Efektivitas Pemanfaatan Media Sosial
Dalam mengungkap berbagai hal yang berkaitan dengan pemanfaatan media baru dalam bidang politik, Van Dijk menggunakan istilah digital democracy yang
dalam pandangannya secara luas diterjemahkan sebagai upaya mempraktikkan demokrasi tanpa batasan waktu, tempat, dan kondisi fisik lainnya, dengan
menggunakan peralatan digital, dan sebagai tambahannya, demokrasi digital ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan praktik politik ‘analog’ tradisional. Dari
pendapat Van Dijk tersebut, para politisi di Indonesia tentu dapat melihat betapa besar potensi yang ditawarkan media baru dalam politik praktis dengan
karakteristiknya yang begitu solutif. Partai-partai politik ataupun politisi yang cerdas, seharusnya tidak menyia-nyiakan peluang baru ini.
3
Sebelum menelusuri lebih lanjut hubungan yang dinamis antara media sosial dan politik, peneliti merasa perlu untuk memaparkan data berupa total pertumbuhan
pengguna media sosial. Awalnya internet hanya digunakan oleh 55 juta dari total populasi sebesar 240 juta pada tahun 2012, Indonesia telah menyaksikan
pertumbuhan penggunaan media sosial yang luar biasa, dengan 90 persen aktivitas online dicurahkan untuk berselancar di situs jejaring sosial. Indonesia telah menjadi
negara terbesar ketiga di Facebook dengan 43 juta pengguna dan kelima terbesar di Twitter dengan 29,4 juta pengguna. Dengan perkembangan setinggi itu, banyak
pihak yang memperkirakan bahwa media sosial akan bermanfaat bagi hajatan politik.
4
3
Van Dijk, The Network Society, London: Sage Publication Ltd, 2006, h. 103-104.
4
Merlyna Lim, Klik yang Tak Memantik: Aktivisme Media Sosial di Indonesia, dalam Jurnal Komunikasi Indonesia, Volume III, Nomor 1, Depok: Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014, h. 37.
Dalam paparan tentang pertumbuhan pengguna media sosial yang telah diuraikan oleh Jurnal Komunikasi Indonesia sebelumnya, kali ini data yang
dipublikasikan oleh Lembaga We are social, pada tahun 2015 di Indonesia sendiri tingkat top active social platform yang paling tinggi adalah Facebook dan Twitter.
Berikut adalah persentase penggunaan media sosial:
5
Gambar 4.1. Persentase Pengunaan Media Sosial di Indonesia
6
Sumber: We Are Social
Dari gambar 4.1. di atas, We Are Social menyebutkan, pada tahun 2015 media sosial Facebook menempati posisi teratas dengan 14 persen, dan Twitter menempati
posisi kedua social network dengan angka 11 persen. Berhubungan dengan hal tersebut, pada Pilkada Tangsel 2015 diperkirakan media sosial ini berpengaruh
5
We are social yakni sebuah lembaga statistik yang menggabungkan pemahaman bawaan dari media sosial dengan keterampilan digital, PR, dan pemasaran. Sepenuhnya berfokus pada
inovatif, kreatif dan efektif pemasaran media sosial dan komunikasi. Berdiri tahun 2008 dan telah berkembang menjadi sebuah tim internasional dengan 550 anggota di 11 kantor yang tersebar di
seluruh dunia.
6
We Are Social, Top Active Social Platform, diakses dari http:www.wearesocial.sg pada 3 Maret 2016, pukul 13:20 WIB.
cukup besar, terutama jika kandidat Pilkada ingin mendapatkan dukungan dari para pemilih kalangan muda pemilih pemula. Di mana pemilih pemula ini bisa
dikatakan merupakan golongan pemilih yang paling sering mengakses media sosial melalui handphone atau gadget. Jumlah pengguna internet diprediksikan akan terus
bertambah, dikarenakan ini didukung oleh kemudahan tersedianya fasilitas untuk terhubung dengan internet modem, WiFi, hotspot, dan lain-lain dalam mengakses
informasi. Keterangan yang peneliti peroleh dari Jurnal Komunikasi Indonesia, jumlah
pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahun. Salah satu studi mengenai internet yang dilaksanakan oleh Markplus Insight
mengonfirmasi pertumbuhan tersebut. Studi ini menunjukkan bahwa penetrasi mobile internet di Indonesia mencapai seratus persen dibandingkan dengan total
pengguna pada tahun 2010. Pertumbuhan ini telah menyumbangkan dan membawa total pengguna internet di Indonesia secara signifikan meningkat 57 persen pada
tahun 2011 dari 45 juta pengguna pada tahun sebelumnya The Jakarta Post, 2011.
7
Studi tersebut dilaksanakan di sepuluh kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Denpasar, Pekanbaru,
Palembang, dan Banjarmasin. Data didapat dari 2161 pengguna internet dengan rentang umur 16 - 64 tahun yang menggunakan internet selama lebih dari tiga jam
per hari. Ditemukan bahwa kelompok umur 15 - 30 tahun, yang merupakan 80
7
Sherly Haristya, Digital Natives: Pemahaman dan Sikap Mengenai Hak Cipta dan Kreativitas Digital,
dalam Jurnal Komunikasi Indonesia…, h. 5.
persen dari total responden adalah pengguna internet aktif dalam penelitian ini The Jakarta Post, 2011.
8
Selain itu data yang didapat dari riset perilaku anak dan remaja dalam menggunakan internet yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan
Informatika Kominfo Indonesia bekerjasama dengan United Nations International Childrens Emergency Fund UNICEF.
9
Menemukan fakta bahwa, menurut data terbaru, setidaknya 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna
internet, dan media digital saat ini menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang mereka gunakan. Hasil studi menemukan bahwa 80 persen responden yang disurvei
merupakan pengguna internet, dengan bukti kesenjangan digital yang kuat antara mereka yang tinggal di wilayah perkotaan dan lebih sejahtera di Indonesia, dengan
mereka yang tinggal di daerah perdesaan dan kurang sejahtera. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta dan Banten, misalnya, hampir semua responden
merupakan pengguna internet. Sementara di Maluku Utara dan Papua Barat, kurang dari sepertiga jumlah responden telah menggunakan internet.
10
Studi ini merupakan yang pertama di antara penelitian sejenisnya, dengan keunikan data pada golongan
anak dan remaja yang belum pernah menggunakan internet. Kesenjangan yang
8
Sherly Haristya, Digital Natives: Pemahaman dan Sikap Mengenai Hak Cipta dan Kreativitas Digital,
dalam Jurnal Komunikasi Indonesia…, h. 6.
9
Studi ini didanai oleh UNICEF dan dilaksanakan oleh Kementerian Kominfo dengan menelusur aktivitas online dari sampel anak dan remaja usia 10-19 sebanyak 400 responden yang
tersebar di seluruh negeri dan mewakili wilayah perkotaan dan perdesaan. Studi dibangun berdasar pada penelitian sebelumnya sehingga didapatkan gambaran yang paling komprehensif dan terkini
tentang penggunaan media digital di kalangan anak-anak dan remaja Indonesia, termasuk motivasi mereka, serta informasi tentang anak remaja berusia 10-19 yang tidak menggunakan media digital.
Dengan demikian, penelitian ini baru pertama kali dilakukan dibandingkan penelitian serupa lainnya di Indonesia.
10
Kepala Pusat Informasi dan Humas Keminfo, diakses dari https:kominfo.go.id pada 10 Mei 2016, pukul 1:21 WIB.
paling jelas terlihat, di daerah perkotaan hanya 13 persen dari anak dan remaja yang tidak menggunakan internet, sementara daerah perdesaan, menyumbang jumlah 87
persen.
11
Dari data tersebut, ternyata media sosial dianggap sangat efektif dan efisien dalam menyisir pemilih pemula. Hal ini sama seperti yang diungkap oleh Sonny
Majid Daeng Taran Selaku Tim Koordinator Counter Issue dan Juru Bicara Airin Rachmi Diany:
Dengan pemanfaatan media sosial ini terutama kepada pemilih pemula maka kita bisa menyampaikannya dengan genre yang berbeda. Mengikuti gaya hidup
anak muda, di sini kami menggunakan Facebook dan Twitter tetapi beberapa juga membuat video Youtube. Hal tersebut dilakukan untuk menyisir pemilih
pemula yang notabenenya mereka menganggap kalau media sosial itu sebagai gaya hidup.
12
Berdasarkan data yang didapat tentang top active social platforms dari lembaga statistik We Are Social dan kutipan wawancara di atas dapat kita nilai bahwa
pengguna media sosial ini lebih tertarik mencari informasi politik melalui media sosial, hal ini dikarenakan mereka bisa memberikan masukan dan kritikan secara
langsung tanpa harus ikut dalam kampanye terbuka, selain itu pengguna melalui media sosial bisa membandingkan visi misi, latar belakang calon dan programnya
dengan cepat sehingga media ini dipilih sebagai sarana mendapatkan informasi politik, oleh karena itu media sosial sangat penting dalam memengaruhi
masyarakat.
11
Kepala Pusat Informasi dan Humas Keminfo, diakses dari https:kominfo.go.id pada 10 Mei 2016, pukul 1:21 WIB.
12
Wawancara dengan Sonny Majid Daeng Taran, pada 24 April 2016.
Dengan demikian, media sosial dalam komunikasi politik telah menciptakan peluang baru, bukan hanya berperan sebagai penyampai transmitter dari pesan-
pesan politik yang dilakukan oleh aktor politik pada khalayak, namun media sosial juga berperan sebagai aktor politik dalam proses politik. Pada umumnya, para aktor
politik harus menggunakan media untuk mendapatkan dukungan dari khalayak, karena tanpa media, khalayak juga tidak akan mengetahui aktor politik yang
bermain di panggung politik. Kegiatan politik, program politik, pernyataan politik dan sejenisnya tidak akan mencapai khalayak jika tidak menggunakan media.
Hal inilah yang kemudian membuat para aktor politik berusaha mengekspos atau mensosialisasikan program kampanyenya di media sosial Facebook dan
Twitter agar tujuan politik mereka terkomunikasikan dengan khalayak. Bahkan, pada event seperti Pilkada, para kandidat seringkali mempercayakan pengelolaan
manajemen kampanye kepada seorang juru kampanye. Tentu Tim Sukses juga merupakan elemen yang penting dalam mendukung kesuksesan kandidat Pilkada
guna meraih target politik yang diharapkan. Ini tentu tidak lepas dari usaha juru kampanye agar kandidat Pilkada yang bersangkutan mendapatkan citra positif di
mata publik. Kini mengandalkan media sosial sebagai sarana sosialisasi figur dan sosialisasi
program kampanye untuk membentuk pencitraan sudah menjadi pilihan Tim Sukses dalam kampanye politik. Media sosial tidak seperti media mainstream,
media sosial antara lain Facebook dan Twitter memberi kesempatan pengguna untuk aktif saling berkomunikasi melalui tulisan, gambar, dan audio dan atau video.
Media sosial membuka peluang suatu komunitas besar untuk dapat saling
terhubung secara mudah dan murah melalui berbagai bentuk layanan media sosial. Karena itu media sosial dianggap cukup efektif untuk mendongrak popularitas
sekaligus meningkatkan perolehan suara dalam setiap Pemilu ataupun Pilkada. Pada media sosial, persuasi politik memainkan peranan penting dalam membentuk
pencitraan untuk merebut popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas. Bagaimanapun juga, bidang politