Perkembangan Kebijakan Global Protection Against Limited Strikes

72 the range of the ballistic missiles of several Third World nations. Strategic Defense Initiative Organization 1991: 3. Meskipun teknologi rudal balistik serta berbagai senjata pemusnah massal menjadi ancaman yang utama yang berkembang dalam lingkup regional saat ini, hal yang paling diperlukan adalah terus mengembangkan kecanggihan dalam hal teknologi jarak tempuh untuk mengantisipasi serangan rudal dari negara dunia ketiga yang mampu menjangkau wilayah Amerika Serikat dalam beberapa tahun ke depan. Kondisi yang diuraikan di atas tentunya menjadi alasan yang kuat bagi Presiden George Bush untuk menerbitkan kebijakan Global Protection Against Limited Strikes GPALS pada tahun 1991 sebagai bentuk reorientasi SDI Kaplan 2008: 15. Misi dari kebijakan tersebut ditegaskan oleh Presiden George Bush melalui pernyataan resminya sebagai berikut: I have directed that the SDI Program be refocused on providing protection from limited ballistic missile strikes, whatever their sources. Let us pursue an SDI Program that can deal with any future threat to the United States, to our forces overseas, and to our friends and aliies. Strategic Defense Inititative Organization 1991: 2 Saya telah memerintahkan untuk mengembalikan fokus Program SDI untuk memberikan perlindungan dari serangan rudal balistik secara terbatas, apapun perangkatnya. Mari kita tingkatkan keseriusan dalam menjalankan Program SDI untuk menghadapi setiap ancaman di masa depan yang ditujukan kepada Amerika Serikat, pasukan kami di luar negeri serta para sekutu kami. Pernyataan ini menyimpulkan bahwa meskipun GPALS masih berada dalam satu bingkai SDI, akan tetapi GPALS memiliki prioritas yang berbeda dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional Amerika Serikat. GPALS diarahkan tidak hanya untuk menghadapi serangan aktor negara tetapi juga ancaman dari aktor non negara yang diklasifikasikan ke dalam kelompok teroris serta kriminal internasional. Secara umum, kebijakan GPALS memroyeksikan 3 tiga bagian penting dalam menghadapi setiap ancaman yang ditujukan bagi Amerika Serikat dan sekutunya; 1 Sistem pertahanan yang komprehensif bagi seluruh prajurit serta 73 negara-negara sekutu Amerika Serikat di seluruh dunia dengan menempatkan rudal balistik dengan kategori ICBM, 2 Mengoptimalkan sistem pertahanan nasional yang berbasis di darat serta memperkuat undang-undang yang menyatakan komitmen terhadap perlindungan seluruh rakyat Amerika Serikat di seluruh dunia, 3 Memperkuat sistem pertahanan yang berbasis di luar angkasa yang dapat mengantisipasi setiap serangan dari berbagai negara Gansler 2010: 45. GPALS juga diproyeksi akan menempatkan kurang lebih 200 hulu ledak nuklir untuk masing-masing wilayah pertahanan, baik di darat maupun di laut yang tentunya dengan kategori ICBM Smith 2000: 4-5. Perencanaan teknis di atas merupakan sikap Amerika Serikat dalam merespon situasi keamanan global khususnya dalam hal proliferasi nuklir. Kebijakan GPALS dirilis dikarenakan Amerika Serikat menyadari bahwa ancaman penyebaran senjata nuklir melalui rudal balistik khususnya penggunaan senjata kimia berada pada level yang tinggi. Selain itu, Amerika Serikat semakin khawatir mengenai instabilitas politik di masing-masing negara dapat meningkatkan potensi penggunaan rudal balistik baik disengaja maupun yang tidak sengaja Strategic Defense Initiative Organization 1991: 2-3. Penerapan GPALS sebagai produk kebijakan pertahanan dan keamanan nasional Amerika Serikat tentunya tidak lepas dari struktur pemerintahan Amerika Serikat yang masih dipimpin oleh Republik. Hal ini tentunya sama seperti yang diungkapkan K.J. Holsti yang menempatkan struktur pemerintahan sebagai salah satu instrumen dasar dalam merumuskan kebijakan nasional yang merefleksikan kondisi keamanan internasional. Holsti juga menyatakan bahwa produk kebijakan luar negeri disusun berdasarkan kondisi keamanan dalam negeri sebuah negara. 74 Hal ini bertujuan agar negara mengubah tujuan serta kepentingannya terhadap kondisi eksternal negaranya Holsti, 1992: 269. Hal ini tentu dapat dilihat dari faktor Presiden dalam menunjukkan gaya kepemimpinannya serta inisiatifnya dalam merumuskan kebijakan luar negeri yang tidak lepas dari garis politik yang dibawanya. Berbicara mengenai garis politik, tentu kaitannya dengan partai Demokrat dan Republik. Republik cenderung kepada isu-isu keamanan, power dan superioritas bahkan isu-isu perang juga menjadi isu penting bagi partai Republik. Sedangkan Demokrat lebih mengedepankan isu-isu perundingan, diplomasi yang lebih dikedepankan, kemudian HAM, demokratisasi Siswanto 2013. Pernyataan ini cukup jelas menggambarkan posisi Amerika Serikat yang harus merevisi kebijakan pertahanan nasionalnya yang lebih mengedepankan dominasi kekuatan militer seperti yang ditekankan oleh Republik dengan mengedepankan isu-isu keamanan. Oleh karena itu kebijakan GPALS dipilih sebagai hasil reorientasi dari SDI yang kini bertujuan mengantisipasi setiap serangan rudal balistik oleh rogue states. GPALS dapat dikatakan bukan satu-satunya kebijakan strategis dalam mempertahankan kondisi keamanan domestik Amerika Serikat khususnya dari ancaman rogue states. Akan tetapi Amerika Serikat juga memiliki alternatif lain dalam mempertahankan kondisi domestik negaranya dari ancaman rudal balistik yakni program pengendalian senjataArms Control. Program pengendalian senjata merupakan upaya yang dilakukan kedua negara atau lebih yang bertujuan untuk menyetabilkan iklim militer serta mengurangi intensitas militer yang memungkinkan terjadinya peperangan Burns 2002: 80. 75 Tidak lama setelah GPALS dirilis pada tahun 1991, program pengendalian senjata bernama START I juga disepakati oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet tepatnya pada Juli 1991. Kesepakatan tersebut mengharuskan kedua negara agar memiliki jumlah kendaraan pembawa senjata nuklir hanya sebanyak 1.600 perangkat yang membawa tidak lebih dari 6.000 hulu ledak nuklir Kimball dan Collina 2010: 1. Dua tahun berselang tepatnya tahun 1993, kedua negara sepakat untuk melanjutkan kerjasama pengendalian senjata START II. Poin penting dari kesepakatan START II adalah membatasi jumlah kendaraan pembawa senjata nuklir menjadi 3.000 sampai dengan 3.500 artileri. Selain itu START II juga melarang untuk menyebarkan perangkat rudal bertenaga nuklir yang berbasis di darat Kimball dan Collina 2010: 1 Kesepakatan tersebut ditandatangani bersamaan dengan berdirinya Rusia sebagai negara baru paska bubarnya Uni Soviet, serta sekaligus mengakhiri masa jabatan Presiden Amerika Serikat George H.W. Bush dan digantikan oleh William Jefferson Clinton yang berasal dari Partai Demokrat.

3. Dinamika Kebijakan Ballistic Missile Defense dan National Missile

Defense dalam Sistem Pertahanan Nasional Amerika Serikat Memasuki era pemerintahan Presiden Clinton, kebijakan pertahanan dan keamanan nasional Amerika Serikat kembali mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pemerintahan Presiden Clinton secara resmi mengumumkan penghentian program GPALS, membatalkan program BP serta mengganti SDIO menjadi Ballistic Missile Defense Organization BMDO pada tahun 1994 Kaplan 2008: 16. 76 BMDO diproyeksikan akan menjadi sistem pertahanan anti rudal yang lebih komprehensif dan diaplikasikan di seluruh angkatan bersenjata Amerika Serikat baik dara, laut, dan udara. Hal ini dikarenakan paska serangan rudal balistik Irak ke pangkalan militer Amerika Serikat di Arab Saudi pada tahun 1991, Amerika Serikat memprediksi bahwa dalam 6 enam bulan Irak telah mampu mengembangkan rudal balistik bertenaga nuklir. Tujuannya untuk menyerang negara-negara tetangganya serta sebagai bentuk tekanan psikologi agar Amerika Serikat tidak menyebarkan sistem pertahanan rudal di wilayah timur tengah Smith 2000: 4. Program BMDO pada era Presiden Clinton menekankan pada inovasi sistem pertahanan anti rudal yang dinamakan dengan TheaterTactical Missile Defense TMD. Sistem pertahanan rudal ini nantinya akan diterapkan pada angkatan bersenjata Amerika Serikat yang meliputi darat, udara, dan laut. Penerapan sistem pertahanan rudal tersebut tentunya telah mengalami modifikasi dari perangkat rudal balistik yang sebelumnya telah dimiliki Amerika Serikat. Angkatan darat nantinya akan mengoperasikan sistem pertahanan rudal yang sebelumnya bernama PATRIOT Missile kini berganti menjadi PATRIOT Advanced Capability-3 PAC-3 Kaplan 2008: 16. Inovasi selanjutnya yang dikembangkan angkatan darat adalah dengan mengembangkan sistem rudal terbaru yang dikenal dengan Theater High Altitude Area Defense THAAD. Khusus untuk angkatan udara, inovasi teknologi yang digunakan adalah Air Force’s Airbone Laser Project ABL dan untuk angkatan laut akan mengoperasikan sistem yang dinamakan dengan Shipborne Aegis Air Defense System AEGIS Kaplan 2008: 16. Pada tahun 1995 satuan angkatan 77 darat Amerika Serikat U.S. Army berhasil meluncurkan sistem pertahanan rudal THAAD pertama kali di era Presiden Clinton serta diikuti oleh uji coba perangkat-perangkat rudal balistik lainnya Gansler 2010: 45. Gambar IV.A.3.1 PATRIOT Advanced CapabilityPAC-3 Sumber: Gansler, Ballistic Missile Defense: Past and Future, Center for Technology and National Security Policy, 2010 Gambar IV.A.3.2 Theater High Altitude Area DefenseTHAAD Sumber: Gansler, Ballistic Missile Defense: Past and Future, Center for Technology and National Security Policy, 2010 78 Gambar IV.A.3.3. Airborne Laser Project Sumber: Gansler, Ballistic Missile Defense: Past and Future, Center for Technology and National Security Policy, 2010 Gambar IV.A.3.4. AEGISShipborne Aegis Air Defense System Sumber: Gansler, Ballistic Missile Defense: Past and Future, Center for Technology and National Security Policy, 2010 Keberhasilan BMDO dalam mengujicoba seluruh perangkat rudal balistik di masing-masing angkatan bersenjata tentunya cukup meyakinkan publik Amerika Serikat mengenai sistem pertahanan dan keamanan negaranya. Akan tetapi keberhasilan tersebut tidak cukup meyakinkan Kongres Amerika Serikat bahwa BMDO mampu mengantisipasi setiap serangan rudal balistik yang ditujukan ke Amerika Serikat. Setahun setelah ujicoba tersebut yakni pada tahun 1996, Kongres Amerika Serikat kini dikuasai oleh Partai Republik yang cukup