Batu kber dara h Sesa k napa s nyer idad a
1 arbian 2 22 6 1 8 2 43,3
3
2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2
2 iwan 2 35 4 2 8 2 43,3 3
2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2
3 wartini 1 52 6 1 8 2 43,3 3
2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1
4 ngatini 1 51 6 1 8 2 43,3 3
2 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1
5 wani 1 30 2 2 13 3 43,3 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2
(22)
2 3
6 marijan i
1 51 6 1 8 2 43,3
3
2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1
7 jana 1 35 7 1 8 2 43,3 3
2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2
8 jamal 2 37 3 2 13 3 43,3 3
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2
9 arman 2 21 6 1 13 3 43,3 3
2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2
10 amri 2 30 7 1 8 2 45,4 7
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2
11 legimin 2 62 6 1 8 2 45,4 7
2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2
12 saikem 1 55 6 1 8 2 45,4 7
2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2
13 sakini 1 54 7 1 8 2 45,4 7
2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2
14 lamin 2 47 6 1 8 2 45,4 7
2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2
(23)
3 15 kasima
n
2 57 6 1 8 2 45,4
7
2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2
16 angga 2 23 1 2 8 2 45,4 7
2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2
17 misnar 2 60 38 1 13 3 44,2 1
2 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2
18 legino 2 51 6 1 13 3 44,2 1
2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2
19 ricky 2 20 4 2 8 2 44,2 1
2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1
20 yogi 2 20 1 2 8 2 44,2 1
2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2
21 erwin 2 50 2 2 8 2 44,2 1
2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2
22 tejo 2 39 6 1 13 3 44,2 1
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2
23 ajai 2 23 1 2 8 2 44,2 1
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2
24 manto 2 39 6 1 8 2 44,2 1
2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2
(24)
4 25 adi 2 35 6 1 13 3 49,9
5
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2
26 hery 2 30 10 1 8 2 49,9 5
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2
27 m rizki 2 21 3 2 8 2 49,9 5
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2
28 syamsu l
2 41 1 2 13 3 49,9
5
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2
29 dedi 2 29 6 1 8 2 49,9 5
2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2
30 atio 2 55 25 1 8 2 49,9 5
2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2
31 budi 2 30 3 2 8 2 49,9 5
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2
32 jumiati 1 48 6 1 8 2 63,2 0
2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2
33 margon i
2 60 30 1 13 3 63,2
0
2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2
34 sumiati 1 51 30 1 8 2 63,2 0
2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2
(25)
5 35 erwin 2 32 7 1 8 2 63,2
0
2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2
36 rusli 2 57 4 2 8 2 63,2 0
2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 2
37 yusuf 2 33 1 2 8 2 63,2 0
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2
38 herman 2 23 3 2 13 3 63,2 0
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2
39 suriant o
2 34 2 2 8 2 63,2
0
2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2
40 suriadi 2 38 6 1 8 2 63,2 0
2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2
(26)
1
(27)
2
(28)
3
(29)
4
(30)
5
(31)
6
(32)
7
(33)
96
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F., 2014. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Edisi Revisi Cetakan Keempat. Jakarta: Rajawali Press.
., 2014. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Edisi Revisi Cetakan Kedua. Jakarta: Rajawali Press.
BBTKL dan PPM, 2007. Data Pengukuran Kualitas Udara di Kota Surabaya Tahun 2006-2007. Surabaya : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
BTKLPP Medan, 2003. Data Pengukuran Kualitas Udara di Kota Medan Tahun 2003. Medan: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Budiarto, E., 2012. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Depkes RI, 1999. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Ertika, R. F., 2014. Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (SO2) di Udara Ambien pada Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara dan Keluhan Saluran Pernafasan pada Masyarakat di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara
Haryanto, A., Triyono, S., 2012. Studi Emisi Tungku Masak Rumah Tangga. Vol.32, No. 34. (diakses tanggal 27 Maret 2016) http://www.jurnal-agritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/view/224/211
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja
Khaerani, F. N., 2009. Hubungan Antara Karakteristik dan Penggunaan APD Dengan Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Polantas. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga.
Kristanto, P., 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
(34)
97
Lemeshow, S., Hosmer Jr DW., Klar J., Lwangsa SK., 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mukono, H. J., 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press.
Mukono, H. J., 2008. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Mulia, R. M., 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Noviyanti, L., 2014. Hubungan Penggunaan Masker Terhadap Gangguan Fungsi Saluran Pernapasan Pada Pekerja Unit Packer PT. Semen Indonesia Pabrik Tuban.Fakultas Kedokteran. Universitas Negeri Semarang.
Nurrohman, Dkk. 2012. Keluhan Respirasi Dan Faal Paru Pekerja Yang Terpajan Dengan Karbon Hitam Pabrik Tinta. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan
Industri
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Permata, G. S., 2010.Gambaran Fungsi Paru Pekerja Bagian Produksi Lateks di Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
Pohan, N., 2002. Pencemaran Udara Dan Hujan Asam. Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara.
Price, W., 2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6, Vol.2. Jakarta: EGC.
Sarudji, D., 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati.
(35)
98
Sandra, 2013. Pengaruh Penurunan Kualitas Udara Terhadap Fungsi Paru dan Keluhan Pernafasan Pada Polisi Lalu Lintas Polwiltabes Surabaya.
Vol.9, No. 1. (diakses tanggal 10 Mei 2016)
http://www.jurnal.unej.ac.id/index.php/IKESMA/article/download/1079/883 Saputra, R., Hariyono, W., 2016. Hubungan Masa Kerja dan Penggunaan Alat
Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan Pada Karyawan Di PT. Madubaru Kabupaten Bantul. (diakses tanggal 11 Agustus 2016). http://publikasiilmiah.ums.ac.id.
Sembiring, R., 2002. Hubungan Debu Padi Dengan Gejala Pernapasan Pada Tenga Kerja di Desa Tanjung Selamat Medan Tahun 2005. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
Sianturi, R. N., 2013.Analisis Usaha Pengolahan Batu Bata di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Tanjung Mulia, Kecamatan Pagar Merbau).
Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Siregar, N., 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Soemirat, J., 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
., 2000. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto.
Tarigan, H. P., 2015. Analisis Kadar Nitrogen Dioksida (NO2) Dan Particulate Matter 10 (PM10) Udara Ambien Dan Keluhan Kesehatan Pada Pedagang Kaki Lima Di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2014. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Tugaswati, A. Tri, 2004. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan. (diakses tanggal 9 Mei 2016)
URL:http://www.kpbb.org
Wardhana, W. A., 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
(36)
62 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Penelitian observasional analitik adalah penelitian yang tidak memberikan perlakuan terhadap subjek penelitian yang bertujuan mencari keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang lainnya. Desain penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dimana seluruh variabel independen dan variabel dependen diukur pada waktu yang sama yaitu pada saat penelitian berlangsung.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan penulis melakukan penelitian di daerah ini:
1. Kecamatan Pagar Merbau merupakan kecamatan yang terkenal dengan produksi batu bata merahnya.
2. Proses produksi batu bata di Kecamatan Pagar Merbau yang masih menggunakan cara tradisional telah mengakibatkan pencemaran udara.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Agustus 2016.
