13
BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM
A. Tinjauan Tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, “tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian”, yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Rumusan yang diberikan tersebut
menyatakan, bahwa suatu perjanjian adalah : 1.
Suatu perbuatan; 2.
Antara sekurangnya dua orang jadi dapat lebih dari dua orang; 3.
Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji tersebut.
7
Dari peristiwa ini,timbullah suatu hubungan antara dua orang
tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-
janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
8
Menurut Pasal 1233 KUH Perdata, hubungan hukum dalam perikatan dapat lahir karena kehendak para pihak sebagai akibat dari
7
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 7
8
Subekti, Hukum Perjanjian,PT Intermasa, Jakarta, 2002, hlm. 1
14
persetujuan yang dicapai oleh para pihak dan sebagai akibat perintah peraturan perundang-undangan. Dengan demikian berarti hubungan
hukum ini dapat lahir sebagai akibat perbuatan hukum, yang disengaja ataupun tidak, serta dari suatu peristiwa hukum, atau bahkan dari suatu
keadaan hukum. Peristiwa hukum yang melahirkan perikatan misalnya tampak dalam putusan pengadilan yang bersifat menghukum atau
kematian yang mewariskan harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya.
9
Menurut M.Yahya Harahap, “perjanjian mengandung suatu pengertian tentang hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua
orang atau lebih,yang memberikan sesuatu hal pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk
menunaikan prestasi.
10
Subekti mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal”.
11
Dengan demikian perjanjian mengandung kata sepakat yang diadakan antara dua orang atau lebih dalam melaksanakan sesuatu hal
tertentu. Perjanjian itu merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk melaksanakan prestasi. Pasal 1338 KUH Perdata menegaskan bahwa :
“semua perjanjian itu yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya.” Akan tetapi hal tersebut harus
9
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 17
10
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 20
11
Subekti, loc. cit.
15
terlebih dahulu memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu
perjanjian, maka diperlukan 4empat syarat yaitu : a.
Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c.
Suatu hal tertentu; d.
Sesuatu sebab yang halal; Perjanjian baru dapat dikatakan sah jika telah dipenuhinya semua
ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Persyaratan sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat
suatu perjanjian digolongkan ke dalam syarat subjektif syarat mengenai orang yang melakukan perjanjian. Apabila salah satu syarat subjektif ini
tidak dipenuhi maka akibat hukumnya perjanjian dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan tentang suatu hal tertentu dan sebab halal
digolongkan kedalam syarat objektif benda yang dijadikan objek perjanjian. Jika salah satu syarat objektif ini tidak dipenuhi,maka akibat
hukumnya perjanjian batal demi hukum. Artinya perjanjian dengan sendirinya menjadi batal dengan kata lain perjanjian telah batal sejak
dibuatnya perjanjian tersebut. Hal-hal inilah yang merupakan unsur-unsur penting dalam mengadakan perjanjian.
12
2. Unsur-Unsur Perjanjian