Kebijakan Luar Negeri Menurut James N. Rosenau 1976: 27-32, kebijakan luar negeri

11 Dalam bukunya, Burns mengutip pernyataan mantan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev mengenai Arms Control dan Disarmament. Gorbachev menekankan bahwa aturan mengenai Arms Control dan Disarmament merupakan hal yang mendesak untuk dilaksanakan, seiring menguatnya krisis keamanan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet ketika Perang Dingin berlangsung. Pengaturan tentang pengendalian serta perlucutan senjata dapat direalisasikan dalam bentuk kerjasama bilateral dan multilateral. Kerjasama ini dimaksudkan agar terciptanya netralitas dari ketidakamanan yang disebabkan oleh sistem persenjataan yang dibangun oleh kedua negara 2002: 79. Pengaturan pengendalian senjata dan perlucutan senjata pada dasarnya difokuskan kepada 2 dua tujuan utama yaitu, untuk menstabilkan iklim militer serta mengurangi aktivitas militer suatu negara jika terindikasi terjadinya peperangan. Lebih lanjut lagi, Burns menegaskan bahwa, mekanisme tentang pengendalian dan perlucutan senjata seperti mengurangi, membatasi serta mengatur jenis persenjataan secara normatif tentu dapat menciptakan lingkungan internasional yang stabil. Namun aturan-aturan tersebut tidak dapat menyelesaikan perdebatan mengenai ancaman-ancaman yang berpotensi datang. Burns berasumsi bahwa mekanisme pengaturan senjata harus diperkuat dengan jalur diplomasi antar masing-masing negara, sehingga untuk sementara kekhawatiran yang disebabkan oleh tidak adanya aturan mengenai persenjataan dapat dihilangkan 2002: 80. Asumsi yang dikemukakan Burns selanjutnya adalah mengenai adanya kebingungan dalam memahami penggunaan istilah pengendalian senjata dan perlucutan senjata. Istilah perlucutan senjata mulai berkembang pada abad ke-19 12 sembilan belas untuk menggambarkan semua upaya-upaya yang berhubungan dengan membatasi, mengurangi serta mengendalikan peperangan. Sementara itu, sebagian masyarakat internasional mengartikan istilah perlucutan senjata sebagai penghapusan senjata secara keseluruhan 2002: 81. Namun tidak demikian halnya dengan pandangan yang dimiliki oleh sebagian besar diplomat dan kalangan masyarakat internasional lainnya. Para diplomat serta para pemimpin badan-badan internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa menggunakan perlucutan senjata hanya sebagai istilah umum. Hal ini meliputi langkah-langkah yang bertujuan untuk meredakan ketegangan atau membangun kepercayaan diri melalui pengaturan persenjataan, pengendalian senjata hingga nantinya berujung pada perlucutan senjata secara umum dan menyeluruh Burns 2002: 81. Seiring perdebatan mengenai penggunaan istilah pengendalian dan perlucutan senjata semakin kompleks, maka pada awal tahun 1950 para akademisi yang fokus mengenai teknologi nuklir dan senjata ofensif mulai menggunakan istilah Pengendalian Senjata. Bagi para akademisi, istilah perlucutan senjata tidak hanya memiliki kelemahan dari segi arti, tetapi juga terkesan berharap dengan kondisi yang tidak mungkin terjadi. Namun berbeda halnya dengan Pengendalian Senjata yang justru mengutamakan kerjasama internasional yang berstatus sebagai musuh potensial. Kerjasama ini dirancang untuk mengurangi kemungkinan konflik atau bahkan konflik yang akan terjadi Burns 2002: 81-82. Asumsi lain mengenai konsep Pengendalian Senjata juga dikemukakan oleh Jeffrey A. Larsen. Larsen 2002: 1 menjelaskan bahwa pengendalian senjata dapat didefinisikan sebagai bentuk perjanjian antar negara untuk mengatur 13 beberapa aspek terkait potensi serta kemampuan militer masing-masing negara. Perjanjian tersebut tentunya berlaku untuk lokasi, jumlah, kesiapan serta jenis kekuatan militer yang meliputi senjata dan fasilitas pendukung lainnya. Apapun tujuan serta cakupannya, setiap perencanaan terkait pengendalian senjata memiliki satu faktor penting yang harus disepakati bersama oleh masing-masing negara; setiap negara mensyaratkan format kerjasama yang disesuaikan dengan program militer mereka 2002: 1-2. Larsen juga menyatakan bahwa pengendalian senjata merupakan sarana untuk meningkatkan keamanan nasional suatu negara. Adanya pengendalian senjata memicu setiap negara untuk meningkatkan kemampuan persenjataannya, yang secara tidak langsung akan menciptakan stabilitas keamanan serta mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Konsep pengendalian senjata dalam penelitian ini difokuskan untuk menjelaskan traktat anti rudal balistik terkait latar belakang, prinsip, tujuan serta fungsinya bagi kerjasama AS dan Uni Soviet 2002: 2. F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Moleong 2007: 4. Metode penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini tentunya bersifat deskriptif analitis. Artinya penelitian ini melihat permasalahan yang ada dan akan dikaitkan dengan teori, konsep serta pendekatan yang ada di dalam ilmu hubungan internasional Mas’oed 1990: 223.