Kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan

5.3.2 Kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan

Penyaradan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan tegakan tinggal pada kegiatan pemanenan kayu selain penebangan. Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan berasal dari pohon yang mengalami kerusakan ketika pembuatan jalan sarad atau pada saat penyaradan kayu dari tunggak menuju TPn. Semakin luas keterbukaan areal yang terjadi akibat proses penyaradan, akan menyebabkan semakin banyak tegakan tinggal yang mengalami kerusakan. Hasil perhitungan kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal yang terjadi akibat penyaradan pada pemanenan menggunakan metode CL dan RIL seperti ditunjukkan pada Tabel 29 dan Tabel 30. Tabel 29 Kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat penyaradan menggunakan metode CL Plot Kerapatan Pohon yang Luas Persentase Pohon Tegakan Disarad Keterbukaan Keterbukaan Rusak pohonha pohonha Areal Areal pohonha m 2 1 39 2 1120,75 11,21 5 2 47 7 714,19 7,14 4 3 38 3 955,53 9,56 4 4 44 9 1255,02 12,55 6 5 34 5 1201,57 12,02 4 6 26 2 881,22 8,81 3 7 47 4 742,11 7,42 4 8 32 3 1194,70 11,95 4 9 47 6 1264,14 12,64 6 10 31 6 826,31 8,26 3 Rata-rata 38,50 4,70 1015,55 10,16 4,30 Simpangan 7,23 2,19 204,93 2,05 1,00 Baku Keterangan: Lampiran 3 Tabel 30 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan menggunakan metode RIL Plot Kerapatan Pohon yang Luas Persentase Pohon Tegakan Disarad Keterbukaan Keterbukaan Rusak pohonha pohonha Areal Areal pohonha m 2 1 64 4 870,74 8,71 6 2 48 5 485,59 4,86 3 3 46 2 509,19 5,09 3 4 31 6 614,84 6,15 2 5 33 4 852,51 8,53 3 6 47 9 493,46 4,93 3 7 50 3 1068,39 10,68 5 8 28 4 708,77 7,09 2 9 29 3 919,89 9,20 3 10 45 4 493,62 4,94 3 Rata-rata 42,10 4,40 701,70 7,02 3,30 Simpangan 10,96 1,85 202,83 2,03 1,19 Baku Keterangan: Lampiran 4 Keterbukaan areal yang dimaksud adalah luasan lahan yang terbuka akibat kegiatan penyaradan. Tabel 29 dan Tabel 30 menunjukkan keterbukaan areal akibat pembuatan jalan sarad. Pada pemanenan menggunakan metode CL rata-rata keterbukaan areal sebesar 10,16, sedangkan pada pemanenan menggunakan metode RIL rata-rata keterbukaan areal sebesar 7,02. Terjadi pengurangan keterbukaan lahan sebesar 3,14 per ha jika metode RIL diterapkan. Hasil ini sama dengan penelitian Suhartana 1996 menyatakan bahwa besarnya derajat keterbukaan lahan rata-rata untuk penyaradan yang direncanakan lebih kecil daripada derajat keterbukaan lahan rata-rata untuk penyaradan konvensional. Penelitian Suhartana 1996 menyatakan keterbukaan areal akibat penyaradan yang direncanakan berkisar antara 4 sampai 21 dengan nilai rata-rata 11,5. Sedangkan keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional berkisar antara 7 sampai 25 dengan nilai rata-rata 15,17. Perbedaan luas keterbukaan areal akibat penyaradan yang diperoleh dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya disebabkan oleh perbedaan banyaknya pohon yang disarad per ha dan perbedaan kelerengan lahan pada masing-masing plot. Besarnya keterbukaan areal pada masing-masing plot memiliki luasan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: kondisi kelerengan lapangan, kerapatan tegakan, intensitas pemanenan, dan faktor lain seperti operator bulldozer yang memiliki pengetahuan yang terbatas karena tidak dibekali dengan peta rencana pemanenan pada plot menggunakan metode CL. Selain itu, operator bulldozer juga memiliki pengetahuan yang berbeda-beda terhadap metode pembuatan jalan sarad serta keterampilan pengoperasian alat yang berbeda-beda dan juga kemungkinan dipengaruhi oleh faktor alam seperti cuaca dan medan dengan kelerengan yang berbeda-beda. Besarnya keterbukaan akan mengakibatkan laju erosi semakin meningkat sehingga kesuburan tanah menurun karena terjadinya run off yang besar. Menurunnya tingkat kesuburan lahan akan berdampak pada menurunnya tingkat kesuburan tanah dan produktivitas hutan yang berakibat pada berkurangnya nilai ekonomis hutan itu sendiri. Diperkuat dengan hasil uji t berpasangan Tabel 31 untuk membandingkan keterbukaan areal yang terjadi antara kedua metode pemanenan tersebut, menghasilkan t-hitung sebesar 3,810 yang lebih besar dari t-tabel sebesar 2,281 pada taraf nyata 99. Selain itu, nilai P yang kurang dari 0,01 menyatakan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata antara pemanenan menggunakan metode CL dan RIL. Dengan demikian ditinjau dari besarnya keterbukaan areal yang terjadi, metode pemanenan RIL lebih baik dari metode penebangan CL. Tabel 31 Analisis uji t berpasangan untuk pemanenan menggunakan metode CL dan RIL pada keterbukaaan areal Metode Pemanenan Rata-rata Derajat Bebas t Hitung P CL 1015,554 9 3,900 0,004 RIL 701,70 t 9;0,05 = 1,833 t 9;0,01 = 2,281 sangat nyata P 0,01 Perbedaan keterbukaan areal antara CL dan RIL menunjukkan bahwa perencanaan jalan sarad pada pemanenan menggunakan metode RIL mampu mengurangi luas keterbukaan areal oleh pergerakan bulldozer yang menyarad kayu dari tunggak menuju TPn. Pada pemanenan menggunakan metode RIL, jalur jalan sarad telah dibuat di lapangan. Operator bulldozer hanya perlu mengikuti tanda tersebut pada kegiatan penyaradan sehingga pergerakan bulldozer lebih terarah. Dengan diketahuinya kedudukan pohon yang akan disarad serta sudah dibuatnya jalan sarad, maka operator bulldozer akan dengan mudah untuk mendatangi kayu tersebut. Pada penyaradan menggunakan metode CL, operator harus mencari log yang telah ditebang sehingga jalan sarad yang terbentuk lebih banyak dan panjang. Tidak adanya koordinasi antara operator chainsaw dan operator bulldozer juga menjadi penyebab semakin besarnya keterbukaan areal.

5.3.3 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan