pada penelitian ini menunjukkan bahwa asupan protein perokok lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Rosiana 2012 yang menunjukkan tingginya asupan protein pada perokok dibandingkan non-perokok.
Tingginya asupan lemak juga mempengaruhi tingginya asupan zat gizi protein, hal ini karena makanan yang mengandung lemak juga merupakan
makanan yang mengandung protein. Hal ini menyebabkan asupan protein pada penelitian ini lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok. Tingginya asupan protein pada perokok dalam penelitian ini juga
disebabkan karena diantara mereka banyak yang mengikuti kelas fitnes. Fitnes adalah kegiatan olahraga pembentukan otot-otot tubuh atau fisik
yang dilakukan secara rutin dan berkala, yang bertujuan untuk menjaga fitalitas tubuh dan berlatih disiplin. Protein juga merupakan salah satu
unsur utama dalam penyusun otot. Sehingga sangat dianjurkan untuk mereka yang mengikuti fitnes untuk banyak mengkonsumsi makanan
sumber protein.
E. Status Merokok berdasarkan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Universitas
Esa Unggul tahun 2016
Aktivitas fisik merupakan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Bergerakaktivitas fisik adalah
setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi pembakaran kalori Russell, 2005. Secara keseluruhan, aktivitas fisik dapat
memperbaiki fungsi otot, fungsi jantung, penampilan dan salah satu cara untuk mengatur berat badan Rosiana, 2012.
A
ktivitas fisik yang dilakukan dengan teratur dapat mengurangi risiko penyakit jantung koroner dan stroke, diabetes, hipertensi, kanker usus besar, kanker payudara dan
depresi WHO, 2010
. Menurut Jakicic 2006 peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dalam penurunan berat badan atau pencegahan
penambahan berat badan. Seseorang yang melakukan aktivitas fisik lebih sering dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan aktivitas fisik berat badannya
berbeda sehingga status gizinya juga berbeda. Untuk mengukur aktivitas fisik pada penelitian ini menggunakan instrumen
IPAQ. IPAQ merupakan kuesioner internasional yang berfungsi untuk mengukur aktivitas fisik pada 7 hari sebelum wawancara. Jenis aktivitas fisik terbagi menjadi
aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat IPAQ, 2005. Rata-rata skor aktivitas fisik responden perokok dan bukan perokok dalam
penelitian ini adalah 1118 METs-minmgg dan 966 METs-minmgg. Jika dilihat berdasarkan kategori, maka rata-rata aktivitas fisik responden perokok dan bukan
perokok pada penelitian ini tergolong kedalam aktivitas fisik sedang. Kelompok aktivitas fisik berat lebih banyak pada perokok 34,5 jika dibandingkan dengan
responden bukan perokok 25,5. Berdasarkan hasil wawancara, mereka yang
termasuk kedalam aktivitas fisik berat adalah responden yang teratur mengikuti kelas fitnes.
Berdasarkan Riskesdas 2013, diketahui bahwa proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1. Sedangkan berdasarkan
proporsi aktivitas fisik pada penduduk laki-laki di DKI Jakarta sebanyak 19,2 cukup aktif dan 80,8 kurang aktif. Hal ini menujukkan bahwa aktivitas fisik
mahasiswa Universitas Esa Unggul sudah cukup aktif. Hasil analisis aktivitas fisik pada perokok dengan bukan perokok dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan dan perbedaan yang signifikan p value = 0,056 pada aktivitas fisik antara perokok dan bukan perokok.
Hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas fisik pada perokok lebih besar jika dibandingkan dengan bukan perokok. Hal ini sejalan dengan penelitian Henrikus
dan Jeffery 1996 dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa pada perokok setidaknya melakukan aktivitas fisik yang cukup tinggi, pada perokok juga
dilaporkan bahwa yang paling tinggi melakukan aktivitas fisik berkaitan dengan pekerjaan.
Selain itu, hasil dalam penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rosiana 2012 bahwa aktifitas fisik perokok lebih besar jika
dibandingkan dengan non-perokok. Hal tersebut dikarenakan pada kelompok perokok rata-rata lebih aktif untuk melakukan olahraga dibandingkan kelompok
non-perokok. Selain itu, waktu luang yang digunakan pada kelompok non-
perokok cenderung lebih di manfaatkan untuk melakukan aktivitas fisik yang tidak memerlukan banyak energi seperti mengerjakan tugas, belajar di perpustakaan dan
menonton tv.
71
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Perokok pada mahasiswa Universitas Esa Unggul adalah sebanyak 211
mahasiswa 30,9. Kategori perokok terbesar yaitu pada kategori perokok ringan sebesar 61,9 dan sebanyak 52 47,3 perokok
merokok sesudah makan. 2.
Berdasarkan pengukuran berat badan dan tinggi badan, rata-rata IMT perokok dan bukan perokok pada Mahasiswa Esa Unggul tahun 2016
ialah 22,42 dan 23,07. Kategori status gizi kurang dan gizi lebih, lebih besar pada perokok dibandingkan bukan perokok, yaitu 19,1 gizi
kurang dan 31,8 perokok gizi lebih. 3.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata IMT antara perokok dan bukan perokok pada Mahasiswa Esa Unggul tahun 2016
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dengan
IMT pada Mahasiswa Esa Unggul tahun 2016 5.
Rata-rata asupan energi perokok dan bukan perokok pada Mahasiswa Esa Unggul tahun 2016 ialah 2421 kkal dan 2316 kkal. Sedangkan Rata-rata
asupan protein perokok dan bukan perokok pada Mahasiswa Esa Unggul tahun 2016 ialah 84,09 gram dan 72,52 gram. Rata-rata asupan protein
responden melebihi Angka Kecukupan Gizi AKG 2013