29
kecil, namun demikian dalam rangka pembangunan kehutanan ke depan peranan hutan rakyat ini potensial dikembangkan sebagai komplemen hutan negara baik
dari fungsi ekologis maupun fungsi produksi, mengingat kualitas hutan negara yang terus mengalami penurunan.
Tabel 5.2 Sebaran Luas Hutan Rakyat dan Hutan Negara
Kecamatan Hutan Negara
Ha Hutan Rakyat
Ha Jumlah
Ha 1.Jati
13.195,76 0,00
13.195,76 2.Randublaung
13.869,16 0,00
13.869,16 3.Kradenan
6.483,49 0,00
6.483,49 4.Kedungtuban
3.559,43 0,00
3.559,43 5.Cepu
477,61 0,00
477,61 6.Sambong
5.898,96 0,00
5.898,96 7.Jiken
13.370,39 75,00
13.445,39 8.Bogorejo
1.001,61 200,00
1.201,61 9.Jepon
4.643,92 125,00
4.768,92 10.Blora
1.103,60 75,00
1.178,60 11.Banjarejo
4.061,39 0,00
4.061,39 12.Tunjungan
4.372,93 0,00
4.372,93 13.Japah
5.558,96 40,00
5.598,96 14.Ngawen
2.852,18 50,00
2.902,18 15.Kunduran
3.738,64 30,00
3.768,64 16.Todanan
5.223,53 410,00
5.633,53 Jumlah
89.411,52 1.005,00
90.416,52 Sumber: Blora Dalam Angka Tahun 2010, data diolah
Tabel 5.3 memperlihatkan peranan Sektor Kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora dan laju pertumbuhan sektor tersebut berdasarkan harga berlau
maupun harga konstan selama kurun waktu antara tahun 2005 sampai dengan 2010. Sektor kehutanan berkontribusi terhadap PDRB Kabupaten Blora rata-rata
sebesar 13,70 berdasarkan harga berlaku dan 14,27 berdasarkan harga konstan tahun 2000.Kontribusi yang cukup signifikan ini dapat dipahami karena
dominannya penggunaan lahan di Kabupaten Blora yang digunakan untuk kehutanan khususnya hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani. Dari
aspek pertumbuhan, sektor kehutanan rata-rata tumbuh sebesar 9,97 berdasarkan harga berlaku dan rata-rata sebesar 2,31 berdasarkan harga
konstan.
30
Tabel 5.3 Pertumbuhan Sektor Kehutanan Dalam Pembentukan PDRB Blora
Tahun Berdasarkan Harga Berlaku
Berdasarkan Harga Konstan PDRB
Kehutanan Pertumbuhan
PDRB Kehutanan
Pertumbuhan 2005
370.277 13,35
265.890 3,97
2006 408.698
10,38 273.415
2,83 2007
426.642 4,39
262.644 -3,94
2008 506.631
18,75 278.147
5,90 2009
531.464 4,90
284.241 2,19
2010 574.235
8,05 292.562
2,93 Rerata
9,97 2,31
Sumber: Blora Dalam Angka Tahun 2010, data diolah
5.2 Neraca Luas dan Volume Tegakan
Luas areal tegakan hutan adalah komponen pertama dalam neraca sumber daya hutan tegakankayu sebelum neraca volume disajikan. Sejalan dengan perubahan
waktu, luas areal maupun volume tegakan bisa berubah. Oleh karena itu pernyataan tentang luas areal dan volume tegakan yang bersangkutan, semestinya dilengkapi
dengan menunjuk waktu tahun pada saat mana data luas areal dan volume tegakan hutan dinyatakan atau dilaporkan.
Data luas dan volume tegakan yang terbaik adalah hasil risalah inventarisasi tegakan yang dilaksanakan secara periodis, meskipun mungkin tidak
harus dilaksanakan dengan cara pengukuran langsung secara fisik melalui pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sebagai contoh. Setidaknya, dari risalah
bisa diketahui perubahan ciri tegakan pada areal yang bersangkutan perubahan umurkelas umur, perubahan kandungan volume tegakan. Namun demikian,
sehubungan dengan biaya yang relatif mahal, maka risalah hutan tidak bisa dilaksanakan dalam periode tahunan, melainkan setiap akhir periode waktu yang lebih
panjang lagi. Perum Perhutani dapat disebutkan sebagai yang memenuhi tugas dimaksud, melaksanakan risalah tegakan hutan setiap 10 tahun sekali, yakni setiap
awal jangka waktu perencanaan jangka panjang longterm planning period-nya. Oleh karena itu, pernyataan luas dan kandungan tegakan yang perlu dilaporkan
dalam setiap akhir tahun berjalan hanya bisa disajikan dalam bentuk perkiraan saja, yakni dengan memanfaatkan data kondisi awal tahun untuk kemudian dihubungkan
dengan seluruh perubahan yang terjadi, yang ditimbulkan oleh:
a perubahan dikarenakan adanya perubahan umur tegakan dan perkiraan penambahan karena adanya riap tumbuh growth di masing-masing unit
tegakan sesuai dengan umurnya b pengurangan yang terjadi karena penebangan pemanenan,
penebangan penjarangan, penebangan ilegal, bencana alam dan lain sebagainya Kepentingan untuk menyajikan data setiap akhirawal tahun berjalan oleh
karenanya dalam sistem manajemen perusahaan memerlukan perekaman regular secara serius atas seluruh data dan informasi yang bisa mempengaruhi perubahan
luas dan volume tegakan. Ketepatan perkiraan data tersebut mungkin tidak sangat akurat sehubungan dengan kondisi struktural tegakan hutan yang dihadapi. Untuk
jangka panjang, hasil risalah tegakan hutan yang dilaksanakan periodis setiap 10
31
tahun sekali di Perum Perhutani akan mengoreksi seluruh kesalahan pada penaksiran perubahan luas, ciri sifat, dan volume tahunan tersebut di muka.
Seandainya seluruh data perubahan tegakan hutan tersebut di muka bisa diketahui dengan pasti, volume stok tegakan setiap awal dan akhir tahun bisa
disajikan, namun dalam kenyataanya data perubahan pada umumnya hanya bisa berupa taksiran saja sehubungan dengan karakteristik hutan yang ada. Penaksiran
riap misalnya, akan hanya berupa pendekatan yang bisa diambil dari tabel tegakan. Demikian juga halnya dengan pengurangan berupa pencurian, kabakaran dan
penggembalaan penaksiran volume kayu yang hilang atau rusak mengandung galat error yang tidak kecil. Oleh karena itu, risalah tegakan periodis setiap lima tahun
atau sepuluh tahun sekali untuk mengetahui volume stok tegakan, menjadi sangat penting agar perkembangan yang senyatanya dari tegakan dari tahun ke tahun bisa
diketahui dengan lebih pasti, yang sekaligus juga menjadi alat untuk melakukan koreksi. Inventarisasi tegakan adalah analog dengan opname aset aktiva yang
biasanya dilakukan setiap akhir tahun kalender. Perbedaannya adalah bahwa sehubungan dengan mahalnya biaya inventarisasi, pelaksanaannya tidak harus dalam
periode tahunan. Untuk penyajian neraca stok tegakan dalam periode tahunan bisa dilaksanakan dengan memanfaatkan data-data taksiran perubahan seperti tersebut di
muka.
5.2.1 Neraca Luas Hutan Kabupaten Blora
Neraca luas hutan di kabupaten Blora menjabarkan perubahan luasan kawasan hutan, yaitu kawasan yang ditetapkan peruntukannya sebagai hutan, di
mana dalam penelitian ini dibatasi pada kawasan hutan negara yang pengelolaannya dimandatkan kepada Perum Perhutani yang meliputi 6 tujuh
unit manajemen yang disebut dengan Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH. Dalam penelitian ini pengertian hutan merujuk kepada pengertian secara legal
formal, yaitu menurut Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999, kawasan hutan adalah kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan
tetap. Dengan demikian pengertian ini merujuk kepada penggunaan kawasan dan tidak mengacu kepada tutupan vegetasi vegetation coverage.
Secara luasan, kawasan hutan yang ada di Kabupaten Blora, dalam hal ini adalah hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani relatif tidak mengalami
perubahan luasan. Berdasarkan data pada tahun 2003, jumlah luasan hutan negara yang ada di Kabupaten Blora adalah 90.607,17 Ha yang berdasarkan fungsi hutan
terdiri dari hutan produksi tetap seluas 90.404,64 Ha 99,78, hutan produksi terbatas seluas 147,13 Ha 0,16 dan cagar alam seluas 55,40 Ha 0,06. Pada
tahun 2010 berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, total luasan hutan yang ada seluas 90.703,04 Ha, dengan pembagian
hutan menurut fungsinya terdiri dari hutan produksi tetap seluas 90.612,84 Ha 99,81, hutan produksi terbatas seluas 144,80 Ha 0,16 dan Cagar Alam
seluas 25,40 Ha 0,03. Hutan dengan fungsi Cagar Alam tidak dikelola oleh Perum Perhutani namun oleh Departemen Kehutanan melalui Unit Pelaksana
Teknis UPT yaitu Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA.