Unsur-Unsur Perjanjian Syarat Sahnya Perjanjian

15 terlebih dahulu memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, maka diperlukan 4empat syarat yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c. Suatu hal tertentu; d. Sesuatu sebab yang halal; Perjanjian baru dapat dikatakan sah jika telah dipenuhinya semua ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Persyaratan sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian digolongkan ke dalam syarat subjektif syarat mengenai orang yang melakukan perjanjian. Apabila salah satu syarat subjektif ini tidak dipenuhi maka akibat hukumnya perjanjian dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan tentang suatu hal tertentu dan sebab halal digolongkan kedalam syarat objektif benda yang dijadikan objek perjanjian. Jika salah satu syarat objektif ini tidak dipenuhi,maka akibat hukumnya perjanjian batal demi hukum. Artinya perjanjian dengan sendirinya menjadi batal dengan kata lain perjanjian telah batal sejak dibuatnya perjanjian tersebut. Hal-hal inilah yang merupakan unsur-unsur penting dalam mengadakan perjanjian. 12

2. Unsur-Unsur Perjanjian

12 C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia Buku Kesatu Hukum Dagang Menurut KUHD Dan KUHPerdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm. 191 16 Suatu perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur yangesensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal unsur lain dalam suatu perjanjian. Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur,yaitu : a. Unsur Esensialia, yaitu unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsuresensialia ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal yang diperjanjikan. b. Unsur Naturalia, yaitu unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUH Perdata bahwa penjual harus menanggung cacat tersembunyi. c. Unsur Aksidentalia, yaitu unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya.Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan.Demikian pula klausul-klausul lainnya yang sering 17 ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur yang esensialia dalam kontrak tersebut. 13

3. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Dari sekian banyak asas hukum yang ada,fokus perhatian harus diberikan pada tiga asas pokok. Asas-asas pokok tersebut yang dipandang sebagai tiang penyangga hukum kontrak akan mengungkap latar belakang pola pikir yang melandasi hukum kontrak. Mengingat sifat dasariah dari asas-asas pokok utama tersebut,sering disebut juga sebagai asas-asas dasar grondbeginselen. 14

a. Asas Konsensualisme

Asas-asas pokok yang melingkupi hukum kontrak adalah : Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain,perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. 15 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; Ketentuan yang mengatur mengenai konsesualitas ini dapat kita temui dalam rumusan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,yang berbunyi : “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian,diperlukan empat syarat : 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 13 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 31-32 14 Herlien Budiono, Asas-asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 95 15 Subekti, op. cit. hlm. 15 18 3. Suatu pokok persoalan tertentu; 4. Suatu sebab yang tidak terlarang”. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan lebih jauh mengenai formalitas kesepakatan yang harus dipenuhi,kecuali dalam berbagai ketentuan khusus,seperti misalnya mengenai hibah yang diatur dalam Pasal 1683 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 16

b. Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian verbindende Kracht der

Overeenkomst Bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka sepakati dalam perjanjian yang mereka buat. 17 Asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual, serta bahwa suatu kesepakatan harus dipenuhi, dianggap sudah terberi dan kita tidak mempertanyakannya kembali. Kehidupan kemasyarakatan hanya mungkin berjalan dengan baik jika seseorang dapat mempercayai perkataan orang lain. Ilmu Di dalam ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata ditemukan pengungkapan dari asas kekuatan mengikat: “Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk apa-apa yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan,diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. 16 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 35 17 Herlien Budiono, loc. Cit. 19 pengetahuan kiranya tidak mungkin dapat memberikan penjelasan lebih,terkecuali bahwa kontrak memang mengikat karena merupakan suatu janji,serupa dengan undang-undang karena undang-undang tersebut dipandang sebagai perintah pembuat undang-undang. Jika kepastian terpenuhinya kesepakatan kontraktual ditiadakan, hal itu akan sekaligus menghancurkan seluruh sistem pertukaran benda-jasa yang ada dalam masyarakat. Oleh sebab itu, “kesetiaan pada janji yang diberikan merupakan bagian dari persyaratan yang dituntut akal budi alamiah”. 18

c. Asas Kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata,yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: 1 membuat atau tidak membuat perjanjian; 2 mengadakan perjanjian dengan siapa pun; 3 menentukan isi perjanjan, pelaksanaan dan persyaratannya; 4 menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 19

d. Bentuk Perjanjian Bebas

Bentuk perjanjian bebas,artinya perjanjian tidak terikat pada bentuk tertentu. Jadi boleh diadakan secara tertulis, boleh dengan lisan dan sebagainya. Terhadap asas bentuk perjanjian bebas ini terdapat 18 Ibid., hlm. 101 19 Salim HS., Pengantar Hukum Perdata Tertulis [BW], Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.158 20 kekecualian, yakni adanya perjanjian formil, misalnya: pendirian PT, perjanjian jual beli tanah, dan sebagainya. 20

e. Asas Personalia

Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata, yang berbunyi “Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu,subjek hukum pribadi,hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. 21

f. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”. 22 Dari ketentuan tersebut terkandung beberapa istilah. Pertama,istilah ‘semua perjanjian’ berarti bahwa pembentuk undang- undang menunjukkan bahwa perjanjian dimaksud bukanlah semata- mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak bernama. Selain itu, juga mengandung suatu asas partij autonomie. Kedua, istilah ‘secara sah’, artinya bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi 20 Komariah, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, 2010, hlm. 173 21 Kartini Muljadi Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 15 22 Salim HS, loc. Cit. 21 persyaratan yang telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas kepastian hukum. Ketiga, istilah “itikad baik” hal ini berarti memberi perlindungan hukum pada debitor dan kedudukan antara kreditor dan debitor menjadi seimbang. 23

4. Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat: a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Adanya suatu pokok persoalan tertentu; d. Suatu sebab yang tidak terlarang; Ke empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang,digolongkan ke dalam: 1 Dua unsur pokok yang menyangkut subyek pihak yang mengadakan perjanjian unsur subyektif,dan 2 Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian unsur obyektif. 24 Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek perjanjian. Syarat subjektif perjanjian meliputi, antara lain: a Adanya kesepakatanizin toesteming kedua belah pihak 23 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 228 24 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 93 22 Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak,yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak; tidak ada paksaan dan lainnya. 25 Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan,bagaimana cara melaksanakannya,kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki. 26 b Kedua belah pihak harus cakap bertindak Cakap bertindak,yaitu kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak untuk melakuan perbuatan hukum. Orang yang cakap atau wenang adalah orang dewasa berumur 21 tahun atau sudah menikah. Sedangkan orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum menurut pasal 1330 KUH Perdata,meliputi: a anak di bawah umur, b orang dalam pengampuan curandus, c orang-orang perempuan [istri] 27 c Adanya suatu pokok persoalan tertentu Selanjutnya Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek perjanjian, yang terdiri dari : 25 Titik Triwulan Tutik, op. Cit. hlm. 225 26 Kartini Muljadi Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 95 27 Titik Triwulan Tutik, loc. cit. 23 Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian,haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu, syarat ini perlu untuk dapat menetapkan kewajiban si berhutang,jika terjadi perselisihan. Barang yang dimaksud dalam perjanjian, paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu harus ada atau sudah ada di tangan si berhutang pada waktu perjanjian dibuat,tidak diharuskan oleh undang-undang. 28 d Adanya sebab yang halalgeoorloofde oorzaak Undang-undang tidak memberikan pengertian mengenai ‘sebab’ [oorzaak, causa]. 29 Pengertian kausa atau sebab oorzaak dalam Pasal 1320 harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335 dan 1337 BW. 30

5. Wanprestasi