(37)
63 3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pengrajin batu bata yang ada di Kecamatan Pagar Merbau, yang berjumlah 265 orang (Sumber: Kantor Camat Pagar Merbau tahun 2015).
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan memakai rumus uji hipotesis satu proporsi pada suatu populasi, yaitu rumus Lemeshow (1997).
= Zα PoQo + Z PaQa
(Pa – Po) =
1,96 0,25x0,75 + 0,842√0,40x0,60 (0,20)
n = 39,75, dibulatkan menjadi 40 sampel Keterangan :
n : Besar sampel
Zα : Tingkat kepercayaan 95%= 1,96
Po : Nilai proporsi pada penelitian sebelumnya = 0,25
Pa : Proporsi yang diharapkan = 0,40 Z :Kekuatan uji = 20 % = 0,842
Qo :1-Po= 0,75
Qa :1-Pa= 0,60
Pa– Po: Selisih proporsi yang bermakna = 20 %
(38)
64
Pengambilan sampel ditentukan dari lima kilang batu bata dengan jumlah populasi sebanyak 85 orang. Penentuan jumlah sampel dari setiap kilang dapur dengan menggunakan metode proportional random sampling, yaitu dengan rumus:
ℎ =
Keterangan:
nh : besar sampel setiap kilang dapur batu bata NH : besar populasi setiap kilang dapur batu bata n : total sampel
N : total populasi
Tabel 3.1. Penentuan Jumlah Sampel
Kilang Dapur Jumlah Populasi Jumlah Sampel
I 18 9
II 15 7
III 17 8
IV 16 7
V 19 9
Total 85 40 Sampel
Teknik pemilihan sampel menggunakan teknik quota sampling. Teknik ini dilakukan atas dasar jumlah sampel yang telah ditentukan. Subjek yang dijadikan sampel penelitian adalah subjek yang mudah ditemui sehingga memudahkan proses pengumpulan data.
Pengukuran kadar NO2 dilakukan pada 5 kilang dapur batu bata dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kilang I : jumlah batu bata yang dibakar 40.000 2. Kilang II : jumlah batu bata yang dibakar 43.000
(39)
65
3. Kilang III : jumlah batu bata yang dibakar 63.000 4. Kilang IV : jumlah batu bata yang dibakar 80.000 5. Kilang V : jumlah batu bata yang dibakar 95.000
Dalam memilih sampel penelitian, terdapat kriteria inklusi dan kriteria ekslusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau yang berusia 16-60 tahun.
2. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau yang memiliki:
a. Riwayat penyakit TBC b. Riwayat penyakit asma c. Riwayat penyakit jantung d. Kebiasaan merokok
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
1. Data hasil pengukuran kadar Nitrogen Dioksida (NO2) di udara yang diperoleh langsung dari pengukuran yang telah dilakukan.
2. Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau dengan menggunakan kuesioner.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari:
(40)
66
1. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Medan.
2. Jurnal penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan.
3.5 Definisi Operasional Variabel
1.Nitrogen dioksida (NO2) adalah gas yang berwarna merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung.
2. Lama paparan adalah berapa lama pekerja terpapar dengan gas polutan yang berada di lingkungan kerja diperoleh dari jam kerja responden.
3. Jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan.
4. Umur adalah lamanya orang hidup yang dihitung sejak orang tersebut lahir sampai pada waktu dilakukan penelitian, data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner.
6. Masa kerja adalah waktu mulai bekerja menjadi pekerja sampai waktu penelitian yang dihitung dalam tahun.
7. Penggunaan APD adalah pemakaian beberapa jenis APD oleh pekerja, yang dapat melindungi pekerja dari paparan gas NO2, yaitu masker, topi, sarung tangan, dan baju kerja.
8. Keluhan gangguan saluran pernapasan adalah keluhan yang dirasakan oleh responden yang berupa gejala-gejala seperti batuk, batuk dengan sputum, batuk berdarah, sesak napas, dan nyeri dada.
(41)
67 3.6 Aspek Pengukuran
3.6.1 Kadar Nitrogen Dioksida (NO2)
Kadar NO2 diperoleh langsung dari hasil pengukuran di lapangan menggunakan metode analisis Saltzman. Pengukuran dilakukan selama 1 jam.
3.6.2 Lama Paparan
Lama paparan dikategorikan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 tahun 1999, yaitu:
a. Lama paparan >8 jam b. Lama paparan ≤ 8 jam 3.6.3 Karakteristik Responden
1. Usia
Usia responden dapat dikategorikan sebagai berikut: a. > 40 tahun
b. < 40 tahun 2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden, yaitu laki-laki atau perempuan. 3. Masa Kerja
Masa kerja responden dapat dikategorikan sebagai berikut: a. > 5 tahun
b. < 5 tahun
(42)
68 4. Penggunaan APD
Untuk mengetahui bagaimana penggunaan APD pada pekerja dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara, dibagi menjadi dua kategori,yaitu :
a. Pekerja menggunakan APD lengkap, apabila pekerja mengunakan seluruh jenis APD yang digunakan.
b. Pekerja tidak menggunakan APD lengkap, apabila terdapat satu atau lebih jenis APD yang tidak digunakan.
3.6.4 Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan
Untuk mengetahui keluhan gangguan saluran pernapasan dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dibagi menjadi dua kategori yaitu :
a. Terjadi keluhan gangguan saluran pernapasan apabila responden mengatakan adanya salah satu keluhan gangguan saluran pernapasan pada saat pengambilan data.
b. Tidak terjadi keluhan kesehatan apabila responden tidak mengatakan adanya salah satu keluhan gangguan saluran pernapasan pada saat pengambilan data.
3.7 Prosedur Pengukuran Nitrogen dioksida (NO2)
3.7.1 Pengambilan Contoh Uji
1. Susun peralatan pengambilan contoh uji dengan baik dan benar.
2. Masukkan larutan penyerap Griess Saltzam sebanyak 10 ml ke dalam botol penyerap. Atur botol penyerap agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung.
(43)
69
3. Hidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir 0,4 L/menit, setelah stabil catat laju alir awal F1.
4. Lakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam dan catat temperatur dan tekanan udara.
5. Setelah satu jam catat laju alir akhir dan kemudian matikan pompa penghisap.
6. Analisis dilakukan dilapangan setelah pengambilan contoh. 3.7.2 Bahan/ Pereaksi
1. Hablur asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H) 2. Larutan asam asetat glasial (CH3COOH) 3. Air suling bebas nitrit
4.Larutan nitrit N - (1-naftil)-etiendiamin dihidroklorida (NEDA, C12H16CI2N2). Larutkan 0,1 gr NEDA dengan air suling ke dalam botol coklat dan disimpan dilemari pendingin, kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda tera. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol coklat dan disimpan dilemari pendingin.
5. Aseton (C3H6O)
6. Larutan penyerap Griess Saltzman
Larutkan 5 gr asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H) dalam gelas piala 1000 ml dengan 140 ml asam asetat glasial, aduk secara hati – hati dengan stirer sambil ditambahkan dengan air suling hingga kurang lebih 800 ml. Pindahkan larutan tersebut kedalam labu ukur 1000 ml. Tambahkan 20 ml
(44)
70
larutan induk NEDA, dan 10 ml aseton, tambahkan air suling hingga sampai tanda tera, lalu homogenkan.
7. Larutan induk NO21640 µg/ML
Keringkan natrium nitrit (NaNO2) dalam oven selama 2 jam pada suhu 105ºC, dan dinginkan dengan desikator. Timbang 0,246 gr natrium nitrit yang tersebut di atas, kemudian larutkan ke dalam labu ukur 100 ml dengan air suling, tambahkan air suling hingga tanda tera, lalu homogenkan. Pindahkan larutan tersebut ke dalam botol coklat dan disimpan di lemari pendingin.
8. Larutan standar nitrit (NO2)
Masukkan 10 ml larutan induk natrium nitrit ke dalam labu ukur 1000 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera, lalu homogenkan.
3.7.3 Prosedur Analisis
1. Pembuatan Kurva Kalibrasi
a. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat
b. Masukkan masing – masing 0,0 ml; 0,1 ml; 0,2 ml; 0,4 ml; 0,6 ml; 0,8 ml; 1,0 ml, larutan standar nitrit menggunakan pipet volumetri atau buret mikro ke dalam tabung uji 25 ml.
c. Tambahkan larutan penyerap sampai tanda tera, kocok dengan baik dan biarkan selama 15 menit agar pembentukan warna sempurna.
d.Ukur serapan masing – masing larutan standar dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
e. Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah N02(µg).
(45)
71 2. Pengujian Contoh Uji
a. Masukkan larutan contoh uji ke dalam kurvet pada alat spektofotometer, ukur intensitas warna merah muda yang terbentuk pada panjang geombang 550 nm.
b. Baca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi denganmenggunakan kurva kalibrasi.
3.7.4 Perhitungan
1. Volume contoh uji udara yang diambil
Volume contoh uji udara yang diambil, dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
V : Volume udara yang dihisap F1 : Laju alir awal (L/menit) F2 : Laju alir akhir (L/menit) T : Durasi pengambilan contoh uji
Pa : Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg)
Ta : Temperatur rata – rata selama pengambilan contoh uji (K) 298: Konversi temperatur ke dalam kelvin
760 : Tekanan udara standar (mmHg) 2. Konsentrasi NO2di udara ambien
Konsentrasi NO2dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(46)
72 Dimana :
C : Konsentrasi NO2di udara (µg/Nm3 )
b : Jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari kurva kalibrasi (µg)
V : Volume udara yang dihisap 10/25 : Faktor pengenceran
1000 : Konversi liter ke m3 3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1 Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan cara : 1. Editing
Memeriksa data terlebih dahulu apakah telah sesuai seperti yang diharapkan, misalnya memeriksa kelengkapan, kesinambungan, dan keseragaman data. 2. Koding
Menyederhanakan semua jawaban jika cara pengumpulan data menggunakan pertanyaan. Menyederhanakan jawaban tersebut dilakukan dalam bentuk memberikan simbol – simbol tertentu.
3. Tabulasi
Mengelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut sifat – sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.
4. Cleaning
Memeriksa kembali data untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, kemudian dilakukan perbaikan/koreksi.
(47)
73 3.8.2 Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi dan frekuensi dari kadar NO2, lama paparan, dan karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin, masa kerja, dan penggunaan APD. Hasil analisis menggunakan tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan kadar NO2 pada proses pembakaran batu bata secara tradisional, lama paparan, dan karakteristik pengrajin batu bata dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau tahun 2016. Uji statistik yang digunakan untuk menguji perbedaan rerata kadar NO2 terhadap dua kelompok responden menggunakan uji mann whitney. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hubungan antara lama paparan dan karakteristik responden dengan keluhan gangguan saluran pernapasan yaitu uji chi square
dengan derajat kepercayaan 95%, menggunakan program spss. Hasil yang diperoleh digunakan untuk pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.
(48)
74 BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
Kecamatan Pagar Merbau memiliki luas wilayah + 62,89 km2terletak pada ketinggian 30 meter di atas permukaan laut dan beriklim tropis yang terdiri dari 16 desa dan 70 dusun.
Adapun batas wilayah Kecamatan Pagar Merbau adalah sebagai berikut: - Sebelah Timur : Berbatasan dengan Sei Ular / Perbaungan (Sergai) - Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa - Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Pakam - Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Galang 4.1.2 Demografi
Jumlah penduduk Kecamatan Pagar Merbau hingga akhir 2015 adalah 37.150 orang dengan rumah tangga berjumlah 8.556 (KK) dengan komposisi mata pencaharian penduduk terdiri dari: Petani (17%) , buruh (34,9%), pedagang (7,83%), Pegawai Negeri/ABRI (1%), karyawan swasta dan karyawan perkebunan (17,83%)) dan lain-lain (seperti pengrajin batu bata, pengusaha salon, dan sebagainya sebesar 21,4%). Jumlah pengrajin batu bata yang berhasil di data oleh Kecamatan Pagar Merbau pada tahun 2015 adalah 265 pengrajin batu bata dengan keterangan sebagai berikut:
(49)
75
Tabel 4.1 Jumlah Pengrajin Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2015
No. Nama Desa Jumlah Pengrajin Batu Bata 1. Desa Tanjung Mulia 87 orang 2. Desa Tanjung Garbus Kampung 26 orang
3. Desa Sukamulia 30 orang
4. Desa Sidodadi 9 orang
5. Desa Jati Baru 17 orang
6. Desa Purwodadi 50 orang
7. Desa Pasar Miring 25 orang
8. Desa Pagar Merbau II 7 orang 9. Desa Pagar Merbau I 4 orang 10. Desa Sukamandi Hilir 2 orang
11. Desa Jati Rejo 8 orang
Jumlah 265 orang
Sumber: Kantor Camat Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2015
4.2 Proses Pembakaran Batu Bata
4.2.1 Bahan Bakar yang Digunakan dalam Proses Pembakaran Batu Bata
Bahan bakar yang digunakan dalam proses pembakaran batu bata di Kecamatan Pagar Merbau adalah kayu bakar yaitu sejenis kayu rambung atau kayu dari tanaman karet dan ditambah dengan limbah sawit yang sudah dikeringkan. Kayu rambung dipilih karena dinilai lebih tahan lama pada saat dibakar. Penambahan limbah sawit yang sudah kering bertujuan untuk menghemat biaya bahan bakar karena harga kayu rambung yang dinilai cukup mahal oleh para pengrajin batu bata. Pada setiap proses pembakaran, jumlah kayu bakar dan limbah sawit kering yang digunakan bisa mencapai 20 ton.
(50)
76
4.2.2 Proses Pembakaran Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau
Proses pembakaran batu bata merupakan tahap yang paling akhir dan paling menentukan. Batu bata yang siap dibakar adalah batu bata yang sudah cukup kering yang sudah dijemur paling tidak selama seminggu tergantung panas matahari. Batu bata yang sudah kering kemudian disusun dalam kilang dapur sesuai jumlah yang diinginkan. Jumlah batu bata yang dibakar biasanya sekitar 20.000-100.000 batu bata. Setelah batu bata selesai disusun, langkah selanjutnya adalah memasukkan bahan bakar melalui lubang-lubang yang berada di tepi bawah kilang dapur. Semakin banyak batu bata yang dibakar maka semakin banyak juga asap yang dihasilkan. Proses pembakaran memakan waktu hingga 3 hari 2 malam tergantung tingkat kekeringan batu bata. Batu bata yang sedang dibakar harus dipantau setiap satu jam sekali agar api pembakaran tidak padam. Kayu bakar dan limbah sawit kering dimasukkan secara perlahan-lahan untuk menjaga keseimbangan api pembakaran. Batu bata yang sudah matang ditandai dengan berkurangnya asap pada permukaan atap kilang dapur. Asap yang terlihat tidak lagi berwarna hitam pekat. Setelah itu batu bata yang sudah matang dibiarkan selama 2-3 hari untuk proses pendinginan, lalu siap untuk dipasarkan.
4.3 Kadar NO2pada proses pembakaran batu bata secara tradisional
Kadar NO2diukur pada lima titik yang berbeda dengan kriteria perbedaan jumlah batu bata yang dibakar.
(51)
77
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kadar NO2pada Proses Pembakaran Batu Bata dan Kondisi Meteorologi pada Lima Kilang Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016
No. Nama Kilang Batu Bata
Jumlah batu bata yang dibakar
Kadar NO2
(µg/m3)
Suhu (ºC) 1. Kilang Batu Bata I 40.000 43,33 34 2. Kilang Batu Bata II 43.000 45,47 34,7 3. Kilang Batu Bata III 63.000 44,21 35,1 4. Kilang Batu Bata IV 80.000 49,95 34 5. Kilang Batu Bata V 95.000 63,20 35
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kadar NO2dari ke lima kilang batu bata, tidak ada yang melebihi baku mutu. Nilai baku mutu udara ambien untuk NO2 menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah 400 µg/m3. Kadar NO2 yang paling tinggi adalah pada Kilang Batu Bata V yaitu 63,20 µg/m3. Kadar NO2 yang paling rendah adalah pada Kilang Batu Bata I yaitu 43,33 µg/m3. Suhu di sekitar area pembakaran batu bata berada pada rentang 34ºC - 35,1ºC.
4.4 Lama paparan terhadap NO2
Lama paparan diperoleh dari jam kerja atau lama responden bekerja di sekitar kilang dapur batu bata dalam sehari.
Tabel 4.3 Distribusi Lama Paparan Terhadap NO2 Berdasarkan Jam Kerja
Responden
No. Jam Kerja n %
1. 8 jam 30 75
2. >8jam 10 25
Jumlah 40 100
(52)
78
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja selama 8 jam per hari (75%).
4.5 Karakteristik Responden
Distribusi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pengrajin Batu bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016
Karakteristik Responden n % 1. Umur
>40 tahun <40 tahun Total
2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 17 23 40 31 9 42,5 57,5 100 77,5 22,5 Total
3. Masa Kerja >5 tahun <5 tahun Total 40 25 15 40 100 62,5 37,5 100
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang berumur >40 tahun (57,5%). Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki (77,5%). Sebagian besar responden bekerja selama >5 tahun (62,5%).
4.5.1 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Adapun distribusi responden berdasarkan penggunaan APD dapat dilihat pada tabel berikut.
(53)
79
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD
No. Penggunaan APD n %
1. Menggunakan APD lengkap 3 7,5 2. Tidak Menggunakan APD lengkap 37 92,5
Jumlah 40 100
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hanya sebagian kecil pengrajin batu bata yang menggunakan APD lengkap (7,5%). Pada umumnya responden tidak menggunakan APD lengkap (92,5%). Alat Pelindung Diri yang digunakan oleh responden terdiri dari beberapa jenis, yaitu masker, topi kerja, sarung tangan, dan baju kerja. Adapun distribusi responden berdasarkan jenis Alat Pelindung Diri yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis APD yang Digunakan No Jenis APD
yang digunakan
Jumlah Responden Total
Menggunakan APD
% Tidak
Menggunakan APD
% n %
1. Masker 3 7,5 37 92,5 40 100
2. Topi 40 100 0 0 40 100
3. Sarung tangan
20 50 20 50 40 100
4. Baju kerja 39 97,5 1 2,5 40 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) responden menggunakan APD topi. Pada umumnya responden menggunakan APD baju kerja (97,5%). Separuh responden menggunakan APD sarung tangan (50%). Sebagian kecil responden menggunakan APD masker (7,5%).
(54)
80 4.6 Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan
Adapun distribusi responden berdasarkan jenis keluhan gangguan saluran pernapasan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan yang Dirasakan
No. Keluhan Pernapasan n %
1. Ada keluhan 25 62,5
2. Tidak ada keluhan 15 37,5
Jumlah 40 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki keluhan pernapasan (62,5%). Keluhan gangguan saluran pernapasan yang dirasakan responden ada beberapa jenis. Adapun distribusi responden berdasarkan jenis keluhan gangguan saluran pernapasan yang dirasakan dapat dilihat pada tabel berikut.
(55)
81
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan yang Dirasakan
No. Jenis keluhan pernapasan Jumlah
n %
1. Batuk: a. <3 hari b. >3 hari
c. Tidak ada keluhan Total 1 19 20 40 2,5 47,5 50 100 2. Batuk Berdahak:
a. < 3 hari b. > 3 hari
c. Tidak ada keluhan Total 0 12 28 40 0 30 70 100 3. Batuk Berdarah:
a. <3 hari b. >3 hari
c. Tidak ada keluhan Total 0 1 39 40 0 2,5 97,5 100 4. Sesak Napas:
a. Ketika bekerja
b. Setelah selesai bekerja c. Tidak ada keluhan Total 7 0 33 40 17,5 0 82,5 100 5. Nyeri Dada:
a. Ketika bekerja
b. Setelah selesai bekerja c. Tidak ada keluhan Total 4 0 36 40 10 0 90 100
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa lebih banyak responden yang memiliki keluhan batuk >3 hari (47,5%) dan lebih sedikit responden yang memiliki keluhan batuk berdarah >3 hari (2,5%).
(56)
82
4.7 Hubungan Kadar NO2 pada Proses Pembakaran Batu Bata Secara
Tradisional Dengan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata
Karena kadar NO2 pada ke lima kilang tidak dapat dikategorikan, maka uji hipotesis dilakukan dengan uji perbedaan rerata kadar NO2 di udara pada kelompok pengrajin batu bata yang memiliki keluhan pernapasan kelompok pengrajin batu bata yang tidak memiliki keluhan pernapasan di kecamatan pagar merbau tahun 2016, yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.9 Hasil Analisis Perbedaan Rerata Antara Kadar NO2 di Udara Pada
Kelompok Pengrajin Batu Bata yang Memiliki Keluhan Pernapasan dengan Kelompok Pengrajin Batu Bata yang Tidak Memiliki Keluhan Pernapasan di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016
No Variabel yang Dihubungkan n Median Mean Rank p 1. Kadar NO2 di udara pada
kelompok responden yang memiliki keluhan pernapasan
25 45,47 19,54
0,494 2. Kadar NO2 di udara pada
kelompok responden yang tidak memiliki keluhan pernapasan
15 49,95 22,10
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa median pada kelompok pertama adalah sebesar 45,47 dengan nilai mean rank 19,54 dan median pada kelompok kedua sebesar 49,95 dengan nilai mean rank 22,10.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji mann whitney, diperoleh nilai
p>0,05 artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar NO2 di udara pada kelompok pengrajin batu bata yang memiliki keluhan pernapasan dengan kelompok pengrajin batu bata yang tidak memiliki keluhan pernapasan di Kecamatan Pagar Merbau tahun 2016.
