57 Bush juga menekankan dalam pidatonya bahwa bahwa ancaman ini tidak
hanya ditujukan kepada Amerika Serikat melainkan juga kepada sekutu-sekutu Amerika Serikat di seluruh dunia. Oleh karena itu, Amerika Serikat mengajak
seluruh negara yang menjadi sekutu dekat Amerika Serikat untuk bekerja sama menemukan konsep baru dalam mengantisipasi proliferasi senjata nuklir yang
dimotori oleh rogue states. Hal ini juga ditegaskan melalui petikan pidato Bush yang menjadi dasar keinginan Amerika Serikat mengajak sekutu-sekutunya untuk
bekerjasama menghentikan proliferasi senjata nuklir yang dilakukan oleh rogue states;
We must work together with other like-minded nations to deny weapons of terror from those seeking to acquire them. We must work with allies and
friends who wish to join with us to defend against the harm they can inflict. And together we must deter anyone who would contemplate their
use. We need new concepts of deterrence that rely on both offensive and defensive forces. Bush dalam Payne 2005: 778.
Kita harus bekerjasama dengan negara-negara yang memiliki pendapat sama untuk menentang segala senjata teror yang ditimbulkan mereka yang
ingin menggunakannya. Kita harus bekerjasama dengan sekutu dan teman- teman kami di seluruh dunia untuk membela serta mencegah setiap
kerusakan yang mereka timbulkan. Dan bersama-sama kita harus mencegah negara-negara atau pihak lain yang ingin menggunakannya.
Kita memerlukan konsep penangkalanpencegahan baru yang berbasis baik pada senjata ofensif maupun defensif.
Pidato ini cukup menegaskan tentang keinginan Bush dalam mengembangkan senjata ofensif dalam bentuk rudal balistik. Bush juga mencoba
meyakinkan kepada para sekutu Amerika Serikat bahwa dunia sedang dalam keadaan tidak aman paska Perang Dingin, dikarenakan kehadiran Rogue States
yang mengancam kepentingan Amerika Serikat secara global. Oleh Karena itu, salah satu cara dalam mengantisipasi hal tersebut maka Amerika Serikat harus
mempertimbangkan untuk mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik.
58
BAB IV LATAR BELAKANG MUNDURNYA AMERIKA SERIKAT DARI
TRAKTAT ANTI RUDAL BALISTIK ABM TREATY
Rencana mundurnya Amerika Serikat dari Traktat Anti Rudal Balistik pada dasarnya dilandasi keinginan untuk membangun, mengujicoba serta
menyebar sistem anti rudal balistik ke seluruh wilayah Amerika Serikat dan sekutnya. Hal ini tidak akan dapat dilakukan jika Amerika Serikat masih terikat
dalam Traktat Anti Rudal Balistik dengan Uni Soviet. Pada saat dibentuknya Traktat Anti Rudal Balistik, salah satu alasan strategis yang melandasi kedua
negara untuk bergabung adalah keyakinan kedua negara dapat saling menghancurkan satu sama lain. Padahal, konteks ini telah berubah pada paska
Perang Dingin ketika Uni Soviet terpecah belah dan tidak lagi dikategorikan sebagai ancaman utama Amerika Serikat Rusten, 2010: 1-2.
Latar belakang dari keinginan Amerika Serikat untuk mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik, pada dasarnya telah didukung oleh berbagai kebijakan
pertahanan nasional Amerika Serikat yang merupakan faktor internal dari dinamika keamanan global. Selain itu, eksistensi rogue states merupakan faktor
yang cukup dominan bagi Amerika Serikat untuk menarik diri dari Traktat Anti Rudal Balistik. Hal ini dikarenakan komposisi senjata nuklir yang dimiliki negara-
negara yang tergolong rogue states khususnya Iran dan Korea Utara cenderung menggunakan bahan kimia Weapon Mass Destruction.
Faktor penting lainnya yang menginisiasi Amerika Serikat untuk mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik dikarenakan terdapat klausul tentang penarikan
diri di dalam Traktat Anti Rudal Balistik. Klausul ini menjelaskan bahwa setiap
59 negara memiliki hak untuk mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik jika terdapat
suatu hal yang mengancam kedaulatan salah satu negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, Amerika Serikat memutuskan untuk menarik diri dari Traktat Anti
Rudal Balistik seiring makin meluasnya proliferasi senjata nuklir yang justru mengancam Amerika Serikat dan sekutunya Ackerman, 2002: 2.
A. Faktor Internal: 1. Penguatan Kebijakan
Strategic Defense Initiative SDI
Paska dihentikannya Program Safeguard dikarenakan beban anggaran yang meningkat, pemerintah Amerika Serikat berencana membangun kembali
teknologi rudal balistik yang lebih canggih dari sebelumnya. Perangkat ini nantinya berfungsi sebagai pencegat rudal balistik lainnya yang menyerang teritori
Amerika Serikat, dan rencana tersebut muncul atas desakan Satuan Angkatan Darat U.S. Army yang menginginkan teknologi rudal balistik dengan
kecanggihan melebihi Safeguard Baucom 1995: 34. Rencana ini sepenuhnya didukung oleh calon Presiden Ronald Wilson
Reagan saat itu yang berkampanye dengan mengunjungi salah satu konsentrasi militer pasukan Angkatan Darat Amerika Serikat di Colorado pada tahun 1979.
Pada saat berkunjung, Reagan diperlihatkan dengan fasilitas komando serta pengawasan yang hanya digunakan untuk memberitahukan warga Amerika
Serikat ketika perang nuklir terjadi. Hal ini secara langsung cukup membuat Reagan kecewa dikarenakan tidak ada sistem pertahanan yang mampu melindungi
wilayah Amerika Serikat dari serangan rudal balistik selain sistem peringatan dini ketika terjadinya perang nuklir. Paska kunjungan tersebut, Reagan berkomitmen
akan memprioritaskan pembangunan rudal balistik sebagai komponen kebijakan
60 pertahanan dan keamanan nasional Amerika Serikat jika nanti terpilih sebagai
Presiden Baucom 1995: 35. Pada tahun 1981 Ronald Reagan resmi terpilih sebagai Presiden Amerika
Serikat dari Partai Republik yang ke-40 menggantikan Presiden Jimmy Carter. Paska terpilihnya Reagan sebagai Presiden, seluruh penasehat keamanan gedung
putih langsung menginisiasi Reagan untuk segera membangun rudal berteknologi canggih sebagai kebijakan pertahanan dan keamanan nasional Amerika Serikat.
Perumusan kebijakan yang ditawarkan kepada Presiden Reagan dirundingkan pada tahun 1982 di ruang Oval yang dipimpin langsung oleh mantan Jenderal
Angkatan Darat U.S. Army Karl Bendetsen Baucom, 1995: 5. Salah satu implementasi dari hasil perundingan yang dilakukan oleh
Presiden Reagan beserta seluruh penasehat keamanan gedung putih adalah pidato kenegaraan yang disiarkan diseluruh stasiun televisi nasional Amerika Serikat
pada tahun 1983. Dalam pidatonya, Presiden Reagan menyatakan visinya bahwa Amerika Serikat memerlukan sebuah sistem pertahanan berupa rudal balistik
untuk melawan rudal ICBM yang dimiliki Uni Soviet. Presiden Reagan juga menegaskan bahwa teknologi rudal terbaru yang dimiliki Amerika Serikat
nantinya akan menjadikan teknologi rudal milik Uni Soviet terlihat tidak membahayakan bahkan usang untuk digunakan di masa depan Smith, 2000: 3.
Tidak lama setelah pidato kenegaraannya disiarkan secara nasional, maka Presiden Reagan merilis sebuah konsep pertahanan dan keamanan nasional
Amerika Serikat dengan nama Strategic Defense Initiative SDI pada tahun 1983. Secara teknis, konsep teknologi SDI yang diinginkan oleh Presiden Reagan adalah
dengan mengutamakan sistem sinar laser serta memaksimalkan pencahayaan infra
61 merah. Teknologi ini berfungsi untuk mendeteksi serta menghancurkan rudal
balistik yang diluncurkan melalui luar angkasa untuk menyerang wilayah Amerika Serikat Gansler 2010: 44.
Presiden Reagan juga menegaskan bahwa program SDI bertujuan untuk melindungi seluruh wilayah Amerika Serikat yang terdiri dari 50 lima puluh
negara bagian serta melindungi negara-negara sekutu Amerika Serikat khususnya yang berada di wilayah Eropa Gansler 2010: 44. Paska dirilisnya SDI, Presiden
Reagan langsung memerintahkan Dr. James Fletcher yang merupakan mantan staf administrasi dan keamanan di National Aeronautics and Space Administration
NASA untuk melakukan studi jangka panjang yang disertai penelitian dan pengembangan sistem rudal ofensif dan defensif yang efektif dikenal dengan
Defense Technology Study DTS atau juga dikenal dengan Fletcher Panel Baucom 1995: 6.
Studi yang dilakukan Fletcher tersebut memberikan perencanaan yang cukup matang tentang bagaimana SDI harus dilaksanakan. Fletcher merilis bahwa
SDI harus dijadikan sebagai basis utama dalam penelitian dan pengembangan teknologi rudal balistik. Selain itu, Fletcher juga menekankan bahwa SDI harus
memprioritaskan 8 delapan area penting dalam teknologi rudal balistik: 1 Pengamatan, 2 Kecanggihan, 3 Kemampuan melacak dalam hal; pengaturan
kekuatan persenjataan, persenjataan konvensional, 4 Tatanan Konsep yang meliputi; Pengorganisasian sistem komando dalam arena peperangan, 5
Pengawasan, 6 Sistem komunikasi, 7 Kemampuan dalam bertahan hidup serta kemampuan dalam melumpuhkan bahkan mematikan musuh, dan 8 Perhatian
terhadap kerentanan atas setiap ancaman yang mengharuskan untuk selektif dalam