berpengaruh nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal setelah dijelaskan oleh intensitas pemanenan P 0,01.
Dari dua persamaan regresi linear berganda, yang diperoleh dari hasil analisis hubungan antarpeubah pada masing-masing metode pemanenan CL dan
RIL, dapat diketahui bahwa intensitas pemaenan menjadi peubah yang sangat mempengaruhi terjadinya kerusakan tegakan tinggal. Derajat kerusakan tegakan
tinggal yang terjadi akibat pemanenan kayu dapat dimengerti karena semakin banyak pohon ditebang maka akan lebih banyak pohon yang terkena dampak akibat
rebahnya pohon. Begitu pula pada proses penyaradan, semakin banyak pohon disarad, maka gerakan-gerakan traktor akan semakin intensif untuk mendatangi dan
menyarad kayu. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elias 2002b yang menyatakan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan
penyaradan per satuan luas sangat tergantung dari intensitas pemanenan. Semakin tinggi intensitas pemanenan, maka kerusakan tegakan tinggal akan semakin
meningkat. Namun, bukan berarti kerapatan tegakan dan kelerengan lahan tidak berpengaruh terhadap kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Muhdi 2001 menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan penting pada pergeseran kayu saat penyaradan berlangsung. Pada kondisi
lapangan yang miring, bulldozer menggunakan pisaunya untuk memperoleh jalan sarad yang lebih landai dan untuk mendorong kayu yang disarad.
5.5 Pengaruh Penerapan Metode RIL pada Pemanenan Kayu Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal
Rata-rata kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode CL dan RIL adalah 7,10 pohonha 20,96 dan 5,20 pohonha 15,43.
Kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada penebangan menggunakan metode RIL lebih kecil dibandingkan dengan penebangan menggunakan metode CL.
Penerapan metode RIL pada proses penebangan mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal sebesar 1,90 pohonha 5,53. Hasil penelitian Suhartana 2001
menunjukkan bahwa kerusakan tegakan tinggal rata-rata untuk penebangan terkendali sebesar 7,05 dan untuk konvensional rata-rata sebesar 11,7. Terjadi
penurunan sebesar 4,70 bila teknik penebangan terkendali digunakan.
Pada kegiatan penyaradan, rata-rata kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada plot yang menggunakan metode penyarandan CL dan RIL adalah 4,3
pohonha 12,81 dan 3,30 pohonha 8,79. Metode penyaradan RIL mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal sebesar 1 pohonha 4,18. Jika dilihat dari
penelitian terdahulu oleh Sukadaryati et al. 2002 menunjukkan bahwa metode penyaradan terkendali lebih baik daripada metode penyaradan konvensional.Pada
penelitian ini, kerusakan tegakan tinggal yang diakibatkan sistem penyaradan konvensional pada rata-rata kerapatan tegakan dan jumlah pohon yang disarad serta
kelerengan berturut-turut sebesar 231,6 pohonha da 6,2 pohonha serta 16 akan menimbulkan kerusakan tegakan tinggal rata-rata sebesar 45 pohonha atau sekitar
20,2. Sementara itu, kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan terkendali pada kondisi kerapatan tegakan tinggal dan jumlah pohon yang disarad relatif sama rata-
rata kerapatan tegakan 239,6 pohonha; rata-rata pohon yang disarad 6,2 pohonha menimbulkan rata-rata kerusakan tegakan tinggal relative lebih rendah,yaitu
sebesar 26,4 pohonha atau 11,3. Ini berarti penyaradan secara terkendali mampu menurunkan tingkat kerusakan tegakan tinggal sebesar 18,6 ≈ 19 pohonha atau
sebesar 8,9. Hasil uji t berpasangan Tabel 40 menunjukkan bahwa metode RIL dan CL
pada penelitian ini menimbulkan dampak kerusakan tegakan tinggal yang berbeda nyata pada taraf 95 karena nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Hal ini berarti
tingkat kerusakan tegakan tinggal yang ditimbulkan sangat tergantung pada metode pemanenan yang digunakan, dimana dalam hal ini metode RIL menimbulkan
kerusakan tegakan tinggal yang lebih rendah lebih baik daripada metode CL. Tabel 40 Hasil uji t berpasangan untuk pemanenan menggunakan metode CL dan
RIL pada kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan
Metode Pemanenan
Rata-rata Derajat Bebas
t Hitung P
CL
33,773 9
2,829 0,020
RIL
24,214
t
9;0,05
= 1,833 nyata P 0,05
Penelitian terdahulu Suhartana Krisdianto 2005 menyatakan kerusakan tegakan tinggal penebangan dengan teknik serendah mungkin dan teknik
konvensional berbeda sangat nyata pada taraf 99. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, namun pada taraf nyata yang berbeda. Hal ini
disebabkan oleh kerapatan awal, intensitas pemanenan dan kelerengan yang berbeda.
Penerapan metode RIL pada pemanenan kayu lebih baik daripada metode CL karena metode RIL dapat menurunkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 9,56
atau sebanyak 2,9 pohon per ha. Hal ini juga akan berpengaruh pada peningkatan efisiensi perusahaan karena mampu menyimpan aset berupa tegakan tinggal sebesar
9,56.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan