Neraca Moneter Karbon Tersimpan di Hutan

50 a Pajak emisi karbon, di mana alternatif ini dapat digunakan sebagai dasar penilaian moneter di negara-negara yang memperlakukannya b Harga pasar karbon untuk emisi karbon yang dapat diperjualbelikan emission permit. c Biaya kerusakan yang merupakan estimasi dari kerusakan di tingkat global yang diakibatkan dari perubahan iklim. d Emisi yang ditimbulkan per unit karbon yang didasarkan pada penelitian mengenai permodelan perubahan iklim e Biaya penghindaran kerusakan damage avoidance cost yaitu biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurangi emisi karbon. Penilaian fungsi hutan sebagai penambat dan penyimpan karbon di dalam penelitian ini didasarkan pada alternatif yang ketiga yaitu berdasarkan biaya kerusakan di tingkat global sebagai akibat adanya perubahan iklim. Merujuk kepada hasil studi Toll 2003 estimasi kerusakan yang diakibatkan adanya perubahan iklim pada tingkat global berada pada kisaran 10tC sampai dengan 20tC. Sedangkan menurut Atkinson dan Gundimeda 2006 besaran nilai karbon adalah 20tC. Berdasarkan kedua hasil studi tersebut maka dalam penelitian ini neraca moneter karbon yang tersimpan di dalam tegakan hutan menggunakan harga 15tC sebagai basis penilaian dan kemudian dilakukan analisis sensitifitas dengan harga terendah 10tC dan harga tertinggi sebesar 20tC. Dengan menggunakan harga karbon sebesar 15tC dan kurs sebesar Rp 9.200, maka nilai moneter sediaan karbon di dalam hutan pada tahun 2003 adalah sebesar Rp 133.410.719.727,30 dan kemudian nilai ini menurun menjadi sebesar Rp 111.584.139.215,10 pada tahun 2010, atau perubahan nilai moneter neto sebesar Rp. 21.826.580.512,20. Nilai moneter stok karbon tersimpan di dalam hutan selama periode waktu tersebut rata-rata mengalami penurunan atau depresiasi sebesar Rp 3.233.567.444,03. Tabel 5.22 Neraca Moneter Akumulatif Karbon Tersimpan di Hutan Menurut Jenis Tegakan di Kabupaten Blora 2003-2010 Uraian Jenis Tegakan Jati Mahoni Stok Awal 126.395.080.267,50 3.449.826.927,30 Perubahan Karena Kegiatan Perekonomian Pemanenan 28.274.723.400,00 647.284.977,30 Pencurian dan Perusakan Hutan 1.754.864.925,00 44.243.483,10 Penggembalaan 154.559.724,00 4.077.189,30 Perubahan Karena Penyebab Alami RiapPertumbuhan 23.565.415.302,00 2.309.737.063,80 Bencana Alam 135.898.570,50 3.584.957,10 Perubahan Karena Penyebab Lain Kebakaran Hutan 992.571.244,50 26.183.022,90 Lain-lain dan Penyesuaian 12.596.699.098,50 2.236.668.741,00 Perubahan Neto -20.343.901.281,00 -652.304.941,20 Stok Akhir 106.051.178.986,50 2.797.521.986,10 51 Tabel 5.22 lanjutan Uraian Jenis Tegakan Jumlah Sonokeling Rimba Campur Stok Awal 663.403.432,50 2.902.409.100,00 133.410.719.727,30 Perubahan Karena Kegiatan Perekonomian Pemanenan 284.223.937,50 1.017.042.750,00 30.223.275.064,80 Pencurian dan Perusakan Hutan 4.682.340,00 40.581.832,50 1.844.372.580,60 Penggembalaan 412.447,50 3.574.372,50 162.623.733,30 Perubahan Karena Penyebab Alami RiapPertumbuhan 355.789.012,50 771.294.937,50 27.002.236.315,80 Bencana Alam 362.767,50 3.142.777,50 142.989.072,60 Perubahan Karena Penyebab Lain Kebakaran Hutan 2.648.565,00 22.953.712,50 1.044.356.544,90 Lain-lain dan Penyesuaian 443.894.422,50 133.938.315,00 15.411.200.577,00 Perubahan Neto 380.435.467,50 -449.938.822,50 -21.826.580.512,20 Stok Akhir 282.968.482,50 2.452.469.760,00 111.584.139.215,10 Sumber : Rekapitulasi Lampiran 8 Dengan menggunakan kerja kerja SNA yang ada saat ini, nilai manfaat hutan yang berfungsi sebagai layanan ekologis seperti penagturan siklus hidrologi, pencegahan erosi, penyerapan dan penyimpanan karbon, tidak akan pernah terlihat karena ketiadaan harga pasar untuk menilai manfaat tersebut. Manfat tersebut sangat penting dan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, sehingga apabila hanya melihat kontribusi sektor kehutanan yang hanya mencakup produk atau hasil hutan yang memiliki harga pasar nilai layanan ekologis tersebut oleh Hasan dan Ngwenya 2006 diistilahkan dengan manfaat yang hilang dari akun pendapatan nasional missing value from national account.Dengan memasukkan nilai moneter stok karbon yang tersimpan di dalam hutan pada setiap akhir tahun, maka kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB akan meningkat rata-rata sebesar 3,36 dibandingkan dengan perhitungan PDRB konvensional sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 5.23 berikut ini. Tabel 5.23 Kontribusi Sektor Kehutanan ”Tanpa” dan ”Dengan” Memasukkan Nilai Penyimpanan Karbon Tahun Total PDRB Blora Rp PDRB Kehutanan Rp Nilai Karbon Rp 2003 2.278.000.000.000 2.278.000.000.000 131.223.298.926,71 2004 2.253.838.000.000 2.253.838.000.000 127.499.141.488,08 2005 2.555.232.000.000 2.555.232.000.000 123.978.144.878,97 2006 2.873.718.000.000 2.873.718.000.000 121.023.261.230,28 2007 3.145.489.000.000 3.145.489.000.000 118.012.343.356,92 2008 3.636.798.000.000 3.636.798.000.000 115.832.118.348,39 2009 3.993.824.000.000 3.993.824.000.000 114.016.333.637,77 2010 4.472.315.180.000 4.472.315.180.000 111.584.139.550,81 52 Tabel 5.23 lanjutan Tahun PDRB Kehutanan Rp Share PDRB Kehutanan Dengan Karbon Tanpa karbon 2003 509.873.298.927 21,16 12,84 2004 454.160.141.488 19,07 13,31 2005 494.255.144.879 18,45 13,93 2006 529.721.261.230 17,69 13,56 2007 544.654.343.357 16,69 14,22 2008 622.463.118.348 16,59 14,49 2009 645.480.333.638 15,71 14,49 2010 685.818.779.551 14,96 16,62 Rerata 17,54 14,18 Sumber: Blora dalam Angka Tahun 2009 dan 2010, Pengolahan Data Neraca Moneter Karbon Adanya peningkatan yang cukup signifikan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB dengan memasukkan nilai karbon yang tersimpan di dalam hutan, diharapkan memiliki implikasi yang penting bagi penyusun rencana dan pengambil keputusan pembangunan bahwa keberadaan sumberdaya hutan memiliki peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi maupun kesejahteraan manusia, dan apabila perencana dan pengambil keputusan tidak memperoleh sinyal yang tepat maka yang muncul adalah adanya distorsi akan arti penting keberadaan sumberdaya hutan yang dicirikan dengan ketidakhati-hatian dalam pemanfaatannya yang biasanya cenderung untuk memaksimum hasil hutan yang memiliki harga pasar. Perhitungan neraca moneter dari manfaat hutan sebagai penyimpan karbon sebagaimana