cadangan lemak kurang maka leptin juga berkurang maka nafsu makan meningkat. Sekresi leptin juga berguna untuk menurunkan nafsu makan.
Produksi leptin yang lebih rendah pada perokok dapat mengakibatkan nafsu makan perokok meningkat sehingga memungkinkan asupan energi
perokok pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingan dengan bukan perokok
Selain itu, pada saat wawancara responden perokok dalam penelitian ini banyak diantara mereka mengkonsumsi jajanan yang ada di kantin seperti
kentang goreng, roti, spageti atau mie instan yang merupakan sumber karbohidrat. Karbohidrat merupakan penyumbang energi terbesar diantara
asupan gizi lainnya. Hal ini mungkin yang menyebabkan asupan energi pada perokok lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.
2. Protein
Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh setelah air Yuniastuti, 2008. Seperlima bagian dalam tubuh adalah
protein, separuhnya ada didalam otot, seperlimanya ditulang dan tulang rawan, sepersepuluhnya di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan
lain dan cairan tubuh Almatsier, 2009. Protein mempunyai fungsi yang khas yaitu membangun dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh
Almatsier, 2009. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi AKG 2013, angka kecukupan
protein untuk laki-laki usia 19-29 tahun adalah 62 gram. Rata-rata asupan
protein responden perokok dan bukan perokok dalam penelitian ini adalah sebesar 84 gram dan 72 gram. Hal ini dapat dikatakan bahwa rata-rata
asupan energi responden dalam penelitian ini cukup dari kebutuhan protein berdasarkan AKG 2013. Hal tersebut sejalan dengan hasil Riskesdas
2010 rata-rata tingkat konsumsi energi penduduk di perkotaan pada kelompok laki-laki usia 19-29 tahun yaitu 62,3 gram.
Rata-rata asupan protein responden sudah mencukupi membuktikan bahwa konsumsi lauk pauk responden pada umumnya masih baik karena
protein berasal dari lauk pauk hewani maupun nabati. Sebagian besar responden paling sering mengkonsumsi makanan sumber protein seperti
daging ayam, telur, tahu dan tempe. Protein akan menggantikan fungsi karbohidrat sebagai penghasil energi, jika asupan karbohidrat tidak
mencukupi untuk kebutuhan energi Almatsier, 2009. Kekurangan protein akan berdampak pada pertumbuhan yang kurang
baik, daya tahan tubuh menurun, lebih rentan terhadap penyakit, serta daya kreativitas dan daya kerja menurun drastis Kartasapoetra, 2009.
Sedangkan seseorang yang mengalami kelebihan asupan protein dapat merangsang pengeluaran kalsium. Kelebihan protein juga dapat
mengakibatkan kerja ginjal menjadi lebih berat, serta terjadi pembesaran hipertrofi pada hati dan ginjal Devi, 2010.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan p value = 0,000 rata-rata asupan protein antara perokok dan bukan perokok.
Hasil analisis perbedaan asupan protein antara perokok dan bukan perokok
pada penelitian ini menunjukkan bahwa asupan protein perokok lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Rosiana 2012 yang menunjukkan tingginya asupan protein pada perokok dibandingkan non-perokok.
Tingginya asupan lemak juga mempengaruhi tingginya asupan zat gizi protein, hal ini karena makanan yang mengandung lemak juga merupakan
makanan yang mengandung protein. Hal ini menyebabkan asupan protein pada penelitian ini lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok. Tingginya asupan protein pada perokok dalam penelitian ini juga
disebabkan karena diantara mereka banyak yang mengikuti kelas fitnes. Fitnes adalah kegiatan olahraga pembentukan otot-otot tubuh atau fisik
yang dilakukan secara rutin dan berkala, yang bertujuan untuk menjaga fitalitas tubuh dan berlatih disiplin. Protein juga merupakan salah satu
unsur utama dalam penyusun otot. Sehingga sangat dianjurkan untuk mereka yang mengikuti fitnes untuk banyak mengkonsumsi makanan
sumber protein.
E. Status Merokok berdasarkan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Universitas