(57)
83
Tabel 4.10 Hasil Analisis Proporsi Kelompok Responden yang Memiliki Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Tiap Kilang Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016
No Nama Kilang Batu bata
Kadar NO2
(µg/m3)
Jumlah Responden
Keluhan pernapasan
Ya Tidak
n % n %
1. 2. 3. 4. 5. Kilang I Kilang II Kilang III Kilang IV Kilang V 43,33 45,47 44,21 49,95 63,20 9 7 8 7 9 7 8 4 2 6 77,8 88,9 50 28,6 66,7 2 1 4 5 3 22,1 11,1 50 71,4 33,3 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase responden yang paling banyak memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan terdapat pada kilang II dengan kadar NO2 sebesar 45,47 µg/m3 (88,9%), sedangkan persentase responden yang paling sedikit memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan terdapat pada kilang IV dengan kadar NO2sebesar 49,95 µg/m3(28,6%).
4.8 Hubungan Lama Paparan NO2 dengan Keluhan Gangguan Saluran
Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata
Hubungan lama paparan NO2 dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.11 Hasil Analisis Lama Paparan NO2 dengan Keluhan Gangguan
Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016
Lama paparan
Keluhan Pernapasan
p Ya Tidak
n % n %
1. 8 jam 20 66,7 10 33,3 0,457
2. >8 jam 5 50 5 50
(58)
84
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang bekerja selama 8 jam memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan (66,7%), dan separuh responden yang bekerja >8 jam memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan (50%). Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji fisher exact
diperoleh nilai p>0,05, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara lama paparan dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata. 4.9 Hubungan Karakteristik Pengrajin Batu Bata dengan Keluhan Gangguan
Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata
Karakteristik pengrajin batu bata yang menjadi variabel penelitian dalam analisis bivariat adalah umur, jenis kelamin, masa kerja, dan penggunaan masker. Tabel 4.12 Hasil Analisis Karakteristik Pengrajin Batu Bata dengan Keluhan
Gangguan Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016
No Karakteristik Responden
Keluhan Pernapasan Total p RP Ya Tidak
n % n % n %
1. Umur >40 tahun <40 tahun 16 9 94,1 39,1 1 14 5,9 60,9 17 23 100 100 0,000 24,889 2. Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan 17 8 53,1 100 15 0 46,9 0 32 8 100 100 0,015 1,938 3. Masa Kerja
>5 tahun <5 tahun 19 6 76 40 6 9 24 60 25 15 100 100 0,023 4,750 4. Penggunaan APD masker Tidak menggunakan masker Menggunakan masker 25 0 67,6 0 12 3 32,4 100 37 3 100 100 0,046 3,083
(59)
85
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya responden yang berumur >40 tahun memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan (94,1%). Sedangkan pada responden yang berumur <40 tahun lebih sedikit yang memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan (39,1%). Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi squarediperoleh nilai p=0,000 (p<0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara umur dengan keluhan gangguan pernapasan pada pengrajin batu bata.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) responden berjenis kelamin perempuan memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan, sedangkan keluhan gangguan saluran pernapasan pada responden laki-laki hanya 53,1%. Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji fisher exact diperoleh nilai p=0,015 (p<0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan keluhan gangguan pernapasan pada pengrajin batu bata.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang bekerja >5 tahun memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan (76%), sedangkan responden yang bekerja <5 tahun lebih sedikit yang memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan (40%). Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi squarediperoleh nilai p=0,023 (p<0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan gangguan pernapasan pada pengrajin batu bata.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) responden yang menggunakan masker tidak memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan, sedangkan sebagian besar responden yang tidak menggunakan masker memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan (67,6%). Dari hasil analisa statistik dengan
(60)
86
menggunakan uji fisher exactdiperoleh nilai p=0,046 (p<0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD masker dengan keluhan gangguan pernapasan pada pengrajin batu bata.
(61)
87 BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kadar NO2 Pada Proses Pembakaran Batu Bata Secara Tradisional di
Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016
Berdasarkan hasil pengukuran kadar NO2 yang dilakukan pada lima titik kilang pembakaran batu bata masih tergolong rendah karena nilainya masih jauh di bawah baku mutu. Nilai baku mutu udara ambien untuk NO2menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah 400 µg/m3. Kadar NO2 yang tertinggi hanya mencapai 63,20 µg/m3. Pengukuran NO2 dilakukan pada siang hari, Pada siang hari umumnya kadar gas NO2 lebih rendah. Menurut Whardana (2004), untuk gas NO2 di udara, konsentrasinya dipengaruhi oleh sinar matahari yang mengikuti daur reaksi fotolitik NO2. Pada siang hari, gas NO2 akan bereaksi dengan sinar matahari sehingga membentuk NO dan O. Kemudian O akan bereaksi dengan gas O2yang terdapat di udara sehingga membentuk O3(ozon). Pada sore hari, konsentrasi O2 yang telah terkumpul pada siang hari akan bereaksi dengan NO sehingga terbentuk gas NO2 dan O2. Hal ini menyebabkan hasil pengukuran kadar NO2lebih rendah karena dilakukan pada siang hari.
Kadar NO2 yang tertinggi diperoleh pada Kilang Batu Bata V sebesar 63,20 µg/m3 dengan jumlah batu bata yang dibakar yang paling banyak yaitu 95.000 batu bata. Sedangkan kadar NO2 yang terendah diperoleh pada Kilang Batu Bata I yaitu 43,33 µg/m3 dengan jumlah batu bata yang dibakar adalah yang paling sedikit yaitu 40.000 batu bata. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa proses
(62)
88
pembakaran dengan jumlah batu bata yang lebih banyak dapat meningkatkan kadar NO2. Semakin banyak jumlah batu bata yang dibakar maka selang waktu pembakaran akan semakin lama dan suhu pembakaran akan semakin tinggi. Suhu pembakaran yang tinggi dan selang waktu pembakaran yang semakin lama dapat meningkatkan kadar NO2. Hal ini sesuai dengan Kristanto (2002) yang menyatakan jumlah NO yang terdapat di udara dalam keadaan ekuilibrium dipengaruhi oleh suhu pembakaran, selang waktu gas hasil pembakaran terdapat pada suhu tersebut, dan jumlah kelebihan oksigen yang tersedia. Semakin tinggi suhu pembakaran, semakin tinggi pula konsentrasi NO pada kondisi ekuilibrium. Pembentukan NO hanya terjadi pada suhu tinggi. Suhu pembakaran yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak NOx. Oleh karena itu NO di dalam campuran ekuilibrium pada suhu tinggi akan terdesosiasi kembali menjadi N2 dan O2 jika suhu campuran diturunkan perlahan-lahan untuk memberikan cukup waktu bagi NO untuk terdesosiasi. Akan tetapi jika campuran ekuilibrium tersebut didinginkan secara mendadak, maka akan banyak NO yang masih terdapat pada campuran bersuhu rendah tersebut. Pendinginan cepat pada umumnya sering terjadi pada proses pembakaran.
Pembakaran batu bata di Kecamatan Pagar Merbau yang masih tergolong tradisional menghasilkan asap yang sangat pekat yang menjadi sumber pencemaran NO2. Menurut Kristanto (2002), berbagai pengaruh yang timbul karena pencemaran NOx bukan disebabkan oleh oksida tersebut, melainkan karena peranannya dalam pembentukan oksidan fotokimia yang merupakan komponen berbahaya di dalam asap. Produksi oksidan tersebut terjadi jika terdapat polutan-polutan lain yang mengakibatkan reaksi-reaksi yang melibatkan NO dan NO2. Reaksi-reaksi tersebut
(63)
89
disebut dengan siklus fotolitik NO2 dan merupakan akibat langsung dari interaksi antara sinar matahari dengan NO2. Menurut Mukono (2008), apabila udara tercemar oleh gas NO2 dan bereaksi dengan uap air maka akan menjadi korosif dan memberikan efek terhadap mata, paru-paru dan kulit. Iritasi terhadap paru-paru akan menyebabkan edema paru-paru setelah terpapar oleh gas NO2 selama 48 – 72 jam, apabila terpapar dengan dosis yang meningkat akan menjadi fatal. Menurut Kristanto (2002), pemberian sebanyak 5 ppm NO2 selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernapas.
5.2 Hubungan Kadar NO2 pada Proses Pembakaran Batu Bata Secara
Tradisional Dengan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar NO2di udara pada kelompok pengrajin batu bata yang memiliki keluhan pernapasan dengan kelompok pengrajin batu bata yang tidak memiliki keluhan pernapasan di Kecamatan Pagar Merbau tahun 2016. Jumlah pengrajin batu bata yang memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan lebih tinggi dibanding jumlah pengrajin batu bata yang tidak memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan meskipun kadar NO2pada ke lima kilang tidak jauh berbeda. Kadar NO2 yang paling tinggi adalah pada kilang ke lima, namun proporsi kelompok responden yang paling banyak memiliki keluhan pernapasan bukan pada kilang ini melainkan pada kilang kedua dengan kadar NO2 yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena metabolisme dan daya tahan tubuh setiap orang berbeda-beda. Kepekaan tubuh dalam menanggapi rangsangan dari gas iritan juga berbeda-beda. Selain itu sistem pertahanan tubuh
(64)
90
pekerja juga dipengaruhi oleh karakteristik pekerja seperti umur, jenis kelamin, dan masa kerja. Karakteristik pekerja yang beragam mengakibatkan kerentanan pekerja terhadap keluhan pernapasan juga berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan Soemirat (1994) yang menyatakan, selain dosis gas pencemar yang diterima tubuh, terdapat beberapa faktor lain yang dapat menentukan terjadinya efek atau keluhan pada seseorang, yaitu perlakuan tubuh terhadap zat tersebut, sensitivitas tubuh terhadap zat tersebut, dapat atau tidaknya zat tersebut berakumulasi di dalam tubuh serta banyaknya zat yang dapat dikeluarkan oleh tubuh.
5.3 Hubungan Lama Paparan NO2 dengan Keluhan Gangguan Saluran
Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama paparan dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata. Sebagian besar responden yang bekerja selama 8 jam memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan, sedangkan separuh responden yang bekerja >8 jam memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan. Jumlah responden yang bekerja selama 8 jam lebih banyak memiliki keluhan pernapasan dibandingkan dengan responden yang bekerja >8 jam. Hal ini disebabkan karena pada umumnya jam kerja di Indonesia adalah 8 jam/hari, yaitu sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 Tahun 1999. Selain itu, kadar NO2 pada 5 titik pengukuran tidak ada yang melebihi baku mutu. Baku mutu udara ambien untuk NO2 menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah 400 µg/m3. Kadar NO2yang tertinggi hanya mencapai 63,20 µg/m3.
(65)
91
Meskipun lama paparan tidak memiliki hubungan dengan keluhan pernapasan pada pekerja, namun jumlah pekerja yang memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan lebih besar dibanding pekerja yang tidak mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor lain, seperti umur, jenis kelamin, dan masa kerja pengrajin yang memiliki hubungan dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata. Semakin bertambahnya umur, maka kualitas paru-paru dapat memburuk dengan cepat dan menyebabkan fungsi dari organ tubuh pekerja termasuk saluran pernapasan akan semakin berkurang. Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25% lebih kecil daripada pria. Volume dan kapasitas paru yang lebih kecil inilah yang dapat menyebabkan perempuan lebih mudah mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan. Semakin lama masa kerja seseorang, maka akan semakin lama terpajan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru-paru pekerja. Selain pengaruh dari beberapa karakteristik tersebut, hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain sesuai dengan Soemirat (1994) yang menyatakan, selain dosis gas pencemar yang diterima tubuh, terdapat beberapa faktor lain yang dapat menentukan terjadinya efek atau keluhan pada seseorang, yaitu perlakuan tubuh terhadap zat tersebut, sensitivitas tubuh terhadap zat tersebut, dapat atau tidaknya zat tersebut berakumulasi di dalam tubuh serta banyaknya zat yang dapat dikeluarkan oleh tubuh.
(66)
92
5.4 Hubungan Karakteristik Pengrajin Batu Bata dengan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan keluhan pernapasan pada pengrajin batu bata. Pada umumnya responden yang berumur >40 tahun memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan. Sedangkan pada responden yang berumur <40 tahun lebih sedikit yang memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tua umur responden maka resiko mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan akan semakin besar. Semakin lama umur seseorang maka metabolisme serta daya tahan tubuhnya akan semakin menurun. Kemampuan sel-sel tubuh dalam menangkal zat radikal bebas akan semakin berkurang, sehingga lebih rentan terkena gangguan saluran pernapasan. Hal ini didukung oleh Ertika (2014) yang menyatakan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru, semakin bertambahnya umur maka kualitas paru-paru dapat memburuk dengan cepat dan menyebabkan fungsi dari organ tubuh pekerja termasuk saluran pernapasan akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan penelitian Sembiring (2002) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan gejala gangguan saluran pernapasan.Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Khaerani (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan dengan tingkat keeratan sedang antara umur dengan keluhan gangguan saluran pernapasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata. Seluruh
(67)
93
responden berjenis kelamin perempuan memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan sedangkan pada responden berjenis kelamin laki-laki hanya separuh yang memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan. Pada umumnya perempuan lebih rentan mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan. Jumlah tenaga dan kekuatan otot perempuan pada umumnya lebih rendah dibanding laki-laki. Dalam jenis pekerjaan yang memerlukan tenaga lebih besar seperti pengrajin batu bata, tidak banyak perempuan yang dijadikan pekerja. Hal ini sesuai dengan Nurrahman, dkk yang mengutip dari Guyton (2002), yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi gangguan fungsi paru adalah jenis kelamin. Hal ini disebabkan jenis kelamin memiliki kapasitas paru yang berbeda. Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25% lebih kecil daripada pria. Volume dan kapasitas paru yang lebih kecil inilah yang dapat menyebabkan perempuan lebih mudah mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata. Sebagian besar responden yang bekerja >5 tahun memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan, sedangkan responden yang bekerja <5 tahun lebih sedikit yang memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lama masa kerja responden maka resiko memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan akan semakin besar. Semakin lama masa kerja responden, maka semakin lama pula ia terpapar dengan gas iritan. Gas-gas iritan yang terhirup setiap harinya akan terakumulasi dalam tubuh sehingga lama kelamaan bersifat kronis dan dapat menimbulkan keluhan gangguan saluran pernapasan. Hal ini didukung oleh penelitian
(68)
94
Saputra dan Hariyono (2016) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pekerja pabrik di PT. Madubaru. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sembiring (2002) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan pernapasan, maka semakin lama masa kerja seseorang, maka akan semakin lama terpajan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru-paru pekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD masker dengan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata. Seluruh responden yang menggunakan masker ketika bekerja, tidak memiliki keluhan pernapasan, sedangkan sebagian besar responden yang tidak menggunakan masker memiliki keluhan gangguan saluran pernapasan. Masker berperan penting dalam melindungi saluran pernapasan pekerja dari paparan gas iritan. Penggunaan masker dapat menghalangi masuknya gas iritan ke dalam saluran pernapasan pekerja. Hal ini sesuai dengan Suma’mur (2009) yang menyatakan salah satu alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi alat pernapasan adalah masker yang dapat mengurangi resiko paparan gas berbahaya dalam lingkungan kerja. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Khaerani (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan penggunaan APD masker dengan keluhan gangguan saluran pernapasan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Noviyanti (2014) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara penggunaan masker terhadap gangguan fungsi saluran pernapasan pada pekerja unit packer PT. Semen Indonesia Pabrik Tuban.
(69)
95 BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Hasil pengukuran kadar NO2 pada ke lima kilang pembakaran batu bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016, tidak ada yang melebihi baku mutu udara ambien. Baku mutu udara ambien untuk NO2adalah 400 µg/m3.
2. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar NO2 di udara pada kelompok pengrajin batu bata yang memiliki keluhan pernapasan dengan kelompok pengrajin batu bata yang tidak memiliki keluhan pernapasan di Kecamatan Pagar Merbau tahun 2016.
3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara lama paparan dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016.
4. Ada hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, masa kerja, dan penggunaan APD masker dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016.
6.2 Saran
Bagi masyarakat pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau agar menggunakan APD ketika bekerja untuk melindungi pekerja dari paparan gas NO2.
(70)
23 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udara
2.1.1 Pengertian Udara
Berdasarkan teori Kristanto (2002), udara dapat diartikan sebagai suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap (H2O) dan karbon dioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu.
Menurut Wardhana (2004), udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara adalah atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernapas, karbon dioksida untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultraviolet.
Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat menjadi media penyebaran penyakit pada manusia. Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbon dioksida 0,03%, sementara selebihnya merupakan gas argon, neon, kripton, xenon, dan helium. Udara juga
(71)
24
mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan (Chandra, 2007).
2.2 Pencemaran Udara
2.2.1 Pengertian Pencemaran Udara
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat energi dari komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambientidak dapat memenuhi fungsinya.
Berdasarkan teori Wardhana (2004), pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan binatang.
2.2.2 Penyebab Pencemaran Udara
Menurut teori Wardhana ( 2004), secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu:
a. Karena faktor internal (secara alamiah), contoh: 1. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin
2. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi yang disertai dengan gas-gas vulkanik
3. Proses pembusukan sampah organik
b. Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh: 1. Hasil pembakaran bahan bakar fosil
(72)
25
2. Debu/serbuk dari kegiatan industri
3. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara
2.2.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara
Menurut teori Mukono (2008), bahan pencemar udara (polutan) dapat dibagimenjadi dua bagian, yaitu:
1. Polutan Primer
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu, dapat berupa:
a. Polutan gas, terdiri dari:
1. Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon dioksida (CO2).
2. Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.
3. Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.
4. Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi, dan bromin.
Penyebab terjadinya pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari sumber keadaan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang dikeluarkan antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon, CO, HC, dan partikel debu. Gas NO2, SO2, HC, dan CO dapat dihasilkan oleh pembakaran dari mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari bahan fosil.
b. Partikel
Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut
(73)
26
dapat berasal dariproses kondensasi, proses dispersi (misalnya proses menyemprot/spraying) maupun proses erosi bahan tertentu. Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menujukkan campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fumes), gas, dan kabut (mist).
Adapun yang dimaksud dengan:
1. Asap, adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai jelaga) dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.
2. Debu, adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.
3. Uap, adalah partikel padat yang merupakan hasil dari proses sublimasi, distilasi atau reaksi kimia.
4. Kabut, adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air. Berdasarkan ukuran, secara garis besar partikel dapat berupa:
a. Partikel debu kasar (coarse particlel), jika diameternya >10 mikron. b. Partikel debu, uap, dan asap, jika diameternya antara 1-10 mikron. c. Aerosol, jika diameternya <1 mikron.
2. Polutan Sekunder
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
a. Konsentrasi relatif dari bahan reaktan b. Derajat fotoaktivasi
(74)
27
c. Kondisi iklim
d. Topografi lokal dan adanya embun
Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN), dan formaldehid.
2.2.4 Sumber Pencemaran Udara
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Chandra (2007), sumber-sumber pencemaran udara dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
a. Sumber pencemaran alamiah, yang berasal dari proses atau kegiatan alam. Contoh: kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, dan sebagainya.
b. Sumber pencemaran buatan, yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Contoh: 1. Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor berupa gas CO,
CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehide, dan Pb.
2. Limbah industri kimia: metalurgi, tambang, pupuk, dan minyak bumi.
3. Sisa pembakaran dari gas alam, batubara, dan minyak, seperti asap, debu, dan sulfurdioksida.
4. Lain-lain, seperti pembakaran sisa pertanian, hutan, sampah, dan limbah reaktor nuklir.
2.2.5 Jenis-jenis Pencemar Udara
Menurut teori Kristanto (2002), berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan menjadi:
a. Pencemar Udara Primer
(75)
28
Pencemar udara primer yaitu semua pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar udara primer, yang mencakup 90% dari jumlah pencemar seluruhnya, umumnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri (cerobong asap industri) dimana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak/batu bara, proses peleburan/pemurnian logam, dan juga dihasilkan dari sektor transportasi (mobil, bus, sepeda motor, dan lainnya). Dari seluruh pencemar tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sektor transportasi, yang memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total.
Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompokberikut: 1. Karbon Monoksida (CO)
2. Nitrogen Oksida (NO) 3. Hidrokarbon (HC) 4. Sulfur Oksida (SOx) 5. Partikel
b. Pencemar Udara Sekunder
Pencemar udara sekunder adalah semua pencemar di udara yang sudah berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan. Umumnya polutan sekunder tersebut merupakan hasil reaksi antara polutan primer dengan polutan lain yang ada di udara. Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan sekunder diantaranya adalah reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis. Pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi fotokimia, misalnya oleh pembentukan ozon, yang terjadi antara
(76)
29
molekul-molekul hidrokarbon yang ada di udara dengan NOxmelalui pengaruh sinar ultraviolet dari matahari. Sebaliknya, pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi-reaksi oksida katalis diwakili oleh polutan-polutan berbentuk oksida gas yang terjadi di udara karena adanya partikel-partikel logam di udara yang berfungsi sebagai katalisator.
2.2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencemaran Udara
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Chandra (2007), pencemaran udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor meteorologi dan iklim serta faktor topografi.
1. Faktor Meteorologi dan Iklim a. Temperatur
Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri dapat menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain, udara dingin akan terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi. Dalam keadaan tersebut, di permukaan bumi dapat dikatakan tidak terdapat pertukaran udara sama sekali. Karena kondisi itu dapat berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu, udara yang berada dekat permukaan bumi akan penuh dengan polutan dan dapat menimbulkan keadaan yang sangat kritis bagi kesehatan. Contoh, Kota Tokyo pada tahun 1970 diselimuti oleh kabut tebal penuh dengan polutan sampai beberapa minggu sehingga lebih dari 8000 penduduknya menderita infeksi saluran pernapasan atas, sakit mata, dan lain-lain.
(1)
saudara yang senantiasa memberikan kasih sayang dan semangat serta doa untuk penulis.
13. Sahabat-sahabat tersayang yang telah menjadi teman setia dalam proses belajar di FKM, yaitu Dian, Yenni, Ningsih, Ina, Malinda, Widya, Lisa, dan Putri serta teman PBL Kelompok Seberaya, terima kasih untuk setiap doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
14. Keluarga besar KeMANGTEER Medan yang telah mewarnai hari-hari penulis dan menjadi tempat bagi penulis untuk belajar dan menambah pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Agustus 2016
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
HALAMAN PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.3.1 Tujuan Umum... 6
1.3.2 Tujuan Khusus... 6
1.4 Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udara... 8
2.1.1 Pengertian Udara... 8
2.2 Pencemaran Udara ... 9
2.2.1 Pengertian Pencemaran Udara ... 9
2.2.2 Penyebab Pencemaran Udara... 9
2.2.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara... 10
2.2.4 Sumber Pencemaran Udara... 12
2.2.5 Jenis-jenis Pencemar Udara ... 13
2.2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencemaran Udara... 14
2.2.7 Efek Bahan Pencemaran Udara... 16
2.2.8 Pencegahan Pencemaran Udara ... 20
2.3 Nitrogen Dioksida (NO2)... 21
2.3.1 Sumber Nitrogen Dioksida (NO2)... 21
2.3.2 Baku Mutu Udara Ambien untuk NO2... 25
2.4 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan ... 25
2.4.1 Anatomi Saluran Pernapasan ... 25
2.4.2 Fisiologi Saluran Pernapasan ... 29
2.5 Pengaruh NO2terhadap kesehatan... 31
2.6 Gangguan Saluran Pernapasan... 34
2.6.1 Gejala-gejala Gangguan Saluran Pernapasan ... 35
2.7 Industri ... 40
(3)
2.7.2 Klasifikasi Industri... 40
2.7.3 Industri dan Pencemaran... 42
2.8 Industri Batu bata ... 42
2.8.1 Defenisi Batu Bata ... 42
2.8.2 Bahan Pembentuk Batu Bata... 43
2.8.3 Industri Batu Bata di Indonesia... 46
2.9 Kerangka Konsep... 47
2.10 Hipotesis Penelitian ... 47
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 48
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 48
3.2.2 Waktu Penelitian ... 48
3.3 Populasi dan Sampel ... 49
3.3.1 Populasi Penelitian... 49
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 49
3.4 Metode Pengumpulan Data... 51
3.4.1 Data Primer ... 51
3.4.2 Data Sekunder... 52
3.5 Defenisi Operasional... 52
3.6 Aspek Pengukuran ... 53
3.6.1 Kadar Nitrogen Dioksida (NO2) ... 53
3.6.2 Karakeristik Responden... 53
3.6.3 Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan ... 54
3.7 Prosedur Pengukuran Nitrogen Dioksida (NO2)... 55
3.7.1 Pengambilan Contoh Uji... 55
3.7.2 Bahan/Pereaksi... 55
3.7.3 Prosedur Analisis ... 57
3.7.4 Perhitungan ... 57
3.8 Teknis Analisis Data ... 58
3.8.1 Teknik Pengolahan Data... 58
3.8.2 Analisis Data... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60
4.1.1 Kondisi Geografis Lokasi Penelitian ... 60
4.1.2 Demografi ... 60
4.2 Proses Pembakaran Batu Bata ... 61
4.2.1 Bahan Bakar yang Digunakan ... 61
4.2.2 Proses Pembakaran Batu Bata ... 62
4.3 Kadar NO2Pada Proses Pembakaran Batu Bata... 62
4.4 Lama Paparan Terhadap NO2... 63
4.5 Karakteristik Responden... 63
(4)
4.6 Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan ... 65
4.7 Hubungan Kadar NO2dengan Keluhan Pernapasan ... 67
4.8 Hubungan Lama Paparan dengan Keluhan Pernapasan ... 68
4.9 Hubungan Karakteristik dengan Keluhan Pernapasan ... 69
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar NO2Pada Proses Pembakaran Batu Bata... 72
5.2 Hubungan Kadar NO2dengan Keluhan Pernapasan ... 74
5.3 Hubungan Lama Paparan dengan Keluhan Pernapasan ... 75
5.4 Hubungan Karakteristik dengan Keluhan Pernapasan ... 77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 81
6.2 Saran ... 81
(5)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sumber Pencemaran NOx di udara ... 24
Tabel 2.2 Baku Mutu NO2... 25
Tabel 2.3 Kriteria Sesak Napas ... 39
Tabel 3.1 Penentuan Jumlah Sampel... 51
Tabel 4.1 Jumlah Pengrajin Batu Bata di Kec.Pagar Merbau Tahun 2015 ... 61
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kadar NO2pada Proses Pembakaran Batu Bata dan Kondisi Meteorologi pada Lima Kilang Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016 ... 63
Tabel 4.3 Distribusi Lama Paparan Terhadap NO2Berdasarkan Jam Kerja Responden... 63
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik... 64
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD ... 64
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis APD... 65
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Pernapasan... 65
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Pernapasan... 66
Tabel 4.9 Hasil Analisis Perbedaan Rerata Antara Kadar NO2Pada Kelompok Pengrajin Batu Bata yang Memiliki Keluhan Pernapasan dengan Kadar NO2Pada Kelompok Pengrajin Batu Bata yang Tidak Memiliki Keluhan Pernapasan di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016... 67
Tabel 4.10 Hasil Analisis Proporsi Kelompok Responden yang Memiliki Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Tiap Kilang Batu Bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016... 68
Tabel 4.11 Hasil Analisis Lama Paparan NO2dengan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata... 68
Tabel 4.12 Hasil Analisis Karakteristik Responden dengan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Pengrajin Batu Bata ... 69
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 : Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Lampiran 3 : Dokumentasi Hasil Penelitian
Lampiran 4 : Lampiran Hasil Analisis Univariat dan Bivariat Lampiran 5 : Master data
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 : Hasil Uji Laboraturium Pengukuran NO2
Lampiran 8 : Surat Telah Selesai Melakukan Penelitian Dari Kecamatan Pagar Merbau