Dinamika Kebijakan Ballistic Missile Defense dan National Missile
78
Gambar IV.A.3.3. Airborne Laser Project
Sumber: Gansler, Ballistic Missile Defense: Past and Future, Center for Technology and National Security Policy, 2010
Gambar IV.A.3.4. AEGISShipborne Aegis Air Defense System
Sumber: Gansler, Ballistic Missile Defense: Past and Future, Center for Technology and National Security Policy, 2010
Keberhasilan BMDO dalam mengujicoba seluruh perangkat rudal balistik di masing-masing angkatan bersenjata tentunya cukup meyakinkan publik
Amerika Serikat mengenai sistem pertahanan dan keamanan negaranya. Akan tetapi keberhasilan tersebut tidak cukup meyakinkan Kongres Amerika Serikat
bahwa BMDO mampu mengantisipasi setiap serangan rudal balistik yang ditujukan ke Amerika Serikat. Setahun setelah ujicoba tersebut yakni pada tahun
1996, Kongres Amerika Serikat kini dikuasai oleh Partai Republik yang cukup
79 kritis jika berbicara mengenai kondisi pertahanan dan keamanan Amerika Serikat
Smith 2000: 4-5. Isu yang berkembang pada saat Kongres didominasi oleh Partai Republik
adalah mendesak pemerintahan Clinton agar tidak hanya mengembangkan Theater Missile Defense TMD. Akan tetapi Kongres juga menginginkan
Presiden Clinton untuk segera mengembangkan serta menempatkan sistem pertahanan rudal nasional yang disebut National Missile Defense NMD di
seluruh wilayah negara bagian Amerika Serikat Smith 2000: 4-5. Desakan ini muncul dikarenakan Kongres memprediksi bahwa rogue
states memiliki keinginan yang kuat untuk menyerang Amerika Serikat yang disertai peningkatan teknologi rudal balistik bertenaga nuklir. Selain itu aksi terror
yang dilakukan para teroris diprediksi akan memicu penggunaan rudal balistik secara ilegal. CIA merilis bahwa negara seperti Kuba, Syria, Korea Utara, Iran,
Irak, dan Libya dengan sistem pemerintahan yang otoriter merupakan motif di balik ancaman yang ditujukan kepada Amerika Serikat dan para sekutunya Smith
2000: 5-6. Oleh karena itu Presiden Clinton memutuskan untuk memulai riset dalam mengembangkan proyek NMD pada tahun 1996 Woolf, Kerr, dan Nikitin,
2013: 13. Kondisi ini cukup menggambarkan bahwa kebijakan pertahanan Amerika
Serikat dirumuskan berdasarkan intervensi Kongres kepada pemerintah Clinton yang berasal dari Demokrat. Struktur pemerintahan di Kongres dapat dikatakan
cukup memiliki pengaruh untuk merombak seluruh kebijakan pertahanan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Presiden Clinton, termasuk dalam mendesak
pengembangan NMD. Desakan Kongres kepada Presiden Clinton untuk
80 mengembangkan NMD dapat dikatakan sebagai pintu masuk untuk mengubah
ABM Treaty bahkan memulai wacana untuk mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik Kaplan 2008: 16.
Hal ini dikarenakan proyek NMD akan menyebarkan sistem pertahanan rudal ke seluruh wilayah negara bagian Amerika Serikat termasuk Grand Forks,
North Dakota yang menjadi bagian kesepakatan Traktat Anti Rudal Balistik tahun 1974. Jika hal tersebut dilakukan maka secara otomatis Amerika Serikat
melanggar kesepakatan Traktat Anti Rudal Balistik dan mengharuskan pembicaraan lebih lanjut dengan Rusia Kimball dan Collina, 2003: 1.
Paska keputusan Presiden Clinton untuk melakukan riset dalam mengembangkan NMD, Clinton juga melanjutkan program pengendalian senjata
dengan Rusia guna memperkecil ancaman serangan rudal balistik ke wilayah Amerika Serikat. Pada tahun 1997 Presiden Clinton dan Presiden Boris Yeltsin
sepakat untuk melanjutkan pembahasan mengenai Kerangka START III. Poin utama dari pembahasan kerangka tersebut adalah pengurangan senjata nuklir
menjadi 2.500-2.000 unit bagi kedua negara. Tidak hanya itu, pembahasan krusial dari kerangka kerjasama tersebut adalah mengenai penghancuran senjata nuklir
bagi kedua negara Kimball dan Collina, 2010: 1. Namun langkah yang dilakukan Presiden Clinton tampaknya tidak cukup
meyakinkan Kongres bahkan semakin memicu kekhawatiran mengenai kondisi keamanan Amerika Serikat dari ancaman rudal balistik. Oleh karena itu pada
bulan Juli 1998 Kongres memerintahkan Donald Rumsfeld yang juga mantan menteri pertahanan era Presiden Gerald Ford 1974-1977 untuk membentuk
sebuah komisi keamanan bernama Rumsfeld Commission. Komisi ini juga
81 dinamakan dengan komisi ancaman rudal balistik terhadap Amerika Serikat yang
juga diketuai oleh Donald Rumsfeld Smith 2000: 44. Komisi ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengidentifikasi seberapa
besar ancaman rudal balistik yang ditujukan ke wilayah Amerika Serikat dan sekutunya. Hasilnya menunjukkan bahwa Amerika Serikat menghadapi ancaman
rudal balistik yang cukup nyata dan potensial khususnya dari negara-negara yang dikelompokkan ke dalam rogue states. Komisi Rumsfeld juga melaporkan bahwa
serangan rudal balistik dapat dilakukan tanpa menunjukkan peringatan yang pasti. Artinya, serangan rudal tersebut tidak dapat diduga kapan dan dimana rudal
tersebut akan mendarat di wilayah Amerika Serikat, bahkan diprediksi lebih cepat dari yang diperkirakan oleh system keamanan nasional Amerika Serikat Smith
2000: 44. Selain itu, serangan rudal balistik tersebut cukup menimbulkan kerusakan
yang hebat pada wilayah Amerika Serikat dan sekutunya. Tim yang dipimpin oleh Donald Rumsfeld tersebut juga merilis bahwa rogue states dapat membangun
rudal balistik dengan kapasitas ICBM dalam waktu sekitar 5 lima tahun ke depan Gansler 2010: 46-47. Hasil identifikasi tersebut cukup meyakinkan publik
mengenai situasi darurat yang dihadapi Amerika Serikat terkait rudal balistik. Akan tetapi hasil yang dirilis komisi Rumsfeld mengenai ancaman rudal
balistik yang bertujuan untuk menyebarkan NMD berbeda dengan hasil identifikasi yang dirilis oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat.
Departemen Pertahanan menyimpulkan bahwa aksi militer dalam bentuk penyebaran NMD tidak sedang diperlukan bagi keamanan nasional Amerika
Serikat. Hal ini dikarenakan pihak intelijen tidak menemukan adanya peningkatan
82 rudal ICBM dari negara-negara adidaya lainnya seperti China, Rusia, Prancis, dan
Britania RayaInggris selama 10-15 tahun ke depan Woolf, Kerr, dan Nikitin, 2013: 13-14.
Perbedaan antara hasil yang dirilis oleh komisi Rumsfeld dengan Departemen Pertahanan tidak hanya menyangkut persoalan penting atau tidaknya
kebutuhan NMD, tetapi juga negara-negara yang diprediksi menjadi ancaman Amerika Serikat juga menjadi perbedaan. Komisi Rumsfeld menyebutkan bahwa
rogue states menjadi ancaman potensial bagi keamanan nasional Amerika Serikat. Sementara itu, Departemen Pertahanan menganggap negara-negara adidaya
seperti China, Rusia, Prancis, dan Inggris justru yang menjadi perhatian penting dalam hal peningkatan rudal ICBM.
Namun pada bulan Agustus 1998 argumentasi yang dikemukakan oleh komisi Rumsfeld terbukti dengan keberhasilan India dan Pakistan mengujicoba
rudal balistik untuk pertama kalinya dalam sejarah kedua negara. Tidak hanya India dan Pakistan, Korea Utara juga melakukan ujicoba rudal balistik dengan
kode Taepodong-1 yang mampu melintasi wilayah kepulauan Jepang. Setelah rudal Taepodong-1, Amerika Serikat memprediksi bahwa rudal Taepodong-2
sedang dalam tahap pembangunan. Rudal ini juga diprediksi mampu menjangkau wilayah kepulauan Hawai dan Alaska jika diluncurkan melalui wilayah perairan
di Korea Utara Gansler 2010: 46. Paska percobaan rudal balistik yang dilakukan oleh India, Pakistan dan
Korea Utara, Presiden Clinton langsung mempertimbangkan untuk merilis kebijakan NMD untuk melindungi seluruh wilayah negara bagian Amerika Serikat
dan sekutunya. Puncaknya pada bulan Juli 1999 Kongres menyetujui kebijakan
83 pertahanan nasional bernama National Missile Defense Act dan ditandatangani
oleh Presiden Clinton yang harus dilaksanakan sesegera mungkin dengan kemampun teknis yang memadai Smith 2000: 44.
Presiden Clinton menekankan 4 empat prioritas utama dalam merilis kebijakan NMD, yaitu; 1 Operasionalisasi program NMD harus efektif dan tepat
sasaran, yakni fokus kepada ancaman nyata dan potensial yang ditujukan ke Amerika Serikat, 2 Program NMD harus mengutamakan penghematan serta
efektivitas anggaran pertahanan nasional 3 Kesiapan teknologi NMD yang harus dilengkapi dengan perangkat pencegat 4 NMD harus disesuaikan dengan klausul
yang terdapat dalam Traktat Anti Rudal Balistik dan mengajukan proposal perubahan klausul Traktat Anti Rudal Balistik kepada Rusia Neuneck dan Shaaf
2000: 1. Pada bulan Oktober 1999 Amerika Serikat berhasil melakukan ujicoba
atau dikenal dengan Integrated Flight Test IFT yang pertama untuk teknologi NMD. Akan tetapi setahun berikutnya yakni pada bulan Januari dan Juli tahun
2000, Amerika Serikat gagal dalam melakukan percobaan IFT yang kedua dan ketiga dalam teknologi NMD. Hal ini dikarenakan sensor inframerah mengalami
kerusakan sehingga tidak mampu mendeteksi objek yang menyerang wilayah Amerika Serikat Smith 2000: 44-45.
Paska kegagalan tersebut, pada September tahun 2000 Presiden Clinton memutuskan untuk menunda pembangunan serta penyebaran program NMD. Hal
ini dikarenakan teknologi yang dimiliki NMD masih memiliki kelemahan serta belum menunjukkan hasil yang signifikan bagi pertahanan nasional Amerika
Serikat Gansler, 2010: 48. Oleh karena itu Presiden Clinton menyatakan akan
84 menyerahkan kewenangan pembangunan teknologi NMD kepada Presiden
Amerika Serikat selanjutnya Kaplan 2008: 17. Selain kendala teknis, Amerika Serikat juga menghadapi kendala secara
substansial terkait agenda pengendalian senjata bersama Rusia. Hal ini dibuktikan ketika Rusia menolak proposal yang berisi amandemen Traktat Anti Rudal
Balistik yang diajukan Amerika Serikat untuk disesuaikan dengan program NMD. Penolakan tersebut dikarenakan Rusia menganggap bahwa jika sistem NMD
diperluas maka sistem tersebut dikhawatirkan dapat mencegat seluruh aktivitas militer yang dilakukan oleh pasukan Rusia. Rusia juga menyebutkan bahwa
Amerika Serikat terlalu berlebihan dalam menanggapi dinamika perkembangan rudal balistik yang dilakukan oleh rogue states Woolf, Kerr dan Nikitin 2013:
14. Pada dasarnya Rusia telah memahami bahwa usulan mengenai
amandemen Traktat Anti Rudal Balistik merupakan indikasi yang ditunjukkan oleh Amerika Serikat bahwasanya Amerika Serikat memiliki keinginan yang
serius untuk mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik. Akan tetapi keinginan tersebut tidak mendapat respon positif dari Rusia. Bahkan Rusia mengancam jika
Amerika Serikat mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik maka Rusia juga akan mundur dari perjanjian START II serta mundur dari seluruh perjanjian keamanan
yang selama ini telah terjalin dengan baik antar kedua negara Woof, Kerr, dan Nikitin 2013: 14. Ancaman yang dikemukakan oleh Rusia tentunya semakin
meyakinkan Rusia bahwa Amerika Serikat tidak akan mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik.
85 Hal ini dikarenakan apabila Amerika Serikat mundur dari Traktat Anti
Rudal Balistik dan Rusia juga mundur dari seluruh perjanjian keamanan yang dirintis oleh kedua negara maka hal tersebut merupakan kerugian yang signifikan
bagi Amerika Serikat. Dampak yang ditimbulkan jika Rusia memutuskan untuk mundur adalah Amerika Serikat akan mengalami kesulitan dalam mengawasi
peredaran senjata nuklir Rusia dikarenakan tidak ada lagi perjanjian yang mengatur kualitas serta kuantitas persenjataan kedua negara khususnya rudal
balistik. Tidak hanya dengan Rusia, Amerika Serikat juga mengalami kendala
dengan negara-negara sekutu yang menjadi objek penempatan rudal pertahanan terkait program NMD. Negara-negara sekutu Amerika Serikat menegaskan bahwa
mereka tidak akan mengizinkan Amerika Serikat menempatkan instalasi rudal balistik di negara mereka sebelum adanya amandemen Traktat Anti Rudal Balistik
Smith 2000: 4. Kompleksnya permasalahan terkait kebijakan NMD merupakan indikasi
bahwa tidak mudah menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan perjanjian keamanan internasional antara Amerika Serikat dan Rusia. Oleh karena itu dengan
berbagai permasalahan terkait program NMD maka Presiden Clinton pada tahun 2000 memutuskan untuk menyerahkan kewenangan terkait NMD kepada
Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Penyerahan kewenangan serta tanggung jawab atas program NMD kepada
Departemen Pertahanan dilakukan bersamaan dengan berakhirnya jabatan Clinton sebagai Presiden Amerika Serikat. Kondisi ini tentu berakibat negatif bagi publik
Amerika Serikat khususnya partai Demokrat seiring kegagalan dialami oleh
86 pemerintahan Clinton. Kegagalan tersebut tentunya menurunkan tingkat
kepercayaan publik terhadap partai Demokrat yang berimplikasi pada naiknya elektabilitas partai Republik di hadapan publik. Oleh karena itu pada tahun 2001
publik memercayakan kepemimpinan Amerika Serikat kepada partai Republik dengan menampilkan George Walker Bush sebagai Presiden Amerika Serikat
menggantikan Clinton Kaplan 2008: 17. Pada awal pemerintahannya, Presiden Bush menyatakan komitmen yang
kuat untuk membangun serta menyebarkan sistem pertahanan rudal dalam kurun waktu yang singkat dan sesegera mungkin Kaplan, 2008: 17. Terkendalanya
NMD disebabkan penolakan Rusia atas usulan amandemen Traktat Anti Rudal Balistik, merupakan keputusan yang tidak tepat untuk saat ini. Presiden Bush
menyatakan bahwa Traktat Anti Rudal Balistik merupakan peninggalan perang dingin yang tidak dapat dikontekskan dengan kondisi terkini yang menunjukkan
semakin banyak negara yang berpotensi untuk menyalahgunakan perangkat rudal balistik. Oleh karena itu Amerika Serikat memerlukan suatu kebijakan yang
melampaui Traktat Anti Rudal Balistik untuk menyebarkan sistem pertahanan rudal Woolf, Kerr, dan Nikitin 2013: 14.
Amerika Serikat kembali berupaya meyakinkan Rusia bahwa sistem pertahanan rudal yang dibangun Amerika Serikat tidak mengancam Rusia sebagai
sebuah negara. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah Traktat Anti Rudal Balistik itu sendiri yang menghambat kinerja Amerika Serikat dalam
mengembangkan sistem pertahanan dan keamanan bagi negaranya serta sekutunya Woolf, Kerr dan Nikitin 2013: 14.
87 Pendekatan yang dilakukan Amerika Serikat untuk meyakinkan Rusia
kembali mendapat penolakan dari Rusia. Rusia menyatakan bahwa Amerika Serikat perlu mengidentifikasi kembali mengenai klausul yang terkandung di
dalam proposal usulan amandemen Traktat Anti Rudal Balistik. Secara tidak langsung, penjelasan tersebut menyatakan bahwa jika Amerika Serikat tidak
bersedia mengidentifikasi klausul amandemen Traktat Anti Rudal Balistik, maka Rusia memiliki hak untuk menentukan isi dari klausul amandemen Traktat Anti
Rudal Balistik agar sesuai dengan klausul yang terdapat di dalam Traktat Anti Rudal Balistik Woolf, Kerr dan Nikitin 2013: 13.
Kondisi ini tentunya tidak dapat diterima oleh Presiden Bush apabila Rusia mencoba untuk mengintervensi kebijakan pertahanan Amerika Serikat. Maka pada
saat yang bersamaan Presiden Bush menegaskan bahwa Amerika Serikat akan tetap membangun sistem pertahanan rudal yang komprehensif. Tidak hanya itu,
Presiden Bush juga menekankan bahwa dinamika sistem pertahanan nasional Amerika Serikat tidak akan dibatasi oleh Traktat Anti Rudal Balistik yang telah
berumur 30 tahun Baucom 2001: 18. Oleh karena itu, pada bulan Mei 2001 Presiden Bush menyampaikan
keinginan Amerika Serikat untuk mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik kepada Rusia. Selang 7 tujuh bulan berikutnya yakni pada Desember 2001 Amerika
Serikat melalui Presiden Bush memutuskan untuk mundur dari Traktat Anti Rudal Balistik. Kondisi ini diperkuat dengan adanya serangan teroris ke Amerika Serikat
pada 11 September 2001 yang semakin meyakinkan Amerika Serikat untuk membangun system pertahanan untuk mengantisipasi serangan rogue states
Woolf, Kerr dan Nikitin 2013: 14-15.
88 Keputusan Amerika Serikat untuk mundur dari ABM Treaty langsung
mendapat respon dari Rusia yang menyatakan bahwa keputusan tersebut adalah sebuah kesalahan yang dilakukan Amerika Serikat. Sebagai tindakan balasan,
maka Rusia juga menyatakan mundur atas perjanjian START II sebagai simbol protes kepada Amerika Serikat Woolf, Kerr dan Nikitin 2013: 15. Hal ini
tentunya tidak berpengaruh bagi Amerika Serikat dan tetap akan mengembangkan program pertahanan rudal balistik.