Latar Belakang Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sumberdaya hutan yang banyak dimanfaatkan adalah kayu. Kayu akan mempunyai nilai manfaat apabila dapat dikeluarkan dari hutan untuk didistribusikan kepada konsumen yang memerlukan manfaat dari hasil hutan tersebut. Kegiatan mengeluarkan kayu atau hasil hutan lainnya dari hutan ke lokasi lain disebut dengan pemanenan hutan Suparto 1997. Terdapat berbagai tahapan dalam pemanenan hasil hutan kayu, mulai dari perencanaan pemanenan, pembukaan wilayah hutan, penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengangkutan, sampai pada penimbunan kayu. Elias 2008 menyatakan pada proses pemanenan kayu, produsen sering hanya mementingkan keuntungan material dan intensitas yang berlebihan tetapi tidak melihat dampak kerusakan yang diakibatkan dalam proses pemanenan. Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan pemanenan kayu ini tidak dapat dihindarkan. Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya belum dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan oleh penerapan silvikultur belum diintegrasikan dengan sistem pemanenan kayu. Selain itu, teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar belum digunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia. Reduced Impact Logging RIL merupakan teknik pemanenan yang digunakan untuk memperbaiki pemanenan kayu di hutan alam tropis. Para ahli pemanenan kayu menganggap selama ini pemanenan kayu yang dilakukan di hutan alam tropis sangat merusak hutan tropis, karena produsen tidak menghiraukan prinsip-prinsip dan kaidah- kaidah pemanenan kayu yang berwawasan lingkungan dan tidak mengikuti prinsip pengelolaan hutan lestari yang berdasarkan kelestarian ekosistem Elias 2002a. Selama ini telah diketahui oleh para rimbawan bahwa teknik-teknik Reduced Impact Logging dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemanenan kayu. Namun, produsen pada dasarnya jarang menerapkannya dengan berbagai alasan, antara lain: biaya pemanenan sangat tinggi, tidak ada tenaga terampil yang dapat melaksanakan, dan lain-lain. Hal ini disebabkan kurangnya wawasan terhadap konsep, keuntungan dan manfaat RIL terhadap pengelolaan hutan lestari Elias 2002a. PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola hutan dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu IUPHHK pada hutan alam berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 359Menhut-II2009. Keputusan Menteri Kehutanan tersebut merupakan izin perpanjangan kedua setelah sebelumnya mendapatkan izin perpanjangan pertama berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 95Kpts-II2000. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 359Menhut-II2009, luas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber adalah ± 93.425 ha, terletak di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Jangka waktu IUPHHK berlaku selama 45 tahun terhitung sejak tanggal 8 November 2010 dan akan berakhir pada tanggal 7 November 2055. Manajemen PT. Ratah Timber memiliki komitmen untuk mengelola hutan secara lestari dan bercita-cita untuk mendapatkan sertifikat pengelolaan hutan alam lestari SFM. Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki metode dan tahapan pengelolaan hutan adalah Reduced Impact Logging RIL. RIL merupakan metode logging yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif kegiatan pembalakan hutan terhadap lingkungan. Langkah awal untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan uji coba RIL mulai dari tahun 2009 sebanyak 2 petak, yaitu: petak H1 dan petak H2, tahun 2010 sebanyak 2 petak tebangan, yaitu: petak J12 dan petak J13, dan pada tahun 2011 adalah implementasi RIL untuk seluruh petak tebang. Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan menggunakan metode Conventional Logging dan Reduce Impact Logging sangat penting dilakukan mengingat tujuan perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi Forest Stewardship Council FSC.

1.2 Tujuan