Analytical Hierarchy Process AHP untuk Pemodelan Seleksi Pemasok

20 Gambar 5. Kerangka kerja pengembangan rantaijaringan pasokan diadaptasi dari Lambert dan Cooper 2000 dalam Van der Vorst 2006 Tabel 6. Dua kelompok komponen manajemen yang terlingkup dalam rantai pasokan Komponen Fisik dan Teknis Komponen Manajerial dan Behavioral  Metode perencanaan dan kontrol misalnya kontrol dorong atau tarik  Aliran kerjastruktur aktivitas menunjukkan bagaimana perusahaan menjalankan tugas dan aktivitasnya  Struktur organisasi menunjukkan siapa yang menjalankan tugas dan aktivitas  Struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi seperti transparansi informasi  Struktur fasilitas aliran produk seperti lokasi persediaan, tempat pemisahan  Metode manajemen yaitu filosofi korporasi dan teknik manajemen  Budaya dan sikap perusahaan  Struktur resiko dan penghargaan  Struktur kekuatan dan kepemimpinan Sumber: Lambert dan Cooper 2000 dalam Van der Vorst 2006

3.4.2 Analytical Hierarchy Process AHP untuk Pemodelan Seleksi Pemasok

Pada umumnya, seleksi pemasok adalah masalah keputusan yang mempertimbangkan banyak kriteria multicriteria decision problem, baik yang kuantitatif maupun yang kualitatif. Dalam kasus semacam ini, trade-off antara satu kriteria dengan kriteria yang lain membutuhkan analisis yang tepat. Disamping itu, suatu kriteria dapat memiliki tingkat kepentingan yang bervariasi tergantung pada siatuasi pembeliannya. Struktur Jaringan Manajemen Rantai Struktur Jaringan Proses Bisnis Rantai Tujuan Rantai Kinerja Rantai  Siapa yang menjalankan setiap proses tertentu dalam jaringan rantai pasokan ?  Pada level apa integrasi proses terjadi?  Siapa saja anggota rantai pasokan dan apa peranannya?  Bagaimana konfigurasi kerjasama atau kesepakatan di dalamnya?  Struktur manajemen apa yang digunakan dalam setiap hubungan proses?  Apa kesepakatan kontraktual yang dibuat?  Struktur organisasi?  Sumber daya apa TIK, manusia, teknologi yang digunakan dalam setiap proses dalam rantai pasokan oleh masing-masing anggota? 21 Beberapa pendekatan dan metodologi telah dikembangkan sehubungan dengan masalah seleksi dan evaluasi pemasok. Pada penelitian ini digunakan pendekatan Analytic Hierarchy Process AHP untuk masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas. Dengan mengadaptasi kerangka kerja metodologi yang dikembangkan oleh Tam dan Tummala 2001 dan Lee et al. 2001, suatu skala tingkat kinerja diterapkan untuk memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap subkriteria terkait. Proses pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok meliputi empat tahapan sebagai berikut Tam dan Tummala 2001. 1. Menyusun permasalahan seleksi pemasok Tahapan ini mencakup formulasi struktur model AHP yang sesuai bagi permasalahan yang ingin diselesaikan, terdiri dari tujuan, kriteria, subkriteria, skala kinerja, dan alternatif. Tujuan dari masalah yang diangkat disini adalah memilih pemasok untuk industri kertas yang dapat memenuhi persyaratan pelanggan, menguntungkan perusahaan, dan meningkatkan daya saing perusahaan. Tujuan ini ditempatkan pada level pertama hierarki, seperti ditunjukkan oleh Gambar 6. Level 1 Seleksi Pemasok Material Produksi Kertas Tujuan Level 2 Kualitas Pengiriman Biaya Pelayanan Kriteria Level 3 Subkriteria 1 Subkriteria 1 Subkriteria 1 Subkriteria 1 Subkriteria Subkriteria 2 Subkriteria 2 Subkriteria 2 Subkriteria 2 Subkriteria … Subkriteria … Subkriteria … Subkriteria … Subkriteria w Subkriteria x Subkriteria y Subkriteria z Level 4 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Buruk Tingkat Kinerja Level 5 Alternatif Pemasok 1 Pemasok 2 Pemasok 3 Gambar 6. Model AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok material produksi kertas Dalam rangka mencapai tujuan di atas, beberapa kriteria dan subkriteria dipertimbangkan untuk kemudian ditempatkan pada level kedua dan level ketiga dalam struktur hierarki AHP. Empat dimensi kriteria utama ditetapkan mengikuti kerangka kerja Lee et al. 2001, yaitu kualitas, biaya, pengiriman, dan pelayanan. Sedangkan subkriteria turunannya dipilih dari 25 subkriteria umum teridentifikasi pada tahap penentuan subkriteria yang relevan untuk diterapkan pada industri kertas Subbab 3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional. Setiap kriteria dan subkriteria pada kedua level tersebut dinilai melalui 22 perbandingan berpasangan dengan mengekspresikan tingkat kepentingannya pada skala 1 sampai 9. Bobot prioritas global dari setiap subkriteria selanjutnya dapat ditentukan dengan mengalikan bobot lokalnya dengan bobot kriteria induk di atasnya. Level hierarki yang keempat berisi skala tingkat kinerja. Level ini berbeda dengan bentuk pendekatan AHP pada umumnya, dimana skala tingkat kinerja akan diterapkan pada setiap subkriteria terkait dengan alternatif yang dinilai, selain juga melakukan perbandingan berpasangan terhadapnya. Teknik ini diadopsi oleh Tam dan Tummala 2001 dari studi Liberatore 1987, 1989. Lima-poin skala tingkat kinerja yang digunakan yaitu Sangat Baik A, Baik B, Cukup C, Kurang D, dan Buruk E. Bobot prioritas dari kelima skala tingkat kinerja ini dapat ditentukan melalui perbandingan berpasangan, seperti akan dijelaskan pada Bagian 3. Alasan utama dalam mengadopsi teknik ini adalah agar proses penilaian dapat dijalankan sesederhana mungkin. Level hierarki yang paling bawah terdiri dari alternatif-alternatif, yaitu pemasok- pemasok pada industri kertas, yang akan dievaluasi dalam rangka memilih pemasok terbaik. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, tiga alternatif pemasok bahanitem prodeuksi kertas spesifik digunakan sebagai contoh implementasi model yang dikembangkan dalam penelitian ini. 2. Pengumpulan dan pengolahan data Setelah menyusun struktur AHP, tahapan selanjutnya yaitu pengumpulan dan pengolahan data, meliputi penentuan tim evaluator responden ahli, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dan penilaian tingkat kepentingan kriteria dan subkriteria dengan perbandingan berpasangan. Skala 1 sampai 9 yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada 1983 diterapkan pada semua elemen pada setiap level hierarki. Setiap anggota tim akan memberikan penilaiannya yang kemudian akan diterjemahkan kedalam matriks perbandingan berpasangan. Disamping itu, pendekatan rataan geometrik juga digunakan untuk menggabungkan penilaian perbandingan berpasangan dari responden-responden ahli agar diperoleh konsensusnya. Kuesioner yang berisi semua kriteria dan subkriteria dari kedua level struktur AHP dirancang untuk mengumpulkan pendapat para responden ahli dalam penilaian perbandingan berpasangan. Hasil dari kuesioner tersebut kemudian digunakan untuk membuat matriks perbandingan berpasangan agar dapat ditentukan bobot normalisasinya. Perbandingan berpasangan dibuat sedemikian sehingga atribut pada bagian baris i i = 1,2,3,4,…,n dinilai tingkat kepentingannya relatif terhadap setiap atribut yang direpresentasikan pada n kolom. Penilaian tersebut diekspresikan sebagai angka integer 1 sampai 9 sebagaimana ditunjukkan Tabel 7. Tabel 7. Skala nilai perbandingan berpasangan Nilai Keterangan 1 Kriteriaalternatif A sama penting dengan kriteriaalternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Kebalikan dari nilai di atas Untuk merepresentasikan nilai perbandingan B dengan A 23 Dengan mengasumsikan C 1 , C 2 , C 3 , …, C n sebagai sekumpulan elemen dan a ij merepresentasikan pendapat atau judgment terhadap pasangan elemen C i dan C j , suatu matriks nxn berikut kemudian digunakan untuk menghitungmengolah data pendapat tersebut. � = � = = 1 1 1 2 … 1 2 1 2 2 … 2 . . . 1 . . . 2 . . . . . . … = 1 � 12 … � 1 1 � 12 1 … � 2 . . . 1 � 1 . . . 1 � 2 . . . . . . … 1 Jika c i dinilai sama penting dengan c j , maka a ij = 1 Jika c i dinilai lebih penting daripada c j , maka a ij 1 Jika c i dinilai kurang penting daripada c j , maka a ij 1 a ij = 1a ji , dimana i, j = 1, 2, 3, …, n, a ij ≠ 0 Pada matriks A di atas, penentuan bobot numerik w 1 , w 2 , w 3 , …, w n untuk setiap n elemen c 1 , c 2 , c 3 , …, c n yang merepresentasikan penilaian dari responden ahli adalah hal yang perlu dilakukan selanjutnya. Jika A merupakan matriks yang konsisten, hubungan antara bobot w ij dengan nilai a ij yaitu w i w j = a ij untuk i, j = 1, 2, 3, …, n. 3. Penentuan bobot normalisasi Setiap matriks perbandingan berpasangan yang telah diperoleh pada tahapan sebelumnya kemudian diterjemahkan ke dalam representasi nilai eigen λ terbesarnya sehingga dapat diketahui bobot prioritas normalisasi untuk masing-masing kriteria dan subkriteria. Dalam penentuan bobot prioritas normalisasi ini digunakan bantuan software Expert Choice. Nilai consistency ratio CR untuk masing-masing matriks perbandingan berpasangan juga dihitung untuk mengetahui konsistensi penilaian yang diberikan oleh reseponden. �� = �� �� � � � �� = � � − − 1 Random Index RI merupakan nilai indeks random yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory, seperti ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai random index pada beberapa tingkat alternatif n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 Keterangan: Penilaian dianggap konsisten apabila CR 0.1 Sebagaimana dijelaskan pada Bagian 1, pendekatan AHP pada penelitian ini mengadopsi lima-poin skala tingkat kinerja, dimana nilai matriks perbandingan berpasangannya ditentukan seperti pada Tabel 9. Perbedaan kepentingan relatif antara dua nilai skala yang berdekatan diasumsikan konstan sebesar dua kalinya. Matriks tersebut kemudian dihitung nilai eigen maksimumnya, sehingga diperoleh bobot prioritas untuk masing-masing skala Sangat Baik A, Baik B, Cukup C, Kurang D, dan Buruk E berturut-turut samadengan 0.513, 0.261, 0.129, 0.063, dan 0.034. 24 Tabel 9. Matriks perbandingan berpasangan untuk skala lima- poin tingkat kinerja A B C D E A 1 3 5 7 9 B 13 1 3 5 7 C 15 13 1 3 5 D 17 15 13 1 3 E 19 17 15 13 1 4. Sintesis solusi Setelah menghitung bobot prioritas normalisasi untuk setiap matriks penilaian perbandingan berpasangan pada struktur AHP, tahapan selanjutnya yaitu sintesis solusi dari permasalahan seleksi pemasok terkait. Bobot prioritas lokal normalisasi kriteria dan subkriteria yang diperoleh dari tahap ketiga selanjutnya digabungkan menurut level hierarki urutannya agar diperoleh bobot prioritas komposit global dari semua subkriteria pada level ketiga struktur AHP. Subkriteria-subkriteria tersebut kemudian disusun secara berurutan berdasarkan bobot prioritas globalnya dari yang paling tinggi. Setiap alternatif pemasok kemudian dievaluasi performanya terkait dengan setiap subkriteria dengan memberikan nilai skala A, B, C, D, dan E, dimana masing-masing sudah ditetapkan nilainya. Nilai skala tingkat kinerja pemasok tersebut kemudian dikalikan dengan bobot prioritas global yang sudah diperoleh sehingga dapat ditemukan kandidat pemasok terbaik yang memiliki nilai tertinggi dari hasil perkalian skala tingkat kinerja dengan bobot prioritas globalnya. Hasil solusi yang diperoleh dengan pendekatan AHP di atas menjadi masukan untuk menentukan langkah pengembangan manajemen hubungan dengan pemasok. Salah satunya dengan melakukan analisis sensitivitas sehingga dapat diketahui respon utilitas keseluruhan dari semua alternatif terhadap perubahan tingkat kepentingan relatif setiap keriteria. Dari pendekatan AHP ini pula dapat teridentifikasi kriteria kunci dalam penilaian pemasok pada industri kertas, dan dapat dijadikan informasi tambahan dalam menggambarkan karakteristik rantai pasokannya. Kriteria kritis yang menjadi kelemahan kandidat pemasok juga dapat diketahui untuk kemudian menjadi bahan monitoring dan evaluasi perusahaan manufaktur dalam mengembangkan kinerja pemasoknya. 25

BAB IV KONFIGURASI RANTAI PASOKAN KERTAS

4.1 Struktur Jaringan Pasokan Kertas

Suatu rantai pasokan terbentuk lewat interaksi semua pihak yang terlibat,baik langsung maupun tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan meliputi tidak saja produsen manufacturer dan pemasok, namun juga transportir, pedagang besar wholesalers, toko ritel, bahkan termasuk juga konsumen Chopra dan Meindl 2001. Secara umum, dalam jaringan pasokan kertas, sebagian besar perusahaan produsen kertas di Indonesia mendapatkan pulp dari perusahaan penghasil pemasok pulp. Sebagian lainnya mampu memproduksi pulp sendiri. Yang terakhir ini diistilahkan dengan integrated pulp and paper mill atau pabrik pulp dan kertas terintegrasi. Produk kertas selanjutnya didistribusikan di dalam negeri melalui distributor, pedagang besar, ritel, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen akhir. Untuk produk yang dipasarkan ke luar negeri, jalur distribusi kertas biasanya melalui eksportir lokal yang akan berhubungan langsung dengan importir dari negara lain. Pola general rantai pasokan kertas ini diilustrasikan pada Gambar 7. Gambar 7. Pola general rantai pasokan kertas diadaptasi dari Data Consult Inc. 1996, Martel et al. 2005, dan Carlsson et al. 2006 Produksi kertas terkonsentrasi terutama di pulau Jawa dengan persentase kapasitas terpasang sebesar 85 persen dari total produksi nasional. Sedangkan perusahaan pulp sebagian besar pabriknya terdapat di Sumatra dengan persentase kapasitas mencapai 86 persen APKI 2007 dalam Putra 2009. Indonesia memiliki potensi lahanhutan yang cukup luas untuk pengembangan hutan tanaman industri HTI sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan. Pada tahun 2012 saja proyeksi pasokan bahan baku kayu yang dari HTI sebesar 34.6 juta m 3 . Bahkan pada 2025 alokasi proyeksinya mencapai 60.8 juta m 3 Departemen Perindustrian, 2009. Walaupun dengan dukungan sumberdaya hutan tanaman yang signifikan dalam produksi kertas, kertas bekas ternyata menyumbang lebih dari setengah kebutuhan serat yang digunakan pada industri kertas Gambar 8. kertas bekas tersebut terutama banyak digunakan pada pabrik kertas kemasan dan koran Recovered Paper Market 2010 Gambar 8. Konsumsi golongan serat untuk produksi kertas Indonesia Recovered Paper Market 2010 Virgin wood pulp 45 Non-wood pulp 1 Domestic recovered paper 32 Imported recovered paper 22 Hutan Penghasil Serpih Kayu Penghasil Pulp Penghasil Kertas Ritel Konsumen Akhir Distributor Pedagang Besar Eksportir Lokal Importir Luar