1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi dan menghitung tipe kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm
yang disebabkan oleh pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL. 2.
Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm dengan kelerengan, kerapatan tegakan dan intensitas penebangan pada pemanenan
kayu menggunakan metode RIL dan CL. 3.
Membandingkan besarnya kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm akibat pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemanenan Hutan
Nugraha et al. 2007 menyatakan bahwa kegiatan pemanenan sebagai bagian dari sistem silvikultur merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam suatu
kegiatan pengelolaan hutan. Di satu sisi, pemanenan kayu bertujuan untuk menghasilkan kayu dan produk hutan lainnya untuk diolah menjadi barang-barang
yang dibutuhkan konsumen, sedangkan silvikultur diarahkan untuk menjamin keberlangsungan produktivitas hutan dan nilai-nilai non-pasar yang ada di
dalamnya. Oleh karena itu, pemanenan harus mampu melindungi tegakan tinggal, mempercepat regenerasi pohon dan tumbuhan lain yang sesuai dengan rencana
jangka panjang silvikultur, serta melindungi dari kerusakan tanah, air dan satwa yang ada di dalamnya.
2.2 Conventional Logging
Conventional logging pemanenan konvensional sering-kali dideskripsikan sebagai suatu metode operasi pemanenan yang tidak terencana dan tidak terkontrol.
Pemanenan seperti ini akan menyebabkan kerusakan berlebih sehingga akan terjadi ketidakseimbangan antara regenerasi alami dan produksi serta hasil hutan pun akan
berkurang. Elias 1998 menyatakan bahwa Conventional Logging adalah praktek pemanenan kayu yang umum dilakukan di hutan alam tropika Indonesia hingga saat
ini. Pemilik izin atau kontraktor pada pemanenan kayu biasanya melaksanakan pemanenan kayu dengan cara yang sangat sederhana, kebanyakan tanpa rencana
pemanenan kayu yang matang, arahan kerja yang tidak tepat dalam operasi pemanenan, menggunakan teknik yang tidak benar, dan kurangnya dalam
pengawasan, sebagai berikut: 1.
Peta pohon yang tidak disertai dengan peta kontur 2.
Jaringan jalan sarad dan arah rebah pohon yang akan ditebang tidak direncanakan di peta dan di lapangan
3. Operasi penebangan dan penyaradan tidak menggunakan peta pemanenan kayu
4. Teknik penebangan yang salah takik rebah dan takik balas masih terlalu
tinggi dan membahayakan penebang
5. Jaringan jalan sarad yang terjadi pada umumnya merupakan pola jaringan jalan
sarad acak tidak sistematis 6.
Teknik penyaradan jarang menggunakan teknik whincing. Bulldozer langsung mendekati kayu yang akan disarad
7. Operator chainsaw dan operator bulldozer bekerja secara terpisah dan tidak
menggunakan peta lokasi pohon dalam kegiatan mereka 8.
Tidak ada kegiatan perbaikan terhadap kerusakan setelah pemanenan kayu.
2.3 Reduced Impact Logging