Keterbatasan FFQ yaitu: 1.
Kemungkinan tidak menggambarkan usual food atau porsi yang dipilih responden
2. Tergantung kepada kemampuan responden untuk mendeskripsikan
dietnya.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Kurang
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi kurang antara lain: 1.
Umur Umur adalah masa hidup seseorang dalam tahun dimulai dari ia lahir
sampai dengan ulang tahun terakhir. Umur mempunyai peran dalam memilih makanan. Pada saat masih bayi, seseorang tidak dapat memilih
makanan yang mereka inginkan, namun pada saat dewasa seseorang dapat memilih makanan yang mereka inginkan. Saat seseorang tumbuh menjadi
remaja dan dewasa, pengaruh terhadap kebiasaan makannya menjadi sangat kompleks Worthington, 2000. Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada
setiap kelompok umur di masyarakat Gibney, 2009.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan seks yang diberikan oleh tuhan sejak lahir. Jenis kelamin dibedakan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan.
Kebutuhan zat gizi laki-laki dan perempuan berbeda, hal itu dikarenakan pertumbuhan dan perkembangannya berbeda.
Menurut Worthington 2000 pada umumnya laki-laki lebih aktif dalam melakukan kegiatan fisik sehingga membutuhkan energi dan protein yang
lebih besar dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan Zarei 2014 menunjukkan adanya hubungan secara bermakna antara status gizi
dengan jenis kelamin. Berdasarkan penelitian Omigbodum 2010 dan Banerjee 2011 ditemukan yang menderita gizi kurang lebih banyak
berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. 3.
Asupan Energi Manusia
dalam kehidupanya
membutuhkan energi
untuk mempertahankan hidupnya, menunjang pertumbuhan dan melakukan
aktivitas fisik. Energi yang ditimbulkan dalam tubuh manusia dapat dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Agar
manusia selalu tercukupi energinya, maka diperlukan makanan yang cukup ke dalam tubuhnya Kartasapoetra, 2009.
Kecukupan energi tiap kelompok umur dan jenis kelamin berbeda-beda. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi AKG 2013, angka kecukupan energi
usia 16-18 tahun untuk laki-laki 2675 kkal dan 2125 untuk perempuan. Sedangkan angka kecukupan energi usia 19-29 tahun untuk laki-laki adalah
2725 kkal dan 2250 kkal untuk perempuan. Jika seseorang dalam jangka waktu yang cukup lama kekurangan
asupan energi, maka akan mengakibatkan menurunnya berat badan bahkan kurang gizi Gibney, 2009. Penelitian yang dilakukan Muchlisa 2013,
diketahui adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi, apabila
asupan energi seseorang rendah maka ia akan memiliki peluang yang lebih besar untuk berada pada kategori status gizi kurus. Hasil tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kennedy 2004 yang menyebutkan bahwa konsumsi energi yang rendah dapat menyebabkan IMT yang rendah
juga dan adanya hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan IMT Ubro, 2014.
Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa asupan zat gizi energi antara perokok dan bukan perokok memiliki perbedaan yang
signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Dallongeville dkk 1998 dengan cara menganalisis 51 studi pada 15 negara
yang berbeda menyebutkan bahwa asupan energi pada perokok lebih rendah dengan bukan perokok secara signifikan. Hasil tersebut juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Palaniappan 2001 yang menunjukkan bahwa asupan energi lebih rendah pada perokok dibandingkan bukan
perokok. 4.
Asupan Protein Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh
setelah air Yuniastuti, 2008. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlimanya di dalam tulang dan tulang
rawan, sepersepuluhnya di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi yang khas yaitu
membangun dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh Almatsier, 2009.
Pangan sumber protein hewani adalah daging ayam, sapi, ikan, telur, susu dan produk olahannya. Pangan nabati yang banyak mengandung
protein adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Sebagian kecil protein terdapat dalam sayuran dan buah-buahan Yuniastuti, 2008
Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lainnya, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh
Almatsier, 2009. Protein juga berfungsi sebagai pembentuk jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan juga menyediakan
asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme serta antibodi yang diperlukan. Selain itu, protein dapat
mengatur keseimbangan air yang terdapat dalam tiga kompartemen yaitu intraseluler, interseluler dan intravaskuler, serta dapat mempertahankan
kenetralan asam-basa tubuh Yuniastuti, 2008. Kecukupan zat gizi protein tiap kelompok umur dan jenis kelamin
berbeda-beda. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi AKG 2013, angka kecukupan lemak usia 16-18 tahun untuk laki-laki 66 gram dan 59 gram
untuk perempuan. Sedangkan angka kecukupan lemak usia 19-29 tahun untuk laki-laki adalah 62 gram dan 56 gram untuk perempuan.
Penelitian eksperimental yang dilakukan oleh Astrup 2003 menunjukkan bahwa protein memiliki daya mengenyangkan lebih tinggi
perkalori dibandingkan karbohidrat dan lemak pada orang dewasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggantian diet karbohidrat dengan protein
ad libidum bersamaan dengan diet rendah lemak dapat memperbaiki
kehilangan berat badan. Penelitian yang dilakukan Muchlisa 2013 juga menunjukkan adanya hubungan antara asupan protein dengan status gizi
berdasarkan IMT. Dimana, responden yang asupan proteinnya kurang lebih banyak yang tergolong status gizi kurus berdasarkan IMT.
Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa asupan zat gizi protein antara perokok dan bukan perokok memiliki perbedaan yang
signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Dallongeville dkk 1998 dengan cara menganalisis 51 studi pada 15 negara
yang berbeda menyebutkan bahwa asupan protein pada perokok lebih rendah dengan bukan perokok secara signifikan.
5. Aktivitas fisik
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO dalam Russell 2005, aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Bergerakaktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan
energi pembakaran kalori Russell, 2005. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas fisik adalah segala macam gerak yang
membutuhkan energi. Aktivitas fisik secara teratur telah lama dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup.
Menurut Jakicic 2006 peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dalam penurunan berat badan atau pencegahan
penambahan berat badan. Seseorang yang melakukan aktivitas fisik lebih sering dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan aktivitas fisik
berat badannya berbeda sehingga status gizinya juga berbeda. Hasil penelitian tersebut di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sada
2012 yang menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi menurut IMT. Aktivitas fisik dan IMT mempunyai hubungan
berpola negatif, artinya semakin besar aktivitas fisik maka semakin kecil IMTnya Rosiana, 2012.
Aktivitas fisik pada perokok dan bukan perokok juga menunjukkan perbedaan. Hal tersebut dibuktikan penelitian yang dilakukan oleh Klesges
dkk 1990 yang menunjukkan secara signifikan rendahnya tingkat aktivitas fisik pada perokok dibandingkan bukan perokok. Hasil tersebut di dukung
dengan dengan penelitian yang dilakukan Sneve dan Jorde 2008 bahwa semakin banyak batang rokok yang dihisap semakin sedikit aktivitas fisik
yang dilakukan. 6.
Sukuras Di Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa. Menurut Kamus
Besar Ilmu Pengetahuan suku adalah bentuk komunitas manusia yang merupakan suatu ciri khas dari sistem komunal primitif yang dianggotai
oleh orang yang masih memiliki satu darah Dagun, 2000. Di Indonesia, sebagian besar suku mengikuti garis keturunan ayah suku Jawa, Bugis,
Batak, Ambon, kecuali di Sumatera Barat suku Minangkabau masih mengikuti garis keturunan ibu Salampessy, 2007.
Menurut Davis dkk 2005 menunjukkan adanya perbedaan ras dalam penurunan berat badan pada wanita yang berstatus obesitas. Sedangkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Hagler dkk 2007 menemukan bahwa prevalensi gizi lebih berdasarkan ras berbeda-beda, 70.6 pada kulit putih
non-hispanik, 18.3 pasa latin hispanik, 5.2 pada Amerika Afrika, 2 pada multiras ,1.6 pada Asia dan Kepulauan Pasifik, 1.6 pada bukan
warga negara Amerika dan 0.5 pada pribumi Amerika. 7.
Genetik Faktor genetik penting dalam status gizi. Anak dari orang tua yang
mengalami obesitas memiliki kesempatan lebih besar mengalami obesitas daripada anak dari orang tua yang kurus Salampessy, 2007. Penelitian
yang dilakukan oleh Khader 2009 di Jordan menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan antara status gizi dengan genetik. Anak yang mempunyai
orang tua gemuk akan meningkatkan peluang menjadi gizi lebih Khader, 2009.
Semakin besar berat badan orang tua maka semakin tinggi peluang gizi lebih pada anaknya. Hal ini dapat dijelaskan apabila salah satu orang tua
atau keduanya underweight maka peluang anak menjadi gizi lebih sebesar 3. Pada anak yang kedua orang tuanya mempunyai status gizi normal
maka peluang aak menjadi gizi lebih meningkat menjadi 3.2. Peluang anak menjadi gizi lebih akan meningkat menjadi 6.9 jika dalah satu orang
tuanya mempunyai status gizi normal dan satunya lagi overweight. Peluang semakin meningkat menjadi 11.4, 22 dan 39.1 apabila kedua orang
tuanya overweight, satu overweight dan satu obesitas, serta keduanya obesitas Li et al, 2007.
8. Merokok
Status merokok dapat dibedakan menjadi perokok dan bukan perokok. Status merokok merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
status gizi. Merokok dapat menurunkan berat badan dengan cara meningkatkan laju metabolisme, menurunkan efisiensi metabolik atau
menurunkan absorbsi kalori mengurangi nafsu makan Chiolero, 2008 Nikotin yang terkandung dalam rokok bekerja di reseptor nikotinik
kolinergik di otak dan ganglia otonom. Ikatan nikotin dengan reseptor ini membuka kanal ion, menarik masuk sodium dan kalsium, yang selanjutnya
meningkatkan pengeluaran berbagai neurotransmiter. Proses ini menyebabkan
pengeluaran sistemik
katekolamin yang
berperan meningkatkan laju metabolisme, serta pengeluaran dopamin, serotonin,
norepinefrin dan epinefrin yang efeknya meningkatkan satiety system sehingga terjadi penurunan nafsu makan Govern, 2011. Penurunan nafsu
makan yang terus menerus atau berlangsung lama dapat menyebabkan berat badan menurun dan mempengaruhi status gizi.
Menurut Chhabra dan Sunil 2011 yang melakukan penelitian di India menunjukkan bahwa merokok berhubungan negatif dengan status gizi.
Hasil penelitian tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bamia dkk 2004 di Yunani melaporkan bahwa jika dibandingkan dengan
bukan perokok, perokok memiliki nilai rata-rata IMT yang lebih rendah. Hasil penelitian Jitnarin 2014 menunjukkan bahwa mereka yang saat
waktu penelitian merokok memiliki IMT lebih rendah daripada responden yang tidak pernah perokok atau orang-orang yang telah berhenti merokok.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Napradit 2007 dan Kadowaki 2006 yang menyebutkan adanya kenaikan berat
badan setelah berhenti merokok. Banyaknya batang rokok yang dihisap juga dapat mempengaruhi IMT.
Bamia 2004 melaporkan bahwa peningkatan jumlah rokok yang dihisap cenderung berhubungan dengan IMT. Hasil tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Rosiana 2012 yang menunjukkan bahwa terdapat adanya korelasi yang signifikan antara rata-rata batang rokok yang
dihisap per-hari dengan IMT dengan kekuatan korelasi sedang dan berpola negatif. Sehingga dikatakan bahwa semakin banyak batang rokok yang
dihisap maka IMTnya pun akan semakin kecil. Namun, menurut Jitnarin 2009 dan Sneve 2008 hasil penelitiannya
menunjukkan terdapat hubungan U-shaped antara banyaknya rokok yang dikonsumsi perhari dengan IMT, dimana perokok ringan 1-9 batang
rokokhari memiliki IMT yang paling rendah secara signifikan, perokok berat 20 batang rokokhari dan non-perokok memiliki IMT yang lebih
tinggi. Meskipun terdapat hubungan U-shaped, ini bertentangan dengan teori bahwa merokok mempengaruhi berat badan melalui efeknya pada
metabolisme, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok berat memiliki IMT tinggi karena gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi
alkohol, kurang berolahraga, dan konsumsi tinggi lemak Padrao, 2007. 9.
Status Kesehatan Kesehatan seseorang dapat mempengaruhi status gizinya. Status gizi
buruk mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi misalnya TB. Penelitian yang dilakukan Izzati 2015 menunjukkan hubungan yang
bermakna antara status gizi dengan kejadian TB paru. Apabila seseorang berstatus gizi kurang beresiko 9.4 kali menderita TB Paru dibandingkan
dengan responden dengan status gizi normal dan atau berlebih. D.
Rokok
1. Pengertian Rokok
Rokok merupakan suatu benda yang tentu saja sudah tidak asing lagi. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang dapat membahayakan kesehatan
bagi individu itu sendiri maupun orang yang ada dilingkungannya. Berdasarkan PP No. 19 tahun 2003 dalam Aula 2010, diketahui bahwa
rokok adalah hasil olahan tembakau yang dibungkus, termasuk cerutu ataupun bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana
Tabacum,Nicotiana Rustica dan spesies lainnya, atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Dalam
sebatang rokok terdapat beberapa kandungan zat seperti, nikotin, karbon monoksida, tar, arsenic, amonia, formic acid, acrolein, hydrogen cyanide,
nitrous oksida, formaldehyde, phenol, acetol, hydrogen sulfide, pyridine, methyl chloride dan methanol Aula, 2010.
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang sekitar 70-120 mm bervariasi tergantung negara dengan diameter sekitar 10mm yang berisi
daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup melalui mulut
pada ujung lainnya. Biasanya, rokok dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong
Aula, 2010.
2. Kategori Perokok
Menurut Bamia 2004, perokok aktif dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Perokok ringan
Perokok dikatakan perokok ringan apabila jumlah rokok yang dikonsumsi berkisar 1-9 batang per hari.
b. Perokok sedang
Perokok dikatakan perokok sedang apabila jumlah rokok yang dikonsumsi berkisar 10-19 batang per hari.
c. Perokok berat
Perokok dikatakan perokok berat apabila jumlah rokok yang dikonsumsi berkisar ≥ 20 batang per hari.
3. Jenis-jenis rokok Aula, 2010.
1. Rokok Berdasarkan Bahan Pembungkus
1 Kawung adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun
aren. 2
Sigaret adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas 3
Cerutu adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau
2. Rokok Berdasarkan Bahan Baku atau Isi
1 Rokok putih yaitu rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun
tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
2 Rokok kretek yaitu rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3 Rokok klembak yaitu rokok yang baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh dan menyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3. Rokok Berdasarkan Proses Perbuatan
1 Sigaret kretek tangan SKT adalah rokok yang proses
pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan ataupun alat bantu sederhana.
2 Sigaret kretek mesin SKM adalah rokok yang proses
pembuatannya menggunakan mesin. Caranya, material rokok
dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok dan keluarannya berupa rokok batangan.
4. Rokok Berdasarkan Penggunaan Filter
1 Rokok filter RF adalah rokok yang pada bagian pangkalnya
terdapat gabus. 2
Rokok nonfilter RNF adalah rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.
E. Kerangka Teori