tersebut pada kegiatan penyaradan sehingga pergerakan bulldozer lebih terarah. Dengan diketahuinya kedudukan pohon yang akan disarad serta sudah dibuatnya
jalan sarad, maka operator bulldozer akan dengan mudah untuk mendatangi kayu tersebut. Pada penyaradan menggunakan metode CL, operator harus mencari log
yang telah ditebang sehingga jalan sarad yang terbentuk lebih banyak dan panjang. Tidak adanya koordinasi antara operator chainsaw dan operator bulldozer juga
menjadi penyebab semakin besarnya keterbukaan areal.
5.3.3 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan
Besarnya kerusakan total yang disebabkan oleh kegiatan penebangan dan penyaradan pada pemanenan menggunakan metode CL dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32 Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada pemanenan menggunakan metode CL
Plot N
I Pohon yang Rusak
Kerusakan Tegakan Tinggal Penebangan
Penyaradan Penebangan
Penyaradan Total
a b
c d
e f
g e=ca-b100
f=da-b100 g=e+f
1 39
2 3
5 8,11
13,51 21,62
2 47
7 11
4 27,50
10,00 37,50
3 38
3 7
4 20,00
11,43 31,43
4 44
9 10
6 28,57
17,14 45,71
5 34
5 8
4 27,59
13,79 41,38
6 26
2 3
3 12,50
12,50 25,00
7 47
4 7
4 16,28
9,30 25,58
8 32
3 6
4 20,69
13,79 34,48
9 47
6 10
6 24,39
14,63 39,02
10 31
6 6
3 24,00
12,00 36,00
Rata-rata 38,50
4,70 7,10
4,30 20,96
12,81 33,77
Simpangan 7,23
2,19 2,62
1,00 6,52
2,18 7,38
Baku
Keterangan : N = Jumlah pohon sebelum pemaenanha pohonha I
= Intensitas pemanenannha pohonha
Kerusakan total terbesar setelah penebangan dan penyaradan menggunakan metode CL terjadi pada plot 4 dengan total kerusakan sebesar 45,71 atau sebesar
16 pohonha sedangkan kerusakan total terkecil terdapat pada plot 1 sebesar 21,62 8 pohonha. Rata-rata kerusakan total yang terjadi pada plot penelitian
menggunakan metode ini adalah 33,77 atau sebanyak 11,40 pohonha. Rata-rata intensitas pemanenan menggunakan metode ini adalah 4,70 pohonha yang
mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 11,40 pohonha. Hal ini berarti
bahwa setiap pemanenan 1 pohonha menggunakan metode CL akan mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal sebanyak 2,42 pohonha. Perbedaan
kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan tersebut disebabkan oleh perbedaan intensitas pemanenan, kerapatan awal tegakan, dan kelerengan
lapangan pada masing-masing plot. Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada
pemanenan menggunakan metode RIL seperti ditunjukkan pada Tabel 33. Tabel 33 Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada
pemanenan menggunakan metode RIL
Plot N
I Pohon yang Rusak
Kerusakan Tegakan Tinggal Penebangan Penyaradan
Penebangan Penyaradan
Total
a b
c d
e f
g e=ca-b100
f=da-b100 g=e+f
1 64
4 5
6 8,33
10,00 18,33
2 48
5 5
3 11,63
6,98 18,60
3 46
2 1
3 2,27
6,82 9,09
4 31
6 7
2 28,00
8,00 36,00
5 33
4 7
3 24,14
10,34 34,48
6 47
9 11
3 28,95
7,89 36,84
7 50
3 4
5 8,51
10,64 19,15
8 28
4 6
2 25,00
8,33 33,33
9 29
3 2
3 7,69
11,54 19,23
10 45
4 4
3 9,76
7,32 17,07
Rata-rata 42,10 4,40
5,20 3,30
15,43 8,79
24,21 Simpangan
10,96 1,85 2,68
1,19 9,41
1,61 9,40
Baku Keterangan : N = Jumlah pohon sebelum pemaenanha pohonha
I = Intensitas pemanenannha pohonha
Berdasarkan Tabel 33, diketahui bahwa setelah kegiatan pemanenan dilakukan, kerusakan total terbesar terjadi pada plot 6 dengan kerusakan total
sebesar 36,84 atau sebanyak 14 pohonha, sedangkan kerusakan total terkecil terdapat pada plot 3 dengan total kerusakan sebesar 9,09 atau sebanyak 4
pohonha. Pemanenan menggunakan metode RIL pada penelitian ini mengakibatkan rata-rata kerusakan tegakan tinggal sebesar 24,21 atau sebanyak
8,50 pohonha. Rata –rata intensitas pemanenan pada plot yang menggunakan
metode RIL adalah 4,40 pohonha yang menyebabkan kerusakan rata-rata sebanyak 8,50 pohonha, sehingga untuk pemanenan 1 pohonha pada pemanenan
menggunakan metode RIL akan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 1,93 pohonha. Pada masing-masing plot terdapat perbedaan besarnya kerusakan
tegakan tinggal yang terjadi. Perbedaan ini disebabakan perbedaan intensitas pemanenan, kerapatan awal tegakan, dan kelerengan lapangan yang berbeda di
setiap plot penelitian. Kerusakan tegakan tinggal yang besar menyebabkan penurunan jumlah
pohon sehat yang berfungsi sebagai aset tegakan pada masa yang akan datang. Kedua metode pemanenan menunjukkan persentase kerusakan tegakan tinggal yang
berbeda pada setiap ha. Sama halnya dengan mengurangi luas keterbukaan areal akibat penyaradan, pemanenan dengan menerapkan metode RIL mampu
mengurangi kerusakan yang terjadi pada tegakan tinggal. Hal ini dilihat dari persentase kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada kedua metode pemanenan
tersebut. Rata-rata kerusakan total yang terjadi pada pemanenan menggunakan metode CL adalah 33,77 atau sebanyak 11,40 pohonha, sedangkan rata-rata
kerusakan total yang terjadi pada pemanenan menggunakan metode RIL adalah 24,21 atau sebanyak 8,50 pohonha. Ditinjau dari besarnya kerusakan tegakan
tinggal yang terjadi, penerapan metode RIL pada pemanenan kayu lebih baik dibandingkan dengan pemanenan kayu menggunakan metode konvensional karena
metode RIL mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal sebesar 9,56 atau sebanyak 2,9 pohon per ha.
5.4 Hubungan antara Intensitas Pemanenan, Kerapatan Tegakan, dan Kelerengan Lahan Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kerusakan tegakan tinggal, yaitu: intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan. Semakin banyak
pohon yang dipanen, kerapatan tegakan semakin tinggi dan kelerengan lahan semakin curam maka akan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal yang semakin
besar.
5.4.1 Hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan
menggunakan metode CL Kerusakan tegakan tinggal pada masing-masing plot akibat pemanenan
menggunakan metode CL seperti disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Besarnya kerusakan tegakan tinggal intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan ada metode pemanenan CL
Plot Intensitas
Kerapatan Kelerengan
Kerusakan
Pemanenan
Tegakan Lahan
Tegakan Tinggal PohonHa
PohonHa 1
2 39
18,54 21,62
2 7
47 26,10
37,50 3
3 38
24,21 31,43
4 9
44 25,05
45,71 5
5 34
30,83 41,38
6 2
26 24,00
25,00 7
4 47
40,28 25,58
8 3
32 31,94
34,48 9
6 47
63,25 39,02
10 6
31 69,02
36,00
Rata-rata
4,70 38,50
35,32 33,77
Simpangan Baku
2,19 7,23
16,42 7,38
Tabel 34 menunjukkan bahwa plot 4 memiliki intensitas pemanenan terbanyak sebanyak 9 pohonha dan menghasilkan kerusakan terbesar sebesar
45,71. Namun jika dilihat dari kerapatan tegakan terbesar, yaitu: plot 2, plot 7, dan plot 9 dengan kerapatan awal sebanyak 47 pohonha, mengakibatkat kerusakan
tegakan tinggal yang berbeda masing-masing 37,50, 25,58,dan 39,02. Berbeda pula dengan kelerengan, kelerengan paling curam berada pada plot 10
sebesar 69,02. Kerusakan tegakan tinggal pada plot ini adalah sebesar 36. Persamaan linier berganda hubungan antara intensitas pemanenan,
kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode CL dinyatakan dalam persamaan
regresi, sebagai berikut: ŷ = 29,591 + 3,369 x - 0,291 x - 0,012 x
R
2
= 74,48 Dimana:
ŷ = Kerusakan tegakan tinggal
x = Intesitas penebangan pohonha
x = Kerapatan tegakan pohonha
x = Kelerengan lahan .
Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 74,48, artinya sebesar 74,48 keragaman kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan
metode CL dapat dijelaskan oleh intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan, sedangkan selebihnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan koefisien determinasi ini, dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang didapatkan cukup baik karena dapat menerangkan peubah respon dengan baik.
Tabel 35 menunjukkan bahwa kerusakan tegakan tinggal memiliki hubungan yang nyata dengan minimal satu peubah penduga. Ini dilihat dari nilai P
yang diperoleh dari ketiga peubah terhadap kerusakan tegakan tinggal sebesar 0,023, dimana nilai ini lebih kecil dari alpha yang ditentukan 0,05 dan juga nilai F
hitung yang lebih besar dibandingkan dengan F tabel. Untuk mengetahui hubungan setiap peubah penduga terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi
dilakukan uji-t. Tabel 35 Hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan
intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan ada metode pemanenan CL
Sumber Derajat
Jumlah Kuadrat
F Hitung P
Keragaman Bebas
Kuadrat Tengah
Regresi 3
421,935 140,645
6,879 0,023
Galat 6
122,667 20,444
Total 9
544,601
nyata P 0,05 F
3;60,05
= 4,76
Hasil uji-t pada tabel 36 menyatakan bahwa faktor yang sangat nyata mempengaruhi kerusakan tegakan tinggal adalah intesitas pemanenan dimana nilai
P lebih kecil dari nilai alpha yang ditentukan dan nilai t-hitung nya lebih besar daripada nilai t-tabel. Sedangkan kerapatan tegakan dan kelerengan lahan tidak
berpengaruh nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal setelah dijelaskan oleh intensitas pemanenan P 0,01.
Tabel 36 Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal
Peubah Penduga t Hitung
P Intensitas
pemanenan
4,197 0,006
Kerapatan tegakan -1,253
tn
0,257 Kelereng lahan
-0,137
tn
0,895
tn
tidak nyata sangat nyata
t
6;0,025
= 2,447 t
6;0,005
= 3,707
5.4.2 Hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan
menggunakan metode RIL Kerusakan tegakan tinggal pada masing-masing plot akibat pemanenan
menggunakan metode RIL seperti disajikan pada Tabel 37. Tabel 37 Besarnya kerusakan tegakan tinggal intensitas pemanenan, kerapatan
tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan RIL
Plot Intensitas
Kerapatan Kelerengan
Kerusakan
Pemanenan
Tegakan Lahan
Tegakan Tinggal PohonHa
PohonHa 1
4 64
59,40 18,33
2 5
48 55,90
18,60 3
2 46
44,40 9,09
4 6
31 47,60
36,00 5
4 33
50,00 34,48
6 9
47 44,53
36,84 7
3 50
28,76 19,15
8 4
28 46,53
33,33 9
3 29
32,33 19,23
10 4
45 63,87
17,07
Rata-rata
4,40 42,10
47,33 24,21
Simpangan Baku
1,85 10,96
10,43 9,40
Berdasarkan Tabel 37 dilihat bahwa plot 6 adalah plot dengan intensitas pemanenan tertinggi yaitu sebanyak 9 pohonha dan menyebabkan kerusakan
tegakan tinggal terbesar sebesar 36,84. Berbeda dengan plot yang memiliki kerapatan tegakan tertinggi sebesar plot 1 dengan kerapatan tegakan sebanyak 64
pohonha. Pada plot 1 kerusakan tegakan tinggal adalah 18,33. Jika dilihat dari kelerengan lahan, plot 10 merupakan plot dengan kelerengan paling curam, tetapi
kerusakan tegakan pada plot ini adalah 17,07. Persamaan linier berganda hubungan antara intensitas pemanenan,
kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode RIL dinyatakan dalam persamaan
regresi, sebagai berikut: ŷ = 26,774 + 3,598 x - 0,440 x + 0,003x
R
2
= 74,72 Dimana:
ŷ = Kerusakan tegakan tinggal
x = Intesitas penebangan pohonha
x = Kerapatan tegakan pohonha
x = Kelerengan lahan
Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 74,72, artinya keragaman kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode RIL dapat
dijelaskan oleh intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahansebesar 74,72, dan selebihnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan koefisien determinasi ini, dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang didapatkan cukup baik karena dapat menerangkan peubah respon dengan baik.
Adapun hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan disajikan pada Tabel 38.
Tabel 38 Hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan ada
metode pemanenan RIL
Sumber Derajat
Jumlah Kuadrat
F Hitung P
Keragaman Bebas
Kuadrat Tengah
Regresi 3
659,900 219,967
5,910 0,032
Galat 6
223,322 37,220
Total 9
883,222
nyata P 0,05 F
3;60,05
= 4,76
Berdasarkan Tabel 38 dapat dilihat bahwa kerusakan tegakan tinggal memiliki hubungan yang nyata dengan minimal satu peubah penduga. Nilai P yang
diperoleh dari ketiga peubah terhadap kerusakan tegakan tinggal adalah 0,032, dimana nilai ini lebih kecil dari alpha yang ditentukan 0,05. Nilai F hitung juga
yang lebih besar dibandingkan dengan F tabel menjelaskan hal tersebut. Untuk mengetahui hubungan tiap peubah penduga terhadap besarnya kerusakan tegakan
tinggal dilakukan uji-t. Tabel 39 Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal
Peubah Penduga t Hitung
P Intensitas Pemanenan
3,401 0,014
Kerapatan Tegakan -2,363
tn
0,056 Kelereng Lahan
0,015
tn
0,989
tn
tidak nyata nyata
t
6;0,025
= 2,447 t
6;0,005
= 3,707
Uji-t yang dilakukan menyatakan bahwa intesitas pemanenan merupakan faktor yang sangat nyata mempengaruhi kerusakan tegakan tinggal. Nilai P peubah
ini lebih kecil dari nilai alpha yang ditentukan dan nilai t-hitung nya lebih besar daripada nilai t-tabel. Sedangkan kerapatan tegakan dan kelerengan lahan tidak
berpengaruh nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal setelah dijelaskan oleh intensitas pemanenan P 0,01.
Dari dua persamaan regresi linear berganda, yang diperoleh dari hasil analisis hubungan antarpeubah pada masing-masing metode pemanenan CL dan
RIL, dapat diketahui bahwa intensitas pemaenan menjadi peubah yang sangat mempengaruhi terjadinya kerusakan tegakan tinggal. Derajat kerusakan tegakan
tinggal yang terjadi akibat pemanenan kayu dapat dimengerti karena semakin banyak pohon ditebang maka akan lebih banyak pohon yang terkena dampak akibat
rebahnya pohon. Begitu pula pada proses penyaradan, semakin banyak pohon disarad, maka gerakan-gerakan traktor akan semakin intensif untuk mendatangi dan
menyarad kayu. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elias 2002b yang menyatakan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan
penyaradan per satuan luas sangat tergantung dari intensitas pemanenan. Semakin tinggi intensitas pemanenan, maka kerusakan tegakan tinggal akan semakin
meningkat. Namun, bukan berarti kerapatan tegakan dan kelerengan lahan tidak berpengaruh terhadap kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Muhdi 2001 menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan penting pada pergeseran kayu saat penyaradan berlangsung. Pada kondisi
lapangan yang miring, bulldozer menggunakan pisaunya untuk memperoleh jalan sarad yang lebih landai dan untuk mendorong kayu yang disarad.
5.5 Pengaruh Penerapan Metode RIL pada Pemanenan Kayu Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal