Integrasi Neraca Moneter Tegakan dan Karbon ke Dalam Perhitungan PDRB Sektor Kehutanan

54 tahun yang akan datang. Dengan kata lain jika terjadi depresiasi sumberdaya alam, maka baik PDRB maupun kapital alami berkurang sebesar nilai depresiasinya. Tabel 5.27 berikut ini menampilkan ringkasan hasil dari integrasi akumulasi neto tegakan dan karbon untuk mengkoreksi sumbangan sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora dari tahun 2003 sampai dengan 2010. Tabel 5.25 PDRB Konvensional, Depresisasi Tegakan Karbon dan PDRB Hijau Sektor Kehutanan Kabupaten Blora Tahun 2003-2010 Tahun PDRB Sektor Kehutanan Depresiasi Tegakan Depresiasi Karbon PDRB Hijau 2003 378.650.000.000 56.802.758.365,25 2.187.420.871,27 319.659.820.763,48 2004 326.661.000.000 100.673.441.432,56 3.724.157.438,63 222.263.401.128,81 2005 370.277.000.000 73.482.992.076,19 3.520.996.609,11 293.273.011.314,70 2006 408.698.000.000 89.532.926.372,89 2.954.883.648,70 316.210.189.978,41 2007 426.642.000.000 97.042.606.463,84 3.010.917.873,36 326.588.475.662,80 2008 506.631.000.000 78.787.388.457,40 2.180.225.008,53 425.663.386.534,08 2009 531.464.000.000 69.979.878.469,36 1.815.784.710,62 459.668.336.820,02 2010 574.234.640.000 101.145.668.274,57 2.432.194.086,97 470.656.777.638,47 Sumber: Blora dalam Angka Tahun 2009 dan 2010, Pengolahan Data Neraca Moneter Tegakan dan Karbon Berdasarkan tabel 5.25 diketahui bahwa nilai PDRB Hijau atau PDRB ramah lingkungan yang disumbangkan dari sektor kehutanan nilainya lebih rendah dibandingkan dengan PDRB konvensional. Besaran koreksi sumbangan sektor kehutanan terhadap Kabupaten Blora dengan memasukkan deplesi tegakan dan karbon tersimpan di dalam hutan selama kurun waktu 2003-2010 rata-rata sebesar 2,87. Tabel 5.26 Perbandingan Pangsa Sektor Kehutanan Terhadap PDRB Kabupaten Blora Tahun Share PDRB Sektor Kehutanan Konvensional Share PDRB Sektor Kehutanan Hijau Koreksi 2003 16,62 14,03 2,59 2004 14,49 9,86 4,63 2005 14,49 11,48 3,01 2006 14,22 11,00 3,22 2007 13,56 10,38 3,18 2008 13,93 11,70 2,23 2009 13,31 11,51 1,80 2010 12,84 10,52 2,32 Rerata 14,18 10,38 2,87 Sumber: Blora dalam Angka Tahun 2009 dan 2010, Pengolahan Data Neraca Moneter Tegakan dan Karbon 55 Dengan diketahuinya nilai sumbangan PDRB dari sektor kehutanan secara konvensional, nilai deplesi tegakan dan nilai degradasi sediaan karbon, maka terlihat bahwa nilai penyusutan dari kapital alami hutan atau nilai depresiasi sumberdaya hutan rata-rata sebesar 20,24 dari nilai PDRB sektor kehutanan di Kabupaten Blora dari tahun 2003-2010. Apabila dirinci lebih lanjut maka rata- rata depresiasi aset tegakan selama jangka waktu tersebut adalah sebesar 19,58 dan depresiasi kapasitas penyimpanan karbon rata-rata sebesar 0,66 dari rata- rata kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Besaran kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora baik yang dinayatakan dalam bentuk nominal maupun pangsa share sektor kehutanan terhadap PDRB selama ini terlalu tinggi overstated dan belum menunjukkan kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya, karena ternyata sumberdayanya terus mengalami penurunan. Penurunan aset tegakan ini dimungkinkan karena adanya pandangan yang masih terdistorsi atas keberdaan sumberdaya hutan. Sumberdaya hutan lebih dipandang sebagai aset yang memiliki manfaat ketika dilakukan ektrksi atau pemungutan hasil, terutama hasil hutan yang memiliki nilai pasar market value seperti kayu dan hasil hutan dalam bentuk barang lain. Berbeda dengan sektor lainnya, sektor kehutanan memberikan manfaat bagi manusia, baik dalam bentuknya sebagai “stock forest” maupun dalam “flow product extracted”. Hutan bisa dibiarkan begitu saja bentuknya sebagai hutan, dan tetap akan memberikan manfaat kepada manusia, terutama manfaat jasa lingkungan. Dalam hal “flow” hutan memberikan produk yang diambil manusia seperti kayu, getah, hewan. Ini berbeda dengan pertambangan misalnya, yang dalam keadaannya sebagai deposit, tidak bermanfaat bagi manusia, kecuali setelah dikeluarkan extracted darinya. Nilai produksi kayu bulat yang masuk ke dalam pendapatan daerah maupun nasional PDRB atu PDB belum dikoreksi dengan kelebihan atau kekurangan terhadap Sustainable Annual Allowable Cutting SAAC yaitu tingkat ektraksi di mana stok tegakan tidak mengalami penurunan Sesuai dengan definisinya, pendapatan harus dibedakan dari modal. Pendapatan adalah bagian penghasilan yang maksimum boleh dikonsumsi, sedemikian sehingga pendapatan dimasa mendatang tidak menurun Hicks 1947. Kaidah pendapatan atau konsumsi yang dikemukakan oleh Hick 1947 tersebut dikenal dengan kaidah pendapatankonsumsi yang berkelanjutan atau Hicksian’s sustainable incomeconsumption. Kaidah inilah yang sebenarnya menjadi penjabaran operasional dari prinsip pembangunan atau pemanfaatan sumberdaya alam termasuk sumberdaya hutan yang berkelanjutan dalam interpretasi ekonomi. Penerapan Neraca Sumberdaya Hutan dapat dipergunakan untuk menghitung pendapatan riil yang bisa diciptakan sektor kehutanan dengan benar, yakni tingkat pendapatan yang lebih mencerminkan kelestariannya.Berdasarkan hasil-hasil temuan dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa angka-angka nilai produksi yang dinyatakan dalam PDRB sektor kehutanan Kabupaten Blora selama ini masih mengandung nilai depresiasi dari aset tegakan yang seharusnya nilai depresiasi tersebut harus disisihkan untuk selanjutnya akumulasi nilai penyisihan depresiasi tersebut dikembalikan atau dipergunakan untuk 56 membangun hutan sehingga nilai asetnya tidak mengalami penurunan pada periode waktu berikutnya. Tabel 5.27 Besarnya Depresiasi Sumberdaya Hutan dan Prosentasenya Terhadap PDRB Sektor Kehutanan Kabupaten Blora Tahun 2003-2010 Tahun PDRB Sektor Kehutanan Rp Depresiasi Sumberdaya Hutan Rp Depresiasi dari PDRB Kehutanan 2003 378.650.000.000 58.990.179.236,52 15,58 2004 326.661.000.000 104.397.598.871,19 31,96 2005 370.277.000.000 77.003.988.685,30 20,80 2006 408.698.000.000 92.487.810.021,59 22,63 2007 426.642.000.000 100.053.524.337,20 23,45 2008 506.631.000.000 80.967.613.465,92 15,98 2009 531.464.000.000 71.795.663.179,98 13,51 2010 574.234.640.000 103.577.862.361,53 18,04 Rerata 440.407.205.000 58.990.179.236,52 20,24 Sumber: Blora dalam Angka Tahun 2009 dan 2010, Pengolahan Data Neraca Moneter Tegakan dan Karbon Hasil perhitungan nilai deplesi dan degradasi sebagaimana dijelaskan sebelumnya mencerminkan nilai penyusutan atau depresiasi dari kapital alami sumberdaya hutan. Dalam konteks kelestarian, setiap terjadi penyusutan atas suatu kapital, maka depresiasi tersebut harus digantikan atau dikompensasi dengan nilai yang sama supaya asetkapital tersebut dapat secara berkelanjutan memberikan aliran manfaat bagi kesejahteraan manusia. Apabila terjadi sebaliknya, yaitu depresiasi kapital alami tersebut tidak digantikan maka dalam jangka waktu tertentu kapital alami tersebut akan terus mengalami penurunan aliran manfaat dan sampai pada titik waktu tertentu akan mencapai akhir masa pemakaian ekonomisnya useful life time of capital.Dengan demikian sebenarnya masyarakat akan mengalami penurunan kesejahteraan. Sumber pendanaan yang dapat digunakan untuk mengkompensasi depresiasi sumberdaya hutan dapat diperoleh dari sebagian pendapatan yang disisihkan dan dialokasikan khusus untuk kepentingan pengelolaan, pemeliharaan dan rehabilitasi sumberdaya hutan yang mengalami kerusakan. Pendapatan yang diperoleh dari sumberdaya hutan dapat berasal dari hasil tebangan kayu, hasil hutan non kayu maupun pendapatan lain-lain. Pengalokasian anggaran tersebut dapat dilakukan oleh Perum Perhutani maupun Pemerintah Daerah. Perum Perhutani sebagai organisasi pengelola sumberdaya hutan tentu sudah memiliki pos-pos anggaran untuk peningkatan kualitas sumberdaya hutan, sedangkan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Blora, pendapatan dari hasil hutan misalnya berupa Provisi Sumberdaya Hutan PSDH yang menjadi hak bagi pemerintah daerah untuk setiap hasil hutan yang diesktraksi. PDRB Hijau dapat diaktualisasikan dengan diantaranya menerapkan tarif kompensasi bagi daerah yang melakukan eksploitasi sumberdaya hutan berlebihan dan memberikan insentif bagi daerah yang menjaga dengan baik kelestarian sumber daya alamnya yang diatur dalam suatu regulasi fiskal 57 terutama yang menyangkut dana perimbangan yang lebih adil dan tidak berorientasi kepentingan ekonomi jangka pendek termasuk di dalamnya mekanisme carbon trading yang mungkin dapat direalisasikan di masa mendatang.

6. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Selama jangka waktu tahun 2003-2010 telah terjadi perubahan sediaan volume tegakan hutan di Kabupaten Blora sebesar 562.954,22 m 3 atau rata-rata degradasi tahunan sebesar 71.244,28 m 3 tahun. Berdasarkan komposisi jenis tegakan yang ada maka deplesi tegakan hutan di Kabupaten Blora selama periode waktu tersebut terdiri dari jenis jati sebesar 536.071,18 m 3 94,06, mahoni sebesar 17.837,16 m 3 3,13, sonokeling dan sonobrit sebesar 7.351,411,29 m 3 serta jenis rimba campur dan lainnya sebesar 8.694,47 m 3 1,53 2. Rata-rata nilai degradasi tegakan di Kabupaten Blora selama periode penelitian adalah sebesar Rp 83.430.957.489,01tahun atau 2,24 dari nilai moneter stok penutup pada akhir tahun. Nilai stok akhir mengalami peningkatan meskipun secara fisik stok volume mengalami penurunan. Peningkatan nilai moneter yang ada semata-mata disebabkan oleh peningkatan unit rent. 3. Perhitungan nilai depresiasi tegakan dengan menggunakan metode user cost pada tingkat diskonto discount rate sebesar 10, untuk tegakan yang belum mencapai daur selama jangka waktu 2003-2010 adalah Rp 376.257.284,46 dan untuk tegakan yang telah mencapai daur Rp 902.398.371.698,2, dan total nilai depresiasi adalah sebesar Rp 902.774.646.982,66. 4. Selama jangka waktu tahun 2003-2010 telah terjadi perubahan sediaan karbon di hutan di Kabupaten Blora sebesar 158.163,63 tC atau rata-rata degradasi tahunan sebesar 19.770,45 tCtahun. Berdasarkan komposisi jenis tegakan yang ada maka deplesi tegakan hutan di Kabupaten Blora selama periode waktu tersebut terdiri dari jenis jati sebesar 147.419,57 tC 93,21, mahoni sebesar 4.726,85 tC2,99, sonokeling dan sonobrit sebesar 2.756,78 tC1,74 serta jenis rimba campur dan lainnya sebesar 3.260,43 2,06. 5. Nilai perubahan stok karbon tersimpan di dalam hutan di Kabupaten Blora apabila dinilai dengan menggunakan harga rata-rata karbon sebesar 15tC dengan nilai kurs sebesar Rp 9200 adalah sebesar Rp 21.826.580.940,00 dengan nilai depresiasi karbon tersimpan di tegakan jati sebesar Rp 20.343.900.660,00 mahoni sebesar Rp 652.305.300,00 sonokeling sebesar Rp380.435.640 rimba campur dan jenis lain sebesar 4459.939.340,00 6. Dengan memasukkan nilai depresiasi tegakan dan karbon tersimpan di hutan, kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora 58 berdasarkanharga berlaku selama periode waktu 2003-2010 rata-rata terkoreksi sebesar 2,87 lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Blora yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Blora.

6.2 Saran

1. Penelitian ini terbatas hanya pada kapitalisasi aset sumberdaya hutan yang berupa tegakan kayu dan karbon sehingga belum mencerminkan keseluruhan nilai kapital sumberdaya hutan, oleh karenanya diperlukan penelitian sejenis dengan memasukkan nilai manfaat sumberdaya hutan penting yang lain terutama nilai layanan ekologis. 2. Pendugaan kandungan karbon tersimpan di dalam tegakan untuk masing- masing jenis dalam penelitian ini diestimasi dengan metode yang paling sederhana dan mudah dengan konsekuensi tingkat akurasi yang tidak cukup tinggi.Penggunaan metode yang menghasilkan estimasi yang lebih baik dengan model alometrik seperti contohnya dapat dipergunakan untuk memperbaiki kelemahan dalam penelitian ini. 3. Penggunaan metode user cost dalam perhitungan depresiasi aset tegakan mensyaratkan rotasi optimal. Penelitian ini masih menggunakan asumsi bahwa rotasi aktual sudah merupakan rotasi optimal, oleh karenanya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengujinya. Penelitian yang bertujuan untuk menentukan rotasi optimal juga dperlukan bagi kepentingan manajemenpengelola hutan sebagai instrumen pengaturan hasil hutan yang berorientasi kepada efisiensi pemanfaatan sumberdaya. Efisisensi dari sisi pengelola hutan yang dimaksudkan adalah mencapai tingkat profit maksimum dengan memilih panjang rotasi tertentu. Terkait dengan hasil penelitian maka saran kebijakan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Ukuran untuk menilai kinerja suatu unit manajemen seperti halnya pada Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH dan Perum Perhutani sebagai kesatuan entitas unit usaha yang mengelola sumberdaya hutan tidak dapat hanya didasarkan kepada ukuran-ukuran pencapaian kinerja keuangan semata, karena akan menghasilkan penilaian yang bias apabila tidak disertakan kinerja perusahaan dalam hal tingkat stok tegakan yang pada level tertentu yang dianggap aman untuk menjalankan semua fungsi hutan. 2. Pemerintah dapat menerapkan kebijakan jaminan kinerja performance bond dalam bentuk dana deposit kepada masing-masing unit manajemen KPH sebagai jaminan untuk mempertahankan sediaan tegakan dan karbon. Apabila terjadi penurunan nilai moneter dari sediaan tegakan dan karbon, maka pemerintah dapat menggunakan deposit tersebut senilai laju depresiasinya untuk dialokasikan sebagai sumber dana kegiatan rehabilitasi hutan.