Hubungan antara Faktor Perilaku dengan Kejadian Malaria di Desa
2011 di Kabupaten OKU dan Anjasmoro 2013 di wilayah kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa keluar rumah pada malam hari merupakan faktor risiko kejadian Malaria Santy et al.
2014, Nurlette et al. 2012, Salim et al. 2012. Asa et al. 2015 mendukung pernyataan tersebut bahwa perilaku keluar rumah pada
malam hari berhubungan dengan kejadian Malaria di Desa Lobu dan Lobu II Kecamatan Touluan Kabupaten Minahasa dengan p.value =
0,007. Salim et al. 2012 menjelaskan bahwa masyarakat yang keluar rumah pada malam hari memiliki risiko 7,8 kali lebih besar terkena
Malaria dibanding masyarakat yang tidak keluar rumah pada malam hari. Hasil penelitian dapat disebabkan karena sebanyak 75,3
responden yang keluar rumah pada malam hari tidak memakai obat anti nyamuk dimalam hari. Sebagian besar 79,8 responden yang keluar
rumah dimalam hari juga diketahui terdapat tempat perindukan nyamuk di sekitar rumahnya. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat yang keluar
rumah pada malam hari memiliki risiko tergigit nyamuk lebih besar dibanding dengan yang tidak keluar rumah pada malam hari.
Perilaku berisiko tersebut dilakukan salah satunya karena dipengaruhi oleh keaktifan berpartisipasi masyarakat, termasuk perilaku
keluar rumah pada malam hari. Partisipasi tersebut antara lain ialah dalam musyawarah desa. Partisipasi masyarakat dapat dipengaruhi oleh
pekerjaan dan pendidikan. Sebagai contoh masyarakat yang bekerja sebagai petani akan dapat meluangkan waktunya karena waktu bekerja
yang fleksibel. Berbeda dengan pekerja industri yang telah memiliki jadwal tertentu yang dapat menyebabkan mereka tidak dapat
berpartisipasi. Selain itu, semakin rendah latar belakang pendidikan masyarakat maka semakin rendah pula partisipasi mereka dalam
musyawarah desa Suroso et al., 2014. Hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis bahwa perilaku
keluar rumah pada malam hari berhubungan dengan kejadian Malaria. Berdasarkan temuan pada saat penelitian, terdapat informasi bahwa
perempuan maupun laki – laki dengan umur di atas 26 tahun sering
keluar rumah pada malam hari juga menjelang shubuh. Hal tersebut dikarenakan mereka menjalankan ibadah sholat di masjid setempat.
Berbeda pada laki – laki pada umur tersebut, selain keluar rumah pada
malah hari karena pergi ke masjid untuk beribadah mereka juga sering melaksanakan rapat dengan warga setempat baik rapat pengurus RT
ataupun rapat untuk musyawarah masalah tertentu. Rapat atau musyawarah yang dilakukan ini merupakan bentuk partisipasi dari
masyarakat setempat. Pelaksanaan rapat tersebut dilakukan pada pukul 20.00 WIB
sampai dengan pukul 22.00 WIB atau bahkan lebih. Hal tersebut meningkatkan risiko masyarakat untuk tergigit nyamuk. Nyamuk
Anopheles, sp terhitung menggigit pada pukul 18.00 dan puncak gigitan nyamuk terjadi pada pukul 22.00 WIB Friaraiyatini et al. 2006,
Samarang et al. 2007, Ikawati et al. 2010. Pada jam tersebut bukan
tidak memungkinkan bahwa masyarakat tergigit nyamuk pada saat perjalanan menuju tempat perkumpulan warga.
2. Penggunaan Kelambu Penggunaan kelambu telah diketahui sebagai salah satu upaya
untuk mencegah terjadinya Malaria. Penggunaan kelambu diharapkan dapat melindungi masyarakat dari gigitan nyamuk dimalam hari.
Sebagian besar 83,3 responden yang menggunakan kelambu dalam penelitian ini terkena Malaria sedangkan 16,7 responden lain yang
terkena Malaria tidak memakai kelambu. Hal tersebut bertentangan dengan teori bahwa penggunaan kelambu dapat mecegah terjadinya
Malaria sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saikhu et al. 2011 bahwa proporsi yang tidak menggunakan kelambu lebih tinggi
pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol. Berdasarkan uji statistik, penggunaan kelambu berinsektisida berhubungan dengan
kejadian Malaria. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kelambu
berhubungan dengan kejadian Malaria p.value = 0,000. Bagaray et al. 2015 juga mengatakan bahwa penggunaan kelambu berhubungan
dengan kejadian Malaria. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Sagay et al. 2015 bahwa responden yang tidak sering menggunakan
kelambu memiliki risiko 2,447 kali menderita Malaria dibandingkan dengan responden yang sering menggunakan kelambu.
Salim et al. 2012, Ristadeli et al. 2013 dan Santy et al. 2014 mendukung hasil penelitian tersebut dengan menyatakan bahwa
penggunaan kelambu berhubungan dengan kejadian Malaria. Namun, Imbiri et al. 2012 memiliki hasil penelitian yang berbeda bahwa
penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan kejadian Malaria di wilayah kerja Puskesmas Sarmi Kota Tahun 2012.
Diketahui 67 responden dalam penelitian ini yang tidak memakai kelambu juga tidak memakai obat nyamuk. Selain itu, sebanyak
84,6 responden yang tidak memakai kelambu tidak memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah. Sedangkan sebanyak 80,8
responden yang memakai kelambu memiliki rumah dengan jarak yang dekat dengan ternak.
Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain ialah apakah kelambu yang dipakai merupakan kelambu
berinsektisida atau tidak. Ikawati et al. 2010 menjelaskan bahwa kelambu dengan insektisida lebih efektif dibandingkan dengan kelambu
biasa. Hasil uji hayati kelambu yang dipakai di masyarakat di daerah Dukuh Lamuk, Desa Kalibening, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten
Wonosobo menunjukkan bahwa nyamuk uji mati sebanyak 70 pada 30 menit pertama dan meningkat hingga 93,3 setelah 24 jam. Kematian
nyamuk uji yang mencapai angka tersebut menunjukkan bahwa kelambu dengan insektisida efektif bahkan hingga 24 jam pemakaian.
Arsin et al. 2013 memperhatikan beberapa hal dalam penelitiannya tentang penggunaan kelambu selain jenis kelambu yang
berinsektisida atau tidak. Hal tersebut yakni penggunaan kelambu dimasukkan kebawah kasur atau tidak, waktu penggunaan kelambu
sebelum atau sesudah pukul 21.00 WIB, frekuensi penggunaan kelambu sering atau kadang
– kadang, perawatan kelambu dirawat atau tidak dan bahan kelambu polyester atau bukan. Penggunaan
kelambu, frekuensi penggunaan kelambu dan perawatan kelambu diketahui berhubungan dengan kejadian Malaria. Selain itu kondisi
kelambu yang tidak baik seperti ada lubang atau robekan dan jenis dinding serta lantai rumah berupa kayu juga memungkinkan nyamuk
untuk masuk Media et al., 2011. Penggunaan kelambu yang tidak dimasukkan kebawah kasur
lebih berisiko dibanding dengan penggunaan kelambu yang tidak dimasukkan kedalam kasur. Waktu penggunaan kelambu diketahui lebih
aman sebelum pukul 21.00 WIB daripada setelah pukul 21.00 WIB. Selain itu, sering atau tidaknya kelambu digunakan juga berpengaruh
terhadap kejadian Malaria dimana penggunaan yang lebih sering akan lebih aman dibandingkan dengan penggunaan yang jarang atau kadang
– kadang Arsin et al., 2013. Artinya, variabel penggunaan kelambu tidak
dapat berdiri sendiri dan diperlukan penelitian lebih dalam mengenai penggunaan kelambu.
3. Pemasangan Kasa Anti Nyamuk Kasa anti nyamuk diketahui merupakan salah satu perilaku
pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk. Ristadeli et al. 2013 melakukan penelitian dengan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pemasangan kasa anti nyamuk dengan kejadian Malaria di Kecamatan Nanga Ella Hilir Kabupaten Melawi
Provinsi Kalimantan Barat dengan nilai OR sebesar 10,5. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat yang tidak memasang kasa anti nyamuk
pada ventilasi rumah memiliki risiko 10,5 kali lebih besar terkena Malaria dibandingkan dengan masyarakat yang memasang kasa anti
nyamuk pada ventilasi rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar 83,3
masyarakat yang menderita Malaria dan sebanyak 84,9 masyarakat yang tidak menderita Malaria tidak memasang kasa anti nyamuk pada
ventilasi rumah mereka. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pemasangan kasa anti nyamuk pada ventilasi dengan kejadian
Malaria di Desa Selakambang. Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat yang tidak menggunakan kasa maupun penutup pada ventilasi rumah. Pemasangan kasa anti nyamuk ventilasi rumah ini
dengan kejadian Malaria berpengaruh terhadap mudah tidaknya nyamuk masuk kedalam rumah, ventilasi yang tidak menggunakan kasa akan
memudahkan nyamuk masuk kedalam rumah Imbiri et al., 2012. Sebagian besar 76,1 responden di Desa Selakambang yang
tidak memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah juga diketahui tidak memakai obat anti nyamuk pada malam hari. Sedangkan sebanyak
93,5 responden yang tidak memasang kasa anti nyamuk memiliki rumah dengan jarak yang dekat dengan tempat perindukan nyamuk.
Selain itu, sebanyak 76,9 responden yang tidak memasang kasa anti
nyamuk diketahui memiliki rumah dengan jarak yang dekat dengan ternak.
4. Penggunaan Obat Nyamuk Pengendalian vektor secara umum dapat dilakukan dengan dua
cara yakni pemberantasan sarang nyamuk dan pencegahan gigitan nyamuk. Penggunaan obat nyamuk merupakan salah satu perilaku
pencegahan terhadap gigitan nyamuk. Selain menggunakan obat nyamuk, penggunaan kelambu dan tidak pergi ke daerah endemis Malaria ialah
cara lain yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk Komariah et al., 2010.
Masyarakat di Desa Selakambang yang menderita Malaria sebagian besar 75 tidak menggunakan obat nyamuk saat tidur
dimalam hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat nyamuk tidak berhubungan dengan kejadian Malaria dengan p.value =
1,000. Hal tersebut dapat dikarenakan sebanyak 67 responden yang tidak menggunakan obat nyamuk diketahui juga memiliki kebiasan
keluar rumah pada malam hari. Sedangkan sebanyak 61 responden yang tidak menggunakan obat nyamuk diketahui tidak memakai kelambu
saat tidur malam hari. Selain itu, sebagian besar 89 responden yang tidak menggunakan obat nyamuk juga tidak memasang kasa anti nyamuk
pada ventilasi rumah. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Santy et al.
2014 bahwa masyarakat yang tidak menggunakan obat nyamuk di Desa Sungai Ayak 3 berisiko 2,17 kali lebih besar dibandingkan dengan
masyarakat yang menggunakan obat anti nyamuk. Nurlette et al. 2012 juga menyatakan bahwa penggunaan obat nyamuk berhubungan dengan
kejadian Malaria dengan p.value = 0,000.