ditunjukkan sebelumnya diharapkan dapat memberikan penyadaran dan cara pandang baru bagi pengambil keputusan akan pentingnya menjaga kelestarian hutan. Green Regional Accounting yang diterapkan untuk sumberdaya hutan tanpa memasukkan nilai jasa lingkungan hanya akan bersifat memberi disinsentif yaitu hanya menampilkan pengurangan nilai deplesi sebagaimana ditunjukkan dalam analisis perubahan nilai aset tegakan. Nurroochmat et al 2010 memberikan argumentasi bahwa kelemahan formula perhitungan PDRB Hijau yang hanya memasukkan unsur disinsentif tersebut harus dikoreksi dengan memasukkan unsur insentif reward jasa lingkungan. Dengan memperhitungkan nilai jasa lingkungan termasuk nilai manfaat karbon di dalmnya,maka daerah yang dapat mengelola sumberdaya hutannya dengan baik sesuai dengan prinsip kelestarian memiliki harapan memperoleh PDRB Hijau yang lebih besar dibandingkan dengan PDRB konvensionalnya. Untuk melengkapi analisis neraca moneter karbon, selain digunakan harga rata-rata karbon sebesar 15tC, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis sensitifitas dengan menggunakan harga karbon terendah yaitu sebesar 10tC dan harga tertinggi sebesar 15tC. Dengan menggunakan harga karbon sebesar 10tC, pangsa share kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB meningkat menjadi sebesar 16,45 atau lebih tinggi 2,27 dibandingkan pangsa sektor kehutanan tanpa memasukkan nilai manfaat karbon. Pada tingkat harga karbon sebesar 20tC, pangsa sektor kehutanan meningkat menjadi sebesar 18,60 atau 53 lebih tinggi 4,41 dibandingkan pangsa sektor kehutanan tanpa nilai karbon yaitu sebesar 14,18 terhadap PDRB. Tabel 5.24 Perbandingan Pangsa Sektor Kehutanan ”Tanpa” dan ”Dengan” Nilai Manfaat Karbon pada Tingkat Harga Karbon yang Berbeda Tahun Share terhadap PDRB Konvensional Share terhadap PDRB dengan Nilai Manfaat Karbon 10tC 15tC 20tC 2003 12,84 19,71 21,16 22,57 2004 13,31 17,60 19,07 20,49 2005 13,93 17,17 18,45 19,69 2006 13,56 16,56 17,69 18,78 2007 14,22 15,67 16,69 17,68 2008 14,49 15,72 16,59 17,44 2009 14,49 14,93 15,71 16,49 2010 16,62 14,27 14,96 15,65 Rerata 14,18 16,45 17,54 18,60 Sumber: Blora dalam Angka Tahun 2009 dan 2010, Rekapitulasi Lampiran 8 dengan Menggunakan Harga Karbon sebesar 10tC, 15tC dan 20tC

5.5 Integrasi Neraca Moneter Tegakan dan Karbon ke Dalam Perhitungan PDRB Sektor Kehutanan

Secara konvensional nilai PDRB yang disumbangkan dari sektor kehutanan digitung dengan dengan menggunakan pendekatan produksi atau nilai tambah value added yaitu selisih antara nilai produk dengan nilai input antara intermediate input yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Dengan metode yang demikian, maka nilai penyusutan aset tegakan tidak dapat tergambar dalam PDRB yang dilaporan berdasarkan kerangka kerja konvensional yang ada. Penyesuaian besaran PDRB konvensional diperlukan untuk menghitung besaran PDRB yang berkelanjutan. Penyesuaian tersebut adalah dengan memasukkan nilai depresiasi aset sumberdaya alam degradasi lingkungan sehingga disebut dengan PDRB Hijau atau eco domestic regional product. PDRB Hijau atau disebut juga dengan PDRB ramah lingkungan dihitung dengan mengurangkan PDRB konvensional tersebut dengan deplesi sumberdaya hutan dan nilai degradasi lingkungan Suparmoko 2005. Dalam konteks penelitian ini nilai degradasi lingkungan direpresentasikan dengan pengurangan kapasitas hutan untuk menyimpan karbon dalam bentuk biomassa pohon sedangkan nilai deplesi sumberdaya hutan dibatasi pada penurunan nilai moneter dari aset tegakan. Depresiasi sumberdaya alam adalah penyusutan terhadap modal alami natural capital di daerah yang bersangkutan. Selanjutnya nilai deplesi dan degradasi sumberdaya alam itu harus dikurangkan dari nilai PDRB sehingga memperkecil nilai PDRB dengan asumsi dana yang terkumpul dari nilai depresiasi tersebut akan diinvestasikan kembali dalam pembentukan modal alami. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa volume sumberdaya hutan tahun tertentu berkurang karena deplesi dan degradasi sumberdaya alam dan sekaligus nilai PDRB harus dikurangi dengan depresiasinya pada tahun yang sama, namun akan diinvestasikan pada tahun- 54 tahun yang akan datang. Dengan kata lain jika terjadi depresiasi sumberdaya alam, maka baik PDRB maupun kapital alami berkurang sebesar nilai depresiasinya. Tabel 5.27 berikut ini menampilkan ringkasan hasil dari integrasi akumulasi neto tegakan dan karbon untuk mengkoreksi sumbangan sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora dari tahun 2003 sampai dengan 2010. Tabel 5.25 PDRB Konvensional, Depresisasi Tegakan Karbon dan PDRB Hijau Sektor Kehutanan Kabupaten Blora Tahun 2003-2010 Tahun PDRB Sektor Kehutanan Depresiasi Tegakan Depresiasi Karbon PDRB Hijau 2003 378.650.000.000 56.802.758.365,25 2.187.420.871,27 319.659.820.763,48 2004 326.661.000.000 100.673.441.432,56 3.724.157.438,63 222.263.401.128,81 2005 370.277.000.000 73.482.992.076,19 3.520.996.609,11 293.273.011.314,70 2006 408.698.000.000 89.532.926.372,89 2.954.883.648,70 316.210.189.978,41 2007 426.642.000.000 97.042.606.463,84 3.010.917.873,36 326.588.475.662,80 2008 506.631.000.000 78.787.388.457,40 2.180.225.008,53 425.663.386.534,08 2009 531.464.000.000 69.979.878.469,36 1.815.784.710,62 459.668.336.820,02 2010 574.234.640.000 101.145.668.274,57 2.432.194.086,97 470.656.777.638,47 Sumber: Blora dalam Angka Tahun 2009 dan 2010, Pengolahan Data Neraca Moneter Tegakan dan Karbon Berdasarkan tabel 5.25 diketahui bahwa nilai PDRB Hijau atau PDRB ramah lingkungan yang disumbangkan dari sektor kehutanan nilainya lebih rendah dibandingkan dengan PDRB konvensional. Besaran koreksi sumbangan sektor kehutanan terhadap Kabupaten Blora dengan memasukkan deplesi tegakan dan karbon tersimpan di dalam hutan selama kurun waktu 2003-2010 rata-rata sebesar 2,87. Tabel 5.26 Perbandingan Pangsa Sektor Kehutanan Terhadap PDRB Kabupaten Blora Tahun Share PDRB Sektor Kehutanan Konvensional Share PDRB Sektor Kehutanan Hijau Koreksi 2003 16,62 14,03 2,59 2004 14,49 9,86 4,63 2005 14,49 11,48 3,01 2006 14,22 11,00 3,22 2007 13,56 10,38 3,18 2008 13,93 11,70 2,23 2009 13,31 11,51 1,80 2010 12,84 10,52 2,32 Rerata 14,18 10,38 2,87 Sumber: Blora dalam Angka Tahun 2009 dan 2010, Pengolahan Data Neraca Moneter Tegakan dan Karbon