The Role Of Plantation Sector In The Regional Development Of Musi Rawas Regency (An Approach Social Accounting Matrix Model).

(1)

PENDEKATAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI)

FIRMAN HENDRIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Sektor Perkebunan dalam Pembangunan Wilayah di Kabupaten Musi Rawas (Analisis Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2012

Firman Hendriawan


(3)

(4)

ABSTRACT

FIRMAN HENDRIAWAN. The Role Of Plantation Sector In The Regional Development Of Musi Rawas Regency (An Approach Social Accounting Matrix Model). Under direction ofSETIA HADI and ENDAH MURNININGTYAS.

This study is conducted to examine and determine the role and contribution of plantation sector in Musi Rawas development to analyze the level of leakage in the regional economy and the role of marketing institutions in plantation sector. In its analysis this study use Social Accounting Matrix (SAM) model. SAM analysis resulted that the average of household income in plantation sector estimated 6,72 million rupiahs per year, and plantation sector contribute greatly to regional economy in Musi Rawas regency when compare with other agricultural sector. Beside that, plantation sector has big of multiplier effect to employment, household income, GDP and economic output. The plantation sector has a Value Added Multiplier (VAM) of 1,25, and based on the estimated impact of simulated output increase on the plantation sector it was seen that the average output of the plantation sector was 1,78, which means that when injected at 1 billion rupiahs, it would create an output of 1,78 billion rupiahs, with the highest output for the commodity of community rubber. In addition, the average inequality value in the household income in the plantation sector was 3.96, which calculated from income revenue by non farm group as recipients of the highest revenue compare with earnings of agricultural laborers as low income earners, with the palm oil commodity having the smallest value of household income inequality. From the Regional GDP of 7,68 trillion rupiahs there was a regional leakage of 357,36 billion rupiahs, or approximately 4.65% of the Regional GDP derived from the labor force factor of 4,14 billion rupiahs and capital factor of 353,22 billion rupiahs. This is because of the presence of capital in Musi Rawas from outside of the region. As a result, the remuneration obtained by the production factor also flows back out of the region. To overcome the regional leakage will require a policy reform such as local regulations regarding the opening of the processing plant for value added crops, which flows out can be enjoyed by the people, beside that Corporate Social Responsibility (CSR) is used to education and training to increase the farmer skill and improving the quality of human resources. The institutional role of farmers is still very weak; it is mainly due to a) lack of guidance, b) ineffective application of government regulations that favor farmers, c) lack of social capital or farmer’s poor institutional aspects particularly in the form of networking, regulations and transparency. On the other hand there is a low access of farmers to markets because the market information has not been exploited optimally, the role of middlemen is still high in the marketing of rubber, and there is no auction market and poor infrastructure to support marketing support. Therefore need to increase the farmer ability such as work ethics, kowledge and skill to process rubber and palm oil

Keywords: plantation sector, regional development, social accounting matrix (SAM)


(5)

(6)

RINGKASAN

FIRMAN HENDRIAWAN. Peran Sektor Perkebunan Dalam Pembangunan Wilayah di Kabupaten Musi Rawas (Analisis Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi). Dibimbing oleh SETIA HADI dan ENDAH MURNININGTYAS.

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan mengetahui peran dan kontribusi sektor pertanian terutama sektor perkebunan terhadap pembangunan daerah dan menganalisis seberapa besar kebocoran wilayah yang ditimbulkan oleh sektor pertanian dalam perekonomian wilayah, selain itu juga ingin mengetahui peran dari lembaga pemasaran pada sektor perkebunan. Alat analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Social Accounting Matrix (SAM) atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Hasil analisis SNSE menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan per kapita rumah tangga sektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas diperkirakan sebesar Rp. 6,72 juta per tahun, dan sektor perkebunan memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian di Kabupaten Musi Rawas apabila dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya serta mempunyai multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, nilai tambah bruto dan output perekonomian. Sektor perkebunan mempunyai nilai Value Added Multiplier (VAM) sebesar 1,25. Berdasarkan perhitungan dampak simulasi peningkatan output terhadap sektor perkebunan terlihat bahwa output rata-rata sektor perkebunan sebesar 1,78 yang berarti bahwa ketika diinjeksi sebesar Rp. 1 milyar, maka akan menciptakan output sebesar Rp. 1,78 miliar, dengan output tertinggi terdapat pada komoditas karet rakyat. Selain itu, nilai rata-rata ketimpangan pendapatan rumah tangga pada yang ditimbulkan pada sektor perkebunan mempunyai nilai sebesar 3,96 yang dihitung dari pendapatan yang diterima oleh golongan atas non pertanian sebagai penerima pendapatan tertinggi dibandingkan dengan pendapatan buruh pertanian sebagai penerima pendapatan terendah, dimana komoditas kelapa sawit mempunyai nilai ketimpangan pendapatan rumah tangga terkecil. Dari nilai PDRB sebesar Rp. 7,68 triliun telah terjadi kebocoran wilayah (regional leakages) sebesar Rp. 357,36 miliar atau sekitar 4,65 persen dari PDRB yang berasal dari faktor tenaga kerja sebesar Rp. 4,14 milyar dan faktor kapital sebesar Rp. 353,22 milyar. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya modal yang dioperasikan di Kabupaten Musi Rawas berasal dari luar Kabupaten. Sebagai efeknya, balas jasa yang diperoleh oleh faktor produksi tersebut juga mengalir kembali ke luar Kabupaten. Untuk mengatasi kebocoran wilayah maka diperlukan reformasi kebijakan berupa peraturan daerah mengenai pembukaan pabrik pengolahan hasil perkebunan agar nilai tambah yang mengalir ke luar dapat dinikmati kembali oleh masyarakat, selain itu perlunya pengaturan dana Corporate Social Responsibility

(CSR) yang digunakan untuk menambah keterampilan petani dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di Kabupaten Musi Rawas. Untuk peranan kelembagaan petani masih sangat lemah, hal tersebut terutama disebabkan oleh : a) kurangnya pembinaan, b) belum efektifnya penerapan regulasi pemerintah yang memihak petani, c) lemahnya modal sosial atau kelembagaan petani terutama dalam bentuk networking, tata aturan dan tranparansi. Sedangkan rendahnya akses petani terhadap pasar disebabkan belum dimanfaatkannya informasi pasar secara optimal, masih tingginya peranan tengkulak dalam pemasaran karet, tidak


(7)

adanya pasar lelang dan minimnya infrastruktur pendukung pemasaran, oleh karena itu perlunya peningkatan kemampuan petani dalam hal ini mencakup etos kerja, pengetahuan dan keterampilan mengolah hasil perkebunan.

Kata kunci: sektor perkebunan, pembangunan wilayah, sistem neraca sosial ekonomi (SNSE)


(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB


(9)

(10)

PERAN SEKTOR PERKEBUNAN DALAM PEMBANGUNAN

WILAYAH DI KABUPATEN MUSI RAWAS (ANALISIS

PENDEKATAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI)

FIRMAN HENDRIAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(11)

(12)

Judul Penelitian : Peran Sektor Perkebunan Dalam Pembangunan Wilayah di Kabupaten Musi Rawas (Analisis Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi)

Nama : Firman Hendriawan

NIM : H152090021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. Ketua

Ir. Endah Murniningtyas, M.Sc.Ph. D Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.


(13)

(14)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga tesis yang berjudul peran sektor perkebunan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Musi Rawas (analisis pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi) dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan Ir. Endah Murniningtyas, MSc, Ph. D. telah bersedia menjadi komisi pembimbing yang mencurahkan waktu, pemikiran serta sabar memberi pengarahan dan masukkan bagi kelengkapan penulisan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS sebagai ketua program studi PWD dan Dr. Slamet Sutomo, SE, MS sebagai penguji luar komisi yang memberi masukan bagi kelengkapan penulisan ini.

Terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor terutama kepada Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) beserta jajarannya dan Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) beserta jajarannya yang telah memberikan ijin, rekomendasi dan biaya selama penulis mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Musi Rawas, Bapak Ir. Ramdani, MSi, selaku Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas, Bapak Dr. Margo Yuwono, Bapak Pipit dan Bapak Nasrudin, ME. dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan pihak lain yang telah bekerjasama dalam penelitian ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada istriku tercinta Deri Anita, serta anak-anak tersayang Fauzan Dzaki Andrian dan Nisa Amalina Andriani yang dengan tulus mengorbankan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan studi ini, Ayahanda H. Anang Sujana Inglar, Ibunda Hj. Mamah Fatimah, SPd.I dan Ibunda Animar dan semua keluarga atas dukungan moril dan doanya yang tak terbatas. Semoga Allah SWT. senantiasa memberi kelimpahan ridho dan keberkahan setiap langkah kita. Kepada saudaraku PWD Angkatan 2009 (Pak Puji, Aa Wawan, Si Bungsu Tabrani, Mba Hj. Linda, Bu Nina, Pak Dede, Pak Adam, Pak Endang, Pak Masril, Pak H. Untung, Pak Alex, Pa Enirawan dan Mba Luh) terima kasih atas semua kebersamaan dan goresan perjalanan episode hidup yang pernah kita lalui bersama, setiap kenangan canda tawa serta pernak-pernik perkuliahan akan selalu teringat dalam hati sanubari. Rekan-rekan seangkatan tugas belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Bu Muslimah, Bu Mutia, Fatwi dan Asep. Terimakasih atas dukungan dan kebersamaan dari rekan-rekan PWD lainnya. Sukses bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, meskipun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin. Karena itu segala sumbang saran maupun kritik yang positif bagi perbaikan tesis ini akan diterima dengan sikap terbuka dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat serta mendapat ridho dari Allah SWT. Amin.

Bogor, Maret 2012


(15)

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padalarang Kabupaten Bandung Barat Propinsi Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1976. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak H. Anang Sujana dan Ibu Hj. Mamah Fatimah S.Pd.I. Menikah dengan Deri Anita SE. dan saat ini dikaruniai dua anak yakni Fauzan Dzaki Andrian dan Nisa Amalina Andriani. Saat ini bertempat tinggal di Perumahan Megasentul Sektor Alamanda Blok D-27 RT. 01/08 Ciluar Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Cawang 03 Jakarta pada tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Jakarta pada tahun 1991, Sekolah Menengah Atas Negeri 14 Jakarta pada tahun 1994, Politeknik Universitas Indonesia Jurusan Administrasi Niaga pada tahun 1997, dan pada tahun 2005 menamatkan pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Triguna Bogor. Pada tahun 2007 penulis menamatkan pendidikan di Program Studi Magister Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2003, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor dan pada tahun 2009 bertugas di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Bogor.


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Konsep Wilayah dan Perwilayahan ... 9

2.2. Pembangunan Wilayah ... 11

2.3. Kebocoran Wilayah (Regional Leakage) ... 13

2.3.1. Isu-isu Kebocoran Wilayah ... 14

2.4. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) ... 17

2.4.1. SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 19

2.4.2. Kerangka Dasar SNSE ... 21

2.4.3. Metode Analisis Model SNSE ... 28

Analisis Pengganda (Multiplier) ... 29

Dekomposisi Pengganda Neraca ... 31

a. Pengganda Transfer (TransferMultiplier) ... 32

b. Pengganda Open Loop ... 33

c. Pengganda Close Loop ... 33

Distribusi Pendapatan Neraca Endogen ... 34

Distribusi Pengeluaran Neraca Endogen ... 34

Analisis Jalur Struktural (Structural Path Analysis) ... 35

2.5. Analisis Kelembagaan ... 36

2.4. Penelitian Pendahuluan ... 37

III. METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Lokasi Penelitian ... 39

3.2. Sumber Data ... 39

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4. Analisis Data ... 40

3.4.1. Klasifikasi SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 41

3.4.2. Kinerja Perekonomian Kabupaten Musi Rawas ... 43

3.4.3. Distribusi Pendapatan Faktorial ... 43

3.4.4. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga ... 44

3.4.5. Analisis Menggunakan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 44

3.5.Hipotesis ... 45


(18)

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN MUSI RAWAS ... 46

4.1. Keadaan Alam ... 46

4.1.1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ... 46

4.1.2. Topografi ... 47

4.1.3. Keadaan dan Jenis Tanah ... 48

4.1.4. Curah Hujan dan Keadaan Iklim ... 50

4.1.5. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan ... 50

4.2. Keadaan Penduduk di Kabupaten Musi Rawas ... 52

4.2.1. Jumlah Penduduk ... 52

4.2.2. Komposisi Penduduk ... 54

Menurut Jenis Kelamin ... 54

Menurut Kelompok Umur ... 55

Menurut Lapangan Usaha ... 56

4.3. Keadaan Sosial ... 57

4.3.1. Pendidikan ... 57

4.3.2. Keadaan dan Keluarga Berencana ... 58

4.3.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ... 59

4.4. Keadaan Perekonomian ... 59

4.4.1. Struktur Perekonomian ... 59

4.4.2. Pendapatan Per Kapita ... 60

4.5. Keragaan Umum Sektor Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas ... 61

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 ... 65

5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 65

5.2. Kinerja Ekonomi Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 67

5.2.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan SNSE Tahun 2010 ... 67

5.2.2. Output Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan SNSE Tahun 2010 ... 70

5.2.3. Nilai Tambah Bruto Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan SNSE Tahun 2010 ... 72

5.3. Kinerja Ekonomi Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 73

5.3.1. Distribusi Upah dan Gaji Menurut Sektor dan Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral ... 74

5.3.2. Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja Menurut Rumah Tangga ... 75

5.3.3. Distribusi Balas Jasa Faktor Produksi ... 77

5.3.4. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga (Disposable Income) 78

5.3.5. Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga ... 80

5.3.6. Transfer Antar Institusi ... 81

5.4. Kinerja Ekonomi Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 82

5.4.1. Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi ... 82

5.4.2. Neraca Kapital ... 83

5.4.3. Neraca Luar Negeri (Luar Daerah) ... 84

5.5. Peran Sektor Perkebunan Terhadap Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 85 5.5.1. Peran Sektor Perkebunan Terhadap Pembentukan Struktur


(19)

Perekonomian Wilayah di Kabupaten Musi Rawas Tahun

2010 ... 88

5.5.2. Multiplier Effect Sektor Perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah di Kabupaten Musi Rawas ... 89

5.5.3. Dekomposisi Nilai Pengganda Sektor Ekonomi Berbasis Pertanian ... 93

5.5.4. Analisis Jalur Struktural (Structural Path Analysis) Sektor Perkebunan ... 101

5.6. Dampak Kebijaksanaan Pembangunan Sektor Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas ... 105

5.6.1. Analisis Pengganda Injeksi Pengeluaran Pemerintah pada Golongan Masyarakat dan Sektor Pertanian di Kabupaten Musi Rawas ... 106

5.6.2. Simulasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Terhadap Sektor Pemerintahan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 107

5.7. Simulasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ... 109

5.8. Analisis Kebocoran Wilayah Sektor Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas ... 112

5.8.1. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Perkebunan Berdasarkan Rasio Pendapatan Tenaga Kerja yang Keluar Wilayah ... 112

5.8.2. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Perkebunan Berdasarkan Rasio Pendapatan Modal yang Keluar Wilayah ... 113

5.8.3. Upaya-Upaya Mengatasi Kebocoran Wilayah di Kabupaten Musi Rawas ... 114

5.9. Peranan Lembaga Pemasaran Pada Sektor Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas ... 116

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 120

6.1. Simpulan ... 120

6.2. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kabupaten Musi Rawas

Tahun 2010 ………...

2

2 Kontribusi PDRB Kabupaten Musi Rawas per sektor Tahun 2005 – 2010 (Berdasarkan Harga Berlaku, dalam persentase) ………... 4

3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Musi Rawas Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 – 2010 ……… 5

4 Indeks Pembangunan Menusia Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009 ………. 6

5 Ringkasan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008 –2009 ………. 7

6 Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi ………... 24

7 Kerangka Dasar SNSE Indonesia ………. 25

8 Metode Model Analisis SNSE ... 28

9 Matrik Jenis, Tujuan, Metode, Variabel, Data dan Sumber Data dalam Penelitian ... 30 10 Klasifikasi SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ………... 42

11 Luas Tanah Berdasarkan Ketinggian Tempat di Kabupaten Musi Rawas ……… 47

12 Luas Tanah Berdasarkan Kemiringan Lahan di Kabupaten Musi Rawas ……… 47

13 Penggunaan Lahan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008-2010 51

14 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ……….. 54

15 Komposisi Penduduk Kabupaten Musi Rawas menurut Jenis Kelamin Tahun 2004-2010 ………... 55

16 Komposisi Penduduk Kabupaten Musi Rawas menurut Kelompok Umur Tahun 2010 ………... 56

17 Komposisi Penduduk menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008 – 2010 ……….. 57

18 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Musi Rawas, 2008 ………... 59

19 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2000 Menurut Sektor Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Tahun 2007-2010 (Jutaan Rupiah) …… 60

20 Pendapatan Per Kapita Kabupaten Musi Rawas Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 Tahun 2007 – 2010 61 21 Luas Areal, Produksi dan Jumlah Rumah Tangga Perkebunan Rakyat di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ………... 62

22 Nilai Produksi Komoditas Subsektor Tanaman Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008 dan Tahun 2010 (Juta Rp.) 63 23 SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (10 x 10) (Rp Milyar) ……… 66


(21)

24 Struktur Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan

SNSE Tahun 2010 (Juta Rp.) ……… 68

25 Output dan Nilai Tambah Bruto Menurut Sektor (Rp Juta) ……. 70 26 Komposisi Output Sektor Perekonomian Kabupaten Musi Rawas

2010 ………... 71

27 Nilai Tambah Bruto Sektor Perekonomian Kabupaten Musi

Rawas Berdasarkan Harga Produsen Tahun 2010 ……… 73 28 Distribusi Upah dan Gaji Tenaga Kerja Menurut Sektor Usaha

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ……… 75

29 Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Rumah

Tangga di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ………... 76 30 Distribusi Balas Jasa Faktor Produksi Berdasarkan Golongan

Masyarakat ……… 77

31 Struktur Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Musi Rawas

Tahun 2010 (dalam Juta Rp.) ……… 79

32 Struktur Pengeluaran Rumah Tangga di Kabupaten Musi Rawas

Tahun 2010 (dalam Juta Rp.) ……… 80

33 Sumber Transfer Institusi di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 81 34 Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi Kabupaten Musi

Rawas Tahun 2010 (Milyar Rupiah) ………. 83

35 Neraca Kapital Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Rp. Miliar) 84 36 Neraca Luar Negeri Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Milyar

Rupiah) ……….. 85

37 Output Sektor Pertanian di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 86 38 Distribusi Output Subsektor Perkebunan di Kabupaten Musi

Rawas Tahun 2010 ………... 86

39 Distribusi Nilai Tambah Bruto (NTB) Subsektor Perkebunan di

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ……… 87

40 Kontribusi Sektor Perkebunan Terhadap Pembentukan Struktur

Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 ……… 88 41 Produktivitas Sektor Perkebunan Kabupaten Musi Rawas Tahun

2010 ……….. 89

42 Dampak Multiplier dalam Perekonomian di Kabupaten Musi

Rawas Tahun 2010 ………... 90

43 Analisis Multiplier SNSE Sektor Pertanian di Kabupaten Musi

Rawas ……… 90

44 Dekomposisi Multiplier Sektor Ekonomi Berbasis Pertanian … 94 45 Kontribusi Own, Open Loop dan Closed Loop Effect Terhadap

Gross Output Multiplier Sektor Ekonomi Berbasis Pertanian

(dalam Persen) ………..

98 46 Struktur Pengganda Pendapatan dari setiap Golongan Masyarakat

Atas Injeksi Jenis Pengeluaran Pemerintah ……….. 106 47 Struktur Pengganda Output Atas Injeksi Jenis Pengeluaran

Pemerintah Pada Sektor Pertanian di Kabupaten Musi Rawas

Tahun 2010 ………... 107

48 Dampak Simulasi Peningkatan Output Terhadap Sektor Pemerintahan Berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun


(22)

49 Dampak Simulasi Peningkatan Output Terhadap Sektor Pertanian Berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun

2010 (Rp. Juta) ……….. 109

50 Dampak Simulasi Peningkatan Output Terhadap Sektor Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (dalam Juta

Rupiah) ……….. 111

51 Analisis Kebocoran Wilayah di Kabupaten Musi Rawas Tahun

2010 (dalam Milyar Rupiah) ……… 113

52 Pendapatan Tenaga Kerja Sektor Perkebunan yang Keluar

Wilayah Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Juta Rupiah) …... 114 53 Nilai Rasio Pendapatan Modal Sektor Perkebunan yang Keluar


(23)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Arus Perputaran Pendapatan Ekonomi ……… 20

2. Jalur Dasar dalam Analisis Jalur ………... 35

3. Sirkuit dalam Analisis Jalur ……… 36

4. Bagan Alir Kerangka Penelitian ……….. 45

5. Peta Orientasi Kabupaten Musi Rawas ………... 46 6. Peta Kemiringan Lahan di Kabupaten Musi Rawas ……… 48 7. Keadaan Tanah di Kabupaten Musi Rawas ... 49 8. Jenis Tanah di Kabupaten Musi Rawas ... 49 9. Curah Hujan Menurut Bulan di Kabupaten Musi Rawas Tahun

2009 – 2010 ... 50 10. Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Musi Rawas ………... 52 11. Peta Kepadatan Penduduk di Kabupaten Musi Rawas ……… 51 12. Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Tingkat Pendidikan di

Kabupaten Musi Rawas, 2009/2010 ………... 58

13. Peta Peruntukkan Lahan di Kabupaten Musi Rawas ………... 61 14. Jalur Struktural Untuk Komoditas Karet ke Rumah Tangga …….. 102 15. Jalur Struktural Untuk Komoditas Sawit ke Rumah Tangga …….. 104 16. Jalur Struktural Untuk Komoditas Kopi ke Rumah Tangga ……... 105 17. Mekanisme Pemasaran Karet di Kabupaten Musi Rawas ………... 117


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, Rp. Juta

(54 x 54) ………... 127

2. Pengganda Neraca Kabupaten Musi Rawas 2010 (54 x 54) … 136 3. Nilai Sektor Produksi Untuk SNSE Kabupaten Musi Rawas

Tahun 2010 ………... 145

4. SNSE Kabupetan Musi Rawas 2010, Rp. Milyar (10 x 10) …. 146 5. Efek Transfer Antar Neraca Sendiri (Mr1) ……… 147

6. Pengganda Open Loop (Mr2) ………... 155


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pembangunan juga merupakan serangkaian kegiatan yang berkesinambungan selaras dengan intensitas dan aktivitas masyarakat dan pemerintahan. Dalam proses pembangunan, ketersediaan sumber daya merupakan prasyarat yang sangat diperlukan, seperti sumber daya alam (natural resource endowment), sumber daya manusia (human resources), sumber daya sosial dan sumber daya buatan. Ketersediaannya perlu diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan (growth), efisiensi (efficiency) dan pemerataan (equity) serta keberlanjutan (sustainability), baik pada tingkatan nasional maupun regional (Anwar, 2005; Rustiadi et al., 2009). Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan intersektoral, interspasial, serta antar pelaku-pelaku pembangunan di dalam dan antar daerah. Keterpaduan intersektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergi antar sektor-sektor pembangunan, sehingga setiap program-program pembangunan dalam kelembagaan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah

Peranan pertanian terutama perkebunan terhadap perekonomian di Indonesia masih cukup penting, baik sebagai sumber pendapatan bagi petani dan penyediaan lapangan kerja melalui kegiatan usaha tani, pengolahan, pemasaran dan perdagangan. Kabupaten Musi Rawas merupakan kabupaten terluas kedua di Provinsi Sumatera Selatan setelah Kabupaten Musi Banyu Asin. Kabupaten Musi Rawas yang berbasis pertanian-perdesaan memiliki variabilitas regional yang sangat beragam baik karakter fisik wilayah, aktivitas wilayah maupun karakteristik sosial ekonomi daerah. Kegiatan ekonomi Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2010, didominasi oleh sektor pertanian sebesar 40,50 persen dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 30,30 persen. Dalam pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Musi Rawas, peranan sektor pertanian merupakan sektor dominan terhadap pembentukan PDRB, yaitu sebesar 40,50 persen (BPS,


(26)

2011). Kabupaten Musi Rawas memiliki areal perkebunan yang luas dimana potensi pengembangan sektor perkebunan khususnya tanaman karet dan kelapa sawit di Kabupaten Musi Rawas didukung oleh potensi sumber daya alam yang melimpah dikarenakan Kabupaten Musi Rawas merupakan daerah agraris, hal ini dapat ditunjukkan dengan luas lahan yang digunakan untuk pertanian dari seluruh lahan yang ada di Kabupaten Musi Rawas sebanyak 36,65 persen digunakan untuk usaha pertanian yaitu untuk perkebunan sebesar 32,46 persen, persawahan sebesar 4,11 persen dan tambak/kolam sebesar 0,07 persen. Potensi lahan terbesar adalah hutan dengan luas mencapai 50,71 persen dari total wilayah dan selebihnya sebesar 12,65 persen digunakan untuk lahan perumahan/perkarangan, lahan sementara tidak diusahakan dan lainnya. Total luas areal tanaman perkebunan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2011 adalah 390.612 Ha dengan rincian total luas areal perkebunan karet seluas 329.522 Ha, Kelapa Sawit seluas 32.849 Ha, Kopi seluas 4.000 ha dan Kelapa 24.241 Ha. Dari luasan sekitar 832.908 Ha kebun karet di Sumatera Selatan sekitar 26,36 persen terdapat di Kabupaten Musi Rawas, sedangkan sisanya menyebar di Kabupaten/kota lainnya.

Tabel 1. Luas Areal, Produksi dan Jumlah Rumah Tangga Perkebunan Rakyat di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010

No Jenis Tanaman

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton) Jumlah KK / Persh. Rata-rata Produksi (Ton/Ha) Muda (TBM) Menghasil-kan (TM) Tidak Menghasilkan (TR/TT) Jumlah A. Perkebunan Rakyat

1 Karet 2.840,50 202.481,50 54.199,50 329.521,95 245.003,15 126.527 1,21

2 K. Sawit 7.918,50 25.925,30 954,00 34.440,00 321.473,72 13.722 12,40

3 Kopi 1.103,50 2.056,15 841,00 40.006,00 2.076,71 3.717 1,01

4 Kelapa 381,91 1.882,95 175,90 2.340,75 2.223,90 25.716 1,18

5 Lada 3,50 0,00 0,00 3,50 0,00 35 0,00

6 K. Manis 63,00 48,25 3,00 114,25 52,30 155 1,08

7 Cengkeh 0,00 0,00 2,50 2,50 0,00 21 0,00

8 Pinang 63,70 110,45 20,70 194,85 78,58 1.069 0,71

9 Kakao 60,00 57,50 7,00 124,50 74,52 192 1,29

10 Kemiri 33,50 48,80 6,75 89,05 40,20 417 0,82

11 Mengkudu 3,00 5,00 0,00 8,00 10,00 25 2,00

12 Tembakau 0,00 2,50 0,00 2,50 1,25 36 0,50

13 Jahe 2,50 3,00 0,00 5,50 6,75 43 2,25

B Perkebunan Besar Swasta

1 Karet 18,00 40,00 62,00 120,00 31,20 0 0,78

2 K. Sawtit 0,00 138.042,77 0,00 138.041,77 880.722,92 19 6,90

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas, 2011

Untuk potensi sektor perkebunan, usaha perkebunan di Kabupaten Musi Rawas hampir seluruhnya merupakan usaha perkebunan rakyat dengan jenis tanaman beraneka ragam. Untuk tanaman karet, kelapa dan kopi pada umumnya


(27)

merupakan perkebunan rakyat, sedangkan kelapa sawit pada umumnya diusahakan oleh perkebunan swasta besar (PBS). Sampai saat ini, perkebunan kelapa sawit terbesa di Kabupaten Musi Rawas dikelola oleh PT. London Sumatera (PT. LONSUM) yang telah memiliki pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) di Kecamatan Muara Lakitan. Untuk perkebunan kelapa sawit milik petani, sebagian besar merupakan plasma dengan inti perusahaan besar.

1.2.Perumusan Masalah

Adanya perubahan dan dinamika dari proses pembangunan mempengaruhi kontribusi suatu sektor terhadap PDRB suatu wilayah, dimana suatu sektor tertentu yang tadinya merupakan sektor andalan atau paling tidak merupakan sektor yang mendominasi dalam penyumbang PDRB, dengan adanya proses pembangunan yang berjalan, sektor tersebut akan mengalami perubahan baik dalam kontribusinya terhadap PDRB maupun di dalam penerapan kebijaksanaan pelaksanaannya, sehingga suatu sektor tertentu yang tadinya sesuai dengan arah kebijaksanaan daerah ditetapkan sebagai sektor unggulan dan andalan, akan tetapi sesuai dengan perkembangan pelaksanaan pembangunan, maka kebijaksanaan tersebut akan beralih ke sektor lain atau masih tetap, dimana kontribusinya terhadap PDRB sudah menurun atau sebaliknya. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Musi Rawas dimana pada tahun 2005, pangsa sektor pertambangan dan penggalian mendominasi perekonomian dan menjadi unggulan daerah, akan tetapi dengan berjalannya pembangunan ternyata mulai tahun 2006 sampai dengan sekarang, sektor tersebut bergeser menjadi kedua terbesar dan digantikan oleh sektor pertanian khususnya sektor perkebunan. Dalam Tabel 2. dibawah terlihat bahwa pangsa sektor pertambangan pada tahun 2005 menjadi sektor utama, tetapi pada tahun 2006, sektor pertanian menjadi sektor unggulan di Kabupaten Musi Rawas. Pada tahun-tahun berikutnya, dengan kondisi seperti ini sektor pertanian merupakan sektor andalan untuk meningkatkan pemerataan pendapatan dan mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat. Dengan demikian sektor yang mengalami kenaikan kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Musi Rawas perlu memberikan sumbangan yang semakin meningkat terhadap pembangunan wilayah, begitu pula sebaliknya sektor yang mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB berarti memberikan andil yang semakin


(28)

menurun dalam pembangunan wilayah. Meskipun demikian sektor pertanian dan pertambangan masih menjadi andalan di Kabupaten Musi Rawas sampai dengan tahun 2010. Untuk melihat sekilas mengenai kontribusi sektor terhadap PDRB Kabupaten Musi Rawas per sektor atas dasar harga berlaku (ADHB) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kontribusi PDRB Kabupaten Musi Rawas per Sektor Tahun 2005 – 2010 (Berdasarkan Harga Berlaku, dalam persentase)

No Sektor Tahun Rataan

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 36,08 37,69 38,43 39,52 38,38 40,50 38,43

1.1. Tanaman Bahan Makanan 9,68 10,30 10,65 11,02 10,91 11,60 10,69 1.2. Tanaman Perkebunan 19,47 20,48 20,81 20,99 20,12 21,30 20,53 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,68 2,86 2,89 3,15 3,11 3,20 2,98

1.4. Kehutanan 0,85 0,68 0,62 0,60 0,59 0,60 0,66

1.5.Perikanan 3,40 3,37 3,46 3,76 3,65 3,80 3,57

2 Pertambangan dan Penggalian 38,74 36,69 35,23 33,33 34,55 30,30 34,81 3 Industri Pengolahan 8,85 9,11 9,28 9,57 9,03 9,30 9,19 4 Listrik, Gas dan Air 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,10 0,08

5 Bangunan 3,90 3,85 4,01 4,40 4,64 4,80 4,27

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 4,61 4,73 4,84 4,86 4,83 5,20 4,85 7 Angkutan & Komunikasi 0,41 0,46 0,47 0,48 0,50 0,50 0,47

7.1. Angkutan 0,33 0,38 0,39 0,39 0,40 0,40 0,38

7.2. Komunikasi 0,08 0,08 0,08 0,09 0,10 0,10 0,09

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan 1,49 1,54 1,63 1,69 1,69 1,70 1,62

9 Jasa-jasa 5,85 5,85 6,03 6,07 6,30 7,60 6,28

J U M L A H 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Musi Rawas 2011

Berdasarkan tingkat pertumbuhan, pada tahun 2010 sektor pertanian mengalami kenaikan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 7,29 persen. Selain itu sektor yang mengalami kenaikan diatas rata-rata pertumbuhan adalah sektor listrik, gas dan air, sektor bangunan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa keuangan dan terakhir adalah sektor jasa-jasa. Berdasarkan Tabel 3. dibawah, pada tahun 2009 pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Musi Rawas sebesar 6,72 persen, dan pada tahun 2010 pertumbuhannya mengalami kenaikan menjadi 7,29 persen. Selain itu, tingkat pertumbuhan sektor pertanian selalu lebih besar dibanding pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya secara keseluruhan. Di kelompok sektor sekunder pada tahun 2010, beberapa sektor mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. sektor tersebut diantaranya adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan sektor


(29)

perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu, sektor lain seperti sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami kenaikan. Untuk sektor tersier pada tahun 2010, sektor yang naik diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan terdiri dari sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Pada tahun 2010 sektor angkutan dan komunikasi tetap naik jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sementara itu, sektor jasa-jasa, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami penurunan pertumbuhan yakni dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Musi Rawas Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 – 2010 (dalam persentase)

No Sektor Tahun Rataan

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 6,20 7,11 6,39 7,09 6,72 7,29 6,80

2 Pertambangan dan Penggalian 2,41 3,36 3,78 3,68 3,93 2,21 3,23

3 Industri Pengolahan 6,88 6,67 5,49 4,55 4,82 4,42 5,47

4 Listrik, Gas dan Air 6,11 6,80 6,27 6,27 7,35 7,13 6,66

5 Bangunan 2,34 3,34 7,17 8,02 8,72 6,57 6,03

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 4,09 5,09 6,24 6,41 4,13 5,33 5,22

7 Angkutan & Komunikasi 7,18 6,40 6,76 11,66 10,93 13,45 9,40

8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 5,44 4,94 4,17 5,80 6,06 7,27 5,61

9 Jasa-jasa 5,41 4,64 5,22 6,49 6,24 7,55 5,93

Rata-rata Kabupaten Musi Rawas 5,12 5,37 5,72 6,66 6,54 6,80 6,04

Sumber : BPS Kabupaten Musi Rawas 2011

Berdasarkan Tabel 3. jika ingin mendorong pembangunan bidang ekonomi di Kabupaten Musi Rawas, maka sektor pertanian dan industri pengolahan merupakan sektor kunci yang akan dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor lainnya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Musi Rawas. Oleh sebab itu, terlihat pentingnya peranan sektor pertanian terutama sektor perkebunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga diharapkan agar pembuat kebijaksanaan (policy maker) dapat menetapkan kebijakannya secara tepat.

Analisa ini perlu didukung oleh suatu sistem data dan alat analisis yang komprehensif. Sistem data yang ada pada saat ini umumnya bersifat agregat, PDRB misalnya, membutuhkan lebih banyak lagi informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengukur indikator distribusi seperti distribusi konsumsi, pendapatan, produksi dan jumlah tenaga kerja. Disamping itu juga dipandang perlu tersedianya suatu alat analisis yang komprehensif/menyeluruh yang dapat


(30)

mengkoordinasikan berbagai pola pengukuran ke dalam suatu wadah, sehingga dapat terlihat saling keterkaitan atau saling mempengaruhi antara berbagai pola tersebut beserta variabel-variabelnya. Dengan demikian setiap kebijaksanaan yang diambil dapat ditelusuri pengaruhnya terhadap bagian dari struktur sosial ekonomi masyarakat. Hal lain, meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi terus meningkat, namun terjadi penurunan distribusi pendapatan antar golongan rumah tangga, meningkatnya jumlah pengangguran, meningkatnya jumlah keluarga di bawah garis kemiskinan. Menurut data dari BPS Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Musi Rawas memang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, angka IPM Kabupaten Musi Rawas baru mencapai 67,33, akan tetapi angka tersebut masih merupakan angka IPM terendah diantara kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, seperti terlihat pada Tabel 4. dibawah ini.

Tabel 4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009

Wilayah Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf Rata-rata lama sekolah Daya Beli (000. Rp) IPM

Peringkat IPM (Nasional)

Reduksi Shortfall

Kab. OKU 69,30 98,43 7,71 621,79 72,36 171 1,56 Kab. OKI 67,79 95,24 6,73 621,46 70,06 296 1,37 Kab. Muara Enim 67,47 98,81 7,35 611,60 70,38 269 1,54 Kab. Lahat 67,90 97,59 7,72 610,39 70,53 255 1,77

Kab. Musi Rawas 64,44 96,51 7,05 603,49 67,33 409 1,68

Kab. Musi Banyuasin 69,59 96,54 7,05 615,48 71,13 229 2,00 Kab. Banyuasin 67,23 96,24 7,01 612,00 69,45 321 1,20 Kab. OKU Selatan 69,30 97,80 7,15 611,60 71,02 233 1,22 Kab. OKU Timur 68,29 94,67 6,87 609,39 69,39 330 1,62 Kab. Ogan Ilir 65,98 97,47 7,52 608,90 69,17 340 1,61 Kab. Empat Lawang 65,42 97,28 6,94 605,75 68,15 384 1,45 Kota Palembang 70,90 98,69 9,95 633,02 75,83 53 1,38 Kota Prabumulih 71,51 98,66 9,00 610,06 73,69 109 1,85 Kota Pagar Alam 69,95 98,24 8,54 611,18 72,68 161 1,15 Kota Lubuklinggau 65,54 98,33 9,11 607,46 70,18 283 1,62

Sumatera Selatan 69,40 97,21 7,66 628,30 72,61 10 2,01 Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta, 2010

Meskipun kemudian pada tahun 2009, nilai IPM Kabupaten Musi Rawas meningkat menjadi 64,44, namun masih tergolong kedalam kategori menengah, sedangkan Palembang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan, merupakan kota yang memiliki IPM terbesar yakni sebesar 75,83, diikuti oleh Kota Prabumulih sebesar 73,69 dan Kota Pagar Alam sebesar 72,68. Secara keseluruhan Provinsi Sumatera Selatan memiliki peringkat 10 nasional dengan nilai IPM sebesar 72,61. Adapun, angka harapan hidup di Kabupaten Musi Rawas tahun 2009 sebesar 64,44 yang berarti bahwa rata-rata perkiraan usia yang


(31)

dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup untuk di Kabupaten Musi Rawas selama 64,44 tahun. Angka melek huruf untuk di Kabupaten Musi Rawas tahun 2009 adalah sebesar 96,51 yang berarti bahwa 96,51 persen penduduk di Kabupaten Musi Rawas yang berusia 15 tahun keatas dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Untuk angka rata-rata lama sekolah penduduk di Kabupaten Musi Rawas tahun 2009 sebesar 7,05 yang berarti bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas menjalani pendidikan formal rata-rata selama 7,05 tahun. Untuk indeks daya beli masyarakat Kabupaten Musi Rawas tahun 2009 sebesar Rp. 603.490,- atau diatas batas minimum penghitungan penghitungan daya beli (PPP) yakni sebesar Rp. 360.000,-. Berikut ini juga disampaikan ringkasan dari IPM Kabupaten Musi Rawas tahun 2008 – 2009.

Tabel 5. Ringkasan Indeks Pembangunan Menusia (IPM) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008 – 2009

Tahun

Angka Harapan

Hidup

Angka Melek Huruf

Rata-rata lama sekolah

Daya Beli

(000.Rp) IPM Shortfall

Peringkat IPM Kab. Musi Rawas

Terhadap Nasional

2008 64,29 96,50 7,00 597,77 66,77 - 405 2009 64,44 96,51 7,05 603,49 67,33 1,68 409 Sumber : BPS Kabupaten Musi Rawas 2010

Dari penjelasan Tabel 5. diatas terlihat bahwa potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Musi Rawas, dengan sumber daya yang melimpah dan memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan wilayahnya, namun disisi lain hal tersebut tidak dapat dinikmati oleh masyarakatnya yang ditandai dengan nilai IPM yang masih rendah, sehingga patut diduga bahwa Kabupaten Musi Rawas mengalami kebocoran wilayah (regional leakages), dimana pendapatan wilayahnya berkurang akibat adanya aliran uang yang keluar (capital outflow) dan tidak dapat dinikmati oleh masyarakat sendiri.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka diperlukan penelitian yang mampu menganalisis sektor andalan pembangunan dan kemajuannya agar dapat dinikmati secara nyata oleh masyarakat Kabupaten Musi Rawas. Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini :


(32)

1. Bagaimanakah peranan dan kontribusi sektor perkebunan terhadap pembangunan daerah Kabupaten Musi Rawas ?

2. Bagaimana indikasi dan potensi kebocoran wilayah (regional leakages) sektor perkebunan serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Musi Rawas ?

3. Bagaimana peranan kelembagaan, khususnya lembaga pemasaran pada sektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka penelitian ini ditujukan untuk:

1. Menganalisis peranan sektor perkebunan terhadap pembangunan daerah di Kabupaten Musi Rawas.

2. Menganalisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor perkebunan serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Musi Rawas. 3. Menganalisis peranan lembaga pemasaran pada sektor perkebunan.

Untuk mencapai semua tujuan diatas, salah satu alat analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Social Accounting Matrix (SAM) atau di Indonesia dikenal dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Analisis terhadap SNSE diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan strategi kebijaksanaan pembangunan di Kabupaten Musi Rawas agar tercapai kesejahteraan masyarakat serta dapat dijadikan sebagai acuan.


(33)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Wilayah dan Perwilayahan

Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan di antara para ahli. Sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan korelasi yang kuat diantara unsur-unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu wilayah. Sehingga, pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan.

Menurut Rustiadi et al. (2007) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (subwilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Keragaman dalam mendefinisikan konsep wilayah terjadi karena perbedaan dalam permasalahan ataupun tujuan pengembangan wilayah yang dihadapi. Kenyataannya, tidak ada konsep wilayah yang benar-benar diterima secara luas. Para ahli cenderung melepaskan perbedaan-perbedaan konsep wilayah terjadi sesuai dengan fokus masalah dan tujuan-tujuan pengembangan wilayah. Menurut Budiharsono (2005), wilayah dapat dibagi menjadi: (1) wilayah homogen; (2) wilayah nodal; (3) wilayah perencanaan; dan (4) wilayah administratif. Berbeda dengan pengklasifikasian diatas, Rustiadi et al. (2007) berpendapat bahwa kerangka klasifikasi konsep wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep yang dikenal selama ini adalah (1) wilayah homogen (uniform); (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region). Dalam pendekatan klasifikasi konsep wilayah ini, wilayah nodal dipandang sebagai salah satu bentuk dari konsep wilayah sistem. Sedangkan dalam kelompok konsep wilayah perencanaan, terdapat konsep wilayah administratif-politis dan wilayah perencanaan fungsional.


(34)

Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Dengan demikian wilayah homogen tidak lain adalah wilayah-wilayah yang diidentifikasikan berdasarkan adanya sumber-sumber kesamaan atau faktor perincinya yang menonjol di wilayah tersebut. Berbeda dengan konsep wilayah homogen, konsep wilayah fungsional justru menekankan perbedaan dua komponen-komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. Pengertian wilayah sebagai suatu sistem dilandasi atas pemikiran bahwa suatu wilayah adalah suatu entitas yang terdiri atas komponen-komponen atau bagian-bagian yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Setiap sistem selalu terbagi atas dua atau lebih subsistem, dan selanjutnya setiap subsistem terbagi atas bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Suatu subsistem atau bagian dapat membutuhkan masukan (input) dari subsistem atau bagian yang lainnya, dan keluaran (output) suatu subsistem/bagian tersebut dapat digunakan sebagai input subsistem/bagian lainnya, dan seterusnya. Wilayah sistem kompleks memiliki jumlah/kelompok unsur penyusun serta struktur yang lebih rumit. Konsep-konsep wilayah sistem kompleks dapat dibagi atas wilayah sebagai (1) sistem ekologi (ekosistem); (2) sistem sosial; (3) sistem ekonomi atau gabungan atas dua atau lebih sistem. Sebagai suatu sistem ekologi, secara geografis permukaan bumi terbagi atas berbagai bentuk ekosistem, seperti ekosistem hutan, ekosistem padang rumput, ekosistem laut, dan sebagainya.

Sistem perwilayahan administrasi terkait sangat erat pada sistem pemerintahan beserta perangkat-perangkatnya. Di luar sistem perwilayahan administratif, juga dikenal berbagai perwilayahan-perwilayahan perencanaan/pengelolaan yang tidak terlalu struktural melainkan sebagai unit-unit koordinasi atau pengelolaan yang terfokus pada tujuan-tujuan dan penyelesaian-penyelesaian masalah tertentu, seperti kawasan otorita Daerah Aliran Sungai (DAS), Free Trade Zone, dan lain-lain. Dari sudut pandang yang lain, pengembangan konsep wilayah dan penerapannya pada dunia nyata akan menghasilkan suatu perwilayahan. Permukaan bumi akan terbagi-bagi atas berbagai wilayah sesuai dengan konsep wilayahnya. Perbedaan konsep wilayah


(35)

yang diterapkan menghasilkan perbedaan unit-unit atau batas-batas wilayah yang dihasilkan.

Perwilayahan tidak lain merupakan cara atau metode klasifikasi yang berguna untuk mendeskripsikan fenomena, termasuk di dalam menggambarkan hubungan antara manusia dengan sumber daya yang dimanfaatkannnya di atas permukaan bumi. Keragaman dan perbedaan karakteristik sumberdaya-sumberdaya serta perilaku dan cara-cara manusia memanfaatkannya di atas dunia ini dapat dijelaskan dan disederhanakan dengan pengklasifikasian spasial. Dengan demikian, klasifikasi spasial (perwilayahan) tidak lain merupakan alat (tools) untuk mempermudah menjelaskan keragaman dan berbagai karaktersitik

fenomena yang ada atau singkatnya merupakan alat untuk “memotret” kehidupan

nyata yang beragam secara spasial. Sebagai alat deskripsi, konsep perwilayahan merupakan bagian dari konsep-konsep alami, yakni sebagai alat mendeskripsikan hal-hal yang terjadi secara alamiah di dalam kehidupan. Di sisi lain, konsep perwilayahan juga merupakan alat untuk perencanaan/pengelolaan (konsep non alamiah). Perwilayahan digunakan sebagai alat untuk mengelola dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan perwilayahan digunakan untuk penerapan pengelolaan (manajemen) sumberdaya yang memerlukan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan karakterstik spasial.

2.2. Pembangunan Wilayah

Definisi pembangunan oleh para ahli dapat bermacam-macam, namun secara umum bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Secara sederhana menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), pembangunan diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Rustiadi et al. (2007) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Selanjutnya Todaro (2003) menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan


(36)

institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

Pembangunan sebagai suatu proses perubahan tidak terlepas dari perencanaan, sehingga perencanaan pembangunan didefinisikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik (mental dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Namun demikian suatu perencanaan pembangunan sangat terkait dengan unsur wilayah atau lokasi dimana suatu aktivitas kegiatan dilaksanakan, sehingga Riyadi dan Bratakusumah (2004) mendefinisikan perencanaan pembangunan wilayah sebagai suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungan dalam wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumberdaya yang ada dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tapi tetap berpegang pada azas prioritas.

Menurut Sumodiningrat (1999) pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu pembangunan sektoral, pembangunan wilayah, dan pembangunan pemerintahan. Dari segi pembangunan sektoral, pembangunan daerah merupakan pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan atau pembangunan sektoral, seperti pertanian, industri dan jasa yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral dilaksanakan di daerah sesuai dengan kondisi dan potensinya. Dari segi pembangunan wilayah, meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dari segi pemerintahan, pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek yaitu bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif terbelakang dan untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan


(37)

pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif.

2.3. Kebocoran Wilayah (Regional Leakage)

Pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah pada dasarnya ditunjukkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah (region) tersebut tanpa melupakan tujuan pembangunan nasional. Kegagalan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan akan terlihat apabila laju pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tingkat pendapatan masyarakat masih rendah. Implikasinya bahwa kegiatan pembangunan belum mampu menciptakan spread effect maupun trackling down effect yang memihak kepada masyarakat.

Menurut Anwar (1992), kegiatan pembangunan seringkali bersifat eksploitasi dengan menggunakan teknologi yang padat modal dan kurang memanfaatkan tenaga kerja setempat, sehingga manfaatnya bocor keluar. Lebih lanjut dikatakan, multiplier yang ditimbulkan kurang dapat ditangkap secara lokal dan regional, sehingga penduduk setempat seolah-olah (as if) menjadi penonton. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya disparitas terhadap pembangunan atau tingkat pertumbuhan suatu wilayah sehingga kemampuan wilayah dalam mengelola barang dan jasa, baik dalam bentuk barang jadi maupun setengah jadi akan berbeda. Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat ditandai dengan tingginya keterkaitan kebelakang (backward linkage) sedang keterkaitan kedepannya (forward linkage) cenderung rendah dan juga berkaitan dengan rendahnya dampak pengganda (multiplier effect), karena nilai tambah (value added) yang semestinya dapat ditangkap wilayah tersebut justru manfaatnya diambil wilayah lain.

Menurut Anwar (1995) beberapa hal yang dapat mengakibatkan tingginya tingkat kebocoran wilayah antara lain :

1. Sifat Komoditas

Komoditas yang bersifat eksploitasi umumnya yang natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan


(38)

aktivitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain, sehingga nilai tambahnya sebagian besar ditangkap wilayah lain.

2. Sifat Kelembagaan

Salah satu sifat kelembagaan yang utama adalah menyangkut kepemilikan (owners), karena berkaitan dengan tingkat kebocoran wilayah yang terjadi. Faktor pemilikan lahan juga berpengaruh terhadap persyaratan dalam penerimaan tenaga kerja walaupun hal ini tidak secara nyata, namun sering terlihat bahwa pemilik yang berasal dari luar daerah misalnya warga negara Indonesia atau warga negara dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan akan berbeda jika dibandingkan dengan yang berasal daerah setempat.

Pada umumnya yang berasal dari luar daerah lebih mementingkan profit

sedangkan yang berasal dari daerah setempat yang dipentingkan selain profit, juga sosial budaya yang ada di daerah tersebut harus lebih terjamin kelangsungannya. Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat dilihat dari komposisi impornya, baik impor sebagai input antara maupun sebagai input dari komponen permintaan akhir. Biasanya untuk mengukur tingkat kebocoran wilayah digunakan rasio input antara yang berasal dari impor dengan total input.

2.3.1. Isu-Isu Kebocoran Wilayah

Dalam bidang ekonomi regional, isu-isu tentang kebocoran wilayah merupakan salah satu hal penting yang sering menjadi perhatian para ahli ekonomi wilayah. Untuk mendapatkan jawaban mengapa kebocoran wilayah dipermasalahkan dalam bidang ekonomi regional, beberapa literatur menjelaskan seperti Rustiadi et al. (2009) bahwa kebocoran wilayah dapat mendorong semakin besarnya perangkap kemiskinan serta dapat mendorong semakin lebarnya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Selain itu ditinjau dari tujuan pembangunan yang perlu diarahkan pada pertumbuhan (growth), efisiensi (effeciency) dan pemerataan (equity) serta berkelanjutan (sustainability), terutama dalam memberi panduan kepada alokasi sumber daya, baik pada tingkat nasional maupun regional (Anwar, 2005). Maka terjadinya kebocoran wilayah dapat menghambat laju pertumbuhan pembangunan wilayah. Sedangkan Hayami (2001), menjelaskan


(39)

bahwa pertumbuhan ekonomi perlu memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengannya serta perlu dilihat dari peningkatan rata-rata nilai tambah per kapita (pendapatan) yang diwujudkan melalui peningkatan penggunaan sumberdaya per kapita dan/atau “kemajuan teknologi” sebagai peningkatan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat, baik melalui input tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam

dalam periode tertentu, dengan “nilai tambah” yang didistribusikan ke pemilik sumberdaya sebagai pendapatannya, sehingga secara agregasi pendapatan masyarakat dapat menjadi pendapatan wilayah.

Karena dalam pembangunan ekonomi wilayah peningkatan nilai tambah dan pendapatan, merupakan sasaran pentingnya yang perlu dilakukan. Dengan demikian sehingga terjadi kebocoran nilai tambah tentu mempengaruhi pendapatan wilayah. Artinya kebocoran wilayah dapat merugikan pembangunan ekonomi wilayah. Hal tersebut sesuai dengan Bendavid (1991), menjelaskan bahwa dalam pembangunan ekonomi wilayah, multiplikasi pendapatan merupakan inti dari proses pertumbuhan ekonomi. Terjadi kebocoran nilai tambah sehingga multiplier yang dihasilkan dari pembangunan ekonomi disuatu wilayah akan semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar multiplier pendapatan yang hilang. Dari berbagai konsep diatas dapat dipahami alasan mengapa para ahli ekonomi regional melihat kebocoran wilayah sebagai persoalan dalam pembangunan ekonomi wilayah.

Selain itu, Gonarsyah (1977) menjelaskan bahwa kecilnya pendapatan suatu wilayah dapat mendorong terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan serta dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terutama ketidakpercayaan pada kemauan baik (good will) dan kemampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan menciptakan pembangunan yang merata. Dengan kata lain terjadinya kebocoran wilayah dapat mengakibatkan kecilnya pendapatan suatu wilayah. Kecilnya pendapatan mendorong kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan wilayah.

Lingkaran perangkap kemiskinan suatu wilayah dapat semakin diperburuk dengan adanya kebocoran modal keluar wilayah (regional leakages). Kebocoran ini terjadi akibat adanya, international and interregional demonstration effect,


(40)

yakni sifat masyarakat tertinggal cenderung mencontoh pola konsumsi dikalangan masyarakat modern. Wilayah-wilayah yang lebih maju memperkenalkan

produk-produk yang mutunya “lebih baik” sehingga wilayah-wilayah masyarakat tradisional mengimpor dan mengkonsumsi barang-barang tersebut. Akhirnya sejumlah modal yang telah terakumulasi bukan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membeli produk lokal tetapi justru bocor keluar wilayah. Dengan demikian, wilayah yang sudah lebih dulu maju dan semakin cepat perkembangan ekonominya, sedangkan wilayah yang terbelakang perkembangannya tetap lamban bahkan cenderung menurun.

Kemudian Rustiadi et al. (2009) juga menjelaskan bahwa beberapa kekuatan penting yang menyebabkan kondisi kebocoran wilayah diantaranya yakni : (a) wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang

“menghambat” perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (back wash effects); (b) Wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan

yang “mendorong” perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang

(spread effects). Selain itu fenomena backwash pada kawasan perdesaan dan daerah-daerah tertinggal berlangsung melalui beberapa tahap aliran, seperti : (1) aliran bahan mentah/bahan baku (sumberdaya alam), (2) Aliran sumberdaya manusia berkualitas/produktif (brain drain), (3) aliran sumberdaya finansial

(capital outflow), (4) aliran sumberdaya informasi, dan (5) Aliran kekuasaan (power).

Selain itu dari sisi sumberdaya terjadi proses”brain drain” dalam arti

mengalirnya intelektual perdesaan ke kota atau disedotnya intelektual-intelektual desa oleh perkotaan. Rendahnya kapasitas sumber daya manusia perdesaan akibat mengalirnya sumber daya manusia berkualitas kekawasan perkotaan dari satu sisi dan terkonsentrasinya aktivitas-aktivitas pengelolaan yang menghasilkan nilai tambah tinggi di kawasan perkotaan yang didukung oleh sumber daya manusia yang lebih produktif, dan mengakibatkan terjadinya aliran konsentrasi kapital ke perkotaan. Lemahnya kapasitas produksi kawasaan perdesaan menyebabkan masyarakat desa semakin tergantung pada konsumsi produk-produk manufaktur perkotaan. Akibat output barang/jasa yang dihasilkan dikawasan perdesaan bersifat inferior terhadap produk-produk olahan dari perkotaan, sehingga


(41)

menyebabkan perdesaan mengalami net-capital outflow, atau dalam kondisi demikian berarti desa mengalami “kebocoran”.

Kemudian Anwar (2004) menjelaskan bahwa beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kebocoran wilayah antara lain karena : (1) sifat komoditas yang bersifat eksploitatif. Seperti pada umumnya natural resources

mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumber daya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan diwilayah lain, sehingga sebagian besar nilai tambah ditangkap wilayah lainnya, (2) sifat kelembagaan yang menyangkut kepemilikan (owners). Dari berbagai isu dalam kebocoran wilayah sehingga dapat diartikan bahwa kebocoran wilayah merupakan isu penting yang memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah tentu semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar potensi multiplier pendapatan bagi suatu wilayah yang hilang. Dengan lain perkataan bahwa untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah maka perlu menekan tingkat kebocoran wilayah. Menurut Rustiadi (2009), adanya usaha-usaha yang modalnya dimiliki oleh orang-orang diluar wilayah mengakibatkan sebagian dari nilai tambah yang dihasilkan pada akhirnya bocor mengalir keluar atau biasa disebut capital outflow. Sebaliknya, modal yang masuk ke dalam wilayah (capital inflow), dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Adapun selisih dari aliran capital (net capital inflow) di suatu wilayah dapat bernilai negatif atau positif, dimana wilayah-wilayah yang mengalami net capital inflow yang negatif berarti mengalami kebocoran wilayah (regional leakages).

2.4. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)

Suatu kerangka statistik (statistical framework) yang dapat menggabungkan berbagai indikator atau ukuran pembangunan sudah sejak lama menjadi bahan pemikiran para ahli statistik dan perencana pembangunan. Indikator-indikator atau ukuran-ukuran pembangunan yang selama ini tersedia, seperti ukuran-ukuran produksi, pendapatan, pengeluaran, konsumsi, tersusun


(42)

secara terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Richard Stone dan kawan-kawan dari Universitas Cambridge, Inggris merupakan salah satu perintis yang mengusahakan penggabungan berbagai ukuran-ukuran ekonomi yang terpisah-pisah tersebut ke dalam suatu neraca ekonomi nasional (national accounting framework). Hasil karya Stone dan kawan-kawan tersebut kemudian dipublikasikan oleh United Nations (1947) dengan judul Measurement of National Income and Construction of Social Accounts (SNA),yang kemudian digunakan sebagai referensi oleh banyak negara untuk melakukan kompilasi statistik pendapatan nasional. Pada periode setelah perang dunia kedua, strategi pertumbuhan ekonomi merupakan strategi yang banyak dirujuk oleh banyak negara dalam melakukan pembangunan ekonomi. Target utama strategi pertumbuhan ekonomi tersebut adalah peningkatan output sektor-sektor ekonomi yang dominan sehingga dengan demikian pendapatan nasional negara bersangkutan akan meningkat. Selanjutnya melalui proses penetasan ke bawah (trickle down effect) hasil-hasil pembangunan yang diperoleh dengan strategi pertumbuhan ekonomi kemudian diharapkan akan mengalir kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat secara umum menjadi meningkat.

Namun, pengalaman yang diperoleh oleh banyak negara yang mengaplikasikan strategi pertumbuhan ekonomi adalah bahwa satu sisi strategi pertumbuhan ekonomi memang meningkatkan pendapatan nasional, tetapi pada sisi lain strategi pertumbuhan nasional memunculkan masalah lain yang cukup serius, diantaranya adalah masalah ketidakmerataan pendapatan dan pengangguran. Dari pengalaman tersebut, banyak negara mulai memperhatikan masalah pemerataan pendapatan dan ketenagakerjaan dalam melaksanakan pembangunan. Untuk dapat memantau masalah pemerataan pendapatan, banyak konsepsi yang telah direkomendasikan oleh para ahli, diantaranya adalah pengukuran ketidakmerataan pembangunan atau distribusi pendapatan dengan menggunakan indeks Gini (Gini index), ukuran Bank Dunia, ataupun dengan menggunakan kurva Lorenz. Sedangkan permasalahan pengangguran dipantau dengan menggunakan ukuran unemployment rate, yaitu ukuran yang membandingkan jumlah penduduk yang menganggur dengan mereka yang bekerja.


(1)

Sektor 20 21 22 23 24 25

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

3 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

11 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

15 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

16 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

17 0,0609 0,0461 0,0465 0,0562 0,0490 0,0613

18 0,0015 0,0012 0,0012 0,0014 0,0012 0,0015

19 0,0054 0,0041 0,0041 0,0050 0,0043 0,0054

20 1,0150 0,0113 0,0114 0,0139 0,0121 0,0151 21 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 22 0,0000 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 0,0000

23 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000

24 0,0474 0,0359 0,0363 0,0438 1,0382 0,0478

25 0,0061 0,0046 0,0046 0,0056 0,0049 1,0061

26 0,0510 0,0387 0,0390 0,0470 0,0411 0,0514

27 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

28 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

29 0,0006 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0006

30 0,1937 0,1468 0,1481 0,1790 0,1560 0,1951

31 0,0138 0,0105 0,0106 0,0128 0,0111 0,0139

32 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002

33 0,0171 0,0129 0,0131 0,0156 0,0137 0,0171

34 0,0005 0,0004 0,0004 0,0005 0,0004 0,0005

35 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

37 0,0039 0,0029 0,0030 0,0034 0,0031 0,0038

38 0,0017 0,0013 0,0013 0,0015 0,0013 0,0017

39 0,0441 0,0334 0,0338 0,0397 0,0350 0,0438

40 0,0031 0,0023 0,0024 0,0027 0,0024 0,0031

41 0,0038 0,0029 0,0029 0,0035 0,0031 0,0038

42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

43 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

44 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001

45 0,0019 0,0014 0,0015 0,0017 0,0015 0,0019

46 0,0010 0,0008 0,0008 0,0009 0,0008 0,0010

47 0,0157 0,0119 0,0120 0,0143 0,0126 0,0157

48 0,0873 0,0656 0,0691 0,0718 0,0690 0,0859

49 0,0187 0,0142 0,0143 0,0173 0,0151 0,0189

50 0,0060 0,0045 0,0046 0,0054 0,0048 0,0060


(2)

Sektor 26 27 28 29 30 31

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

3 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

11 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

15 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

16 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

17 0,0499 0,0553 0,0000 0,0513 0,0261 0,0259

18 0,0012 0,0014 0,0000 0,0013 0,0006 0,0006

19 0,0044 0,0047 0,0000 0,0044 0,0022 0,0022

20 0,0122 0,0130 0,0000 0,0122 0,0062 0,0062 21 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 22 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

23 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

24 0,0390 0,0438 0,0000 0,0408 0,0208 0,0206

25 0,0050 0,0055 0,0000 0,0051 0,0026 0,0026

26 1,0420 0,0476 0,0000 0,0443 0,0225 0,0224

27 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

28 0,0000 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 0,0000

29 0,0005 0,0006 0,0000 1,0006 0,0003 0,0003

30 0,1588 0,1759 0,0000 0,1634 1,0830 0,0825

31 0,0113 0,0125 0,0000 0,0117 0,0059 1,0059

32 0,0002 0,0002 0,0000 0,0002 0,0001 0,0001

33 0,0140 0,0161 0,0000 0,0149 0,0076 0,0075

34 0,0004 0,0005 0,0000 0,0005 0,0002 0,0002

35 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

37 0,0032 0,0037 0,0000 0,0034 0,0017 0,0017

38 0,0014 0,0017 0,0000 0,0015 0,0008 0,0008

39 0,0362 0,0427 0,0000 0,0393 0,0199 0,0197

40 0,0026 0,0030 0,0000 0,0028 0,0014 0,0014

41 0,0031 0,0035 0,0000 0,0032 0,0016 0,0016

42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

43 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

44 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000

45 0,0016 0,0018 0,0000 0,0017 0,0008 0,0008

46 0,0008 0,0010 0,0000 0,0009 0,0005 0,0004

47 0,0130 0,0155 0,0000 0,0144 0,0073 0,0073

48 0,0790 0,0856 0,0000 0,0777 0,0385 0,0365

49 0,0155 0,0175 0,0000 0,0163 0,0083 0,0083

50 0,0049 0,0058 0,0000 0,0053 0,0027 0,0027


(3)

Sektor 32 33 34 35 36 37

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

3 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

11 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

15 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

16 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

17 0,0323 0,0396 0,0329 0,0000 0,0000 0,0158

18 0,0008 0,0010 0,0008 0,0000 0,0000 0,0004

19 0,0028 0,0034 0,0028 0,0000 0,0000 0,0014

20 0,0077 0,0094 0,0079 0,0000 0,0000 0,0038 21 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 22 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

23 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

24 0,0257 0,0316 0,0263 0,0000 0,0000 0,0126

25 0,0032 0,0039 0,0033 0,0000 0,0000 0,0016

26 0,0279 0,0343 0,0285 0,0000 0,0000 0,0137

27 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

28 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

29 0,0003 0,0004 0,0004 0,0000 0,0000 0,0002

30 0,1028 0,1261 0,1048 0,0000 0,0000 0,0504

31 0,0073 0,0090 0,0075 0,0000 0,0000 0,0036

32 1,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001

33 0,0094 1,0115 0,0095 0,0000 0,0000 0,0046

34 0,0003 0,0004 1,0003 0,0000 0,0000 0,0001

35 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000

36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000 0,0000

37 0,0021 0,0026 0,0021 0,0000 0,0000 1,0010

38 0,0010 0,0012 0,0010 0,0000 0,0000 0,0005

39 0,0247 0,0301 0,0250 0,0000 0,0000 0,0120

40 0,0017 0,0021 0,0017 0,0000 0,0000 0,0008

41 0,0020 0,0025 0,0021 0,0000 0,0000 0,0010

42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

43 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

44 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

45 0,0011 0,0013 0,0011 0,0000 0,0000 0,0005

46 0,0006 0,0007 0,0006 0,0000 0,0000 0,0003

47 0,0090 0,0111 0,0092 0,0000 0,0000 0,0044

48 0,0484 0,0548 0,0399 0,0000 0,0000 0,0214

49 0,0103 0,0127 0,0106 0,0000 0,0000 0,0050

50 0,0033 0,0041 0,0034 0,0000 0,0000 0,0016


(4)

Sektor 38 39 40 41 42 43

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

3 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

11 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

15 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

16 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

17 0,0283 0,0566 0,0276 0,0459 0,0537 0,0000

18 0,0007 0,0014 0,0007 0,0011 0,0013 0,0000

19 0,0024 0,0048 0,0023 0,0039 0,0046 0,0000

20 0,0067 0,0132 0,0065 0,0109 0,0127 0,0000 21 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 22 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

23 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

24 0,0226 0,0448 0,0218 0,0366 0,0426 0,0000

25 0,0028 0,0056 0,0028 0,0046 0,0054 0,0000

26 0,0245 0,0487 0,0236 0,0397 0,0462 0,0000

27 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

28 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

29 0,0003 0,0006 0,0003 0,0005 0,0006 0,0000

30 0,0900 0,1801 0,0879 0,1461 0,1708 0,0000

31 0,0064 0,0128 0,0063 0,0104 0,0122 0,0000

32 0,0001 0,0002 0,0001 0,0002 0,0002 0,0000

33 0,0082 0,0166 0,0080 0,0133 0,0156 0,0000

34 0,0003 0,0005 0,0003 0,0004 0,0005 0,0000

35 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

37 0,0019 0,0038 0,0019 0,0030 0,0035 0,0000

38 1,0008 0,0017 0,0008 0,0014 0,0016 0,0000

39 0,0215 1,0440 0,0213 0,0351 0,0410 0,0000

40 0,0015 0,0031 1,0015 0,0024 0,0028 0,0000

41 0,0018 0,0035 0,0017 1,0029 0,0033 0,0000

42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000 0,0000

43 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000

44 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000

45 0,0009 0,0019 0,0009 0,0015 0,0017 0,0000

46 0,0005 0,0010 0,0005 0,0008 0,0009 0,0000

47 0,0079 0,0160 0,0077 0,0129 0,0150 0,0000

48 0,0378 0,0798 0,0498 0,0639 0,0689 0,0000

49 0,0091 0,0179 0,0087 0,0147 0,0170 0,0000

50 0,0029 0,0059 0,0029 0,0047 0,0055 0,0000


(5)

Sektor 44 45 46 47 48 49

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

3 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

11 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

15 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

16 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

17 0,0550 0,0524 0,0108 0,0513 0,0671 0,0497

18 0,0014 0,0013 0,0003 0,0013 0,0016 0,0012

19 0,0047 0,0045 0,0009 0,0044 0,0056 0,0042

20 0,0130 0,0124 0,0026 0,0121 0,0154 0,0117 21 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 22 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

23 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

24 0,0437 0,0415 0,0085 0,0404 0,0525 0,0392

25 0,0055 0,0052 0,0011 0,0051 0,0067 0,0050

26 0,0474 0,0451 0,0093 0,0439 0,0570 0,0425

27 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

28 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

29 0,0006 0,0006 0,0001 0,0006 0,0008 0,0005

30 0,1752 0,1668 0,0345 0,1633 0,2136 0,1583

31 0,0125 0,0119 0,0025 0,0116 0,0152 0,0113

32 0,0002 0,0002 0,0000 0,0002 0,0002 0,0002

33 0,0160 0,0152 0,0032 0,0149 0,0199 0,0145

34 0,0005 0,0005 0,0001 0,0005 0,0006 0,0005

35 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

37 0,0037 0,0035 0,0007 0,0035 0,0044 0,0034

38 0,0016 0,0016 0,0003 0,0015 0,0021 0,0015

39 0,0422 0,0401 0,0083 0,0395 0,0522 0,0382

40 0,0029 0,0028 0,0006 0,0028 0,0034 0,0027

41 0,0034 0,0033 0,0007 0,0032 0,0041 0,0031

42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

43 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

44 1,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001

45 0,0018 1,0017 0,0004 0,0017 0,0022 0,0017

46 0,0010 0,0009 1,0002 0,0009 0,0013 0,0009

47 0,0154 0,0146 0,0030 1,0142 0,0187 0,0137

48 0,0769 0,0758 0,0157 0,0936 1,0407 0,0842

49 0,0174 0,0166 0,0034 0,0161 0,0207 1,0156

50 0,0057 0,0054 0,0011 0,0053 0,0070 0,0052


(6)

Sektor 50 Jumlah

1 0,0000 1,1448

2 0,0000 1,3460

3 0,0000 1,2473

4 0,0000 1,1181

5 0,0000 1,3092

6 0,0000 1,1544

7 0,0000 1,2555

8 0,0000 1,0260

9 0,0000 4,5978

10 0,0000 1,1334

11 0,0000 1,4704

12 0,0000 1,5678

13 0,0000 1,2317

14 0,0000 1,7696

15 0,0000 2,7225

16 0,0000 1,7399

17 0,0605 2,3700

18 0,0015 1,0339

19 0,0052 1,1182

20 0,0143 1,3285 21 0,0000 1,0003 22 0,0000 1,0000

23 0,0000 1,0001

24 0,0480 2,0790

25 0,0060 1,1366

26 0,0521 2,1671

27 0,0000 1,0000

28 0,0000 1,0000

29 0,0007 1,0144

30 0,1926 5,3612

31 0,0137 1,3111

32 0,0002 1,0047

33 0,0176 1,3931

34 0,0006 1,0122

35 0,0000 1,0000

36 0,0000 1,0000

37 0,0040 1,0895

38 0,0018 1,0398

39 0,0463 2,0265

40 0,0032 1,0715

41 0,0038 1,0856

42 0,0000 1,0010

43 0,0000 1,0000

44 0,0001 1,0017

45 0,0020 1,0442

46 0,0011 1,0236

47 0,0169 1,3710

48 0,0807 2,9357

49 0,0192 1,4292

50 1,0063 1,1390

Jumlah 1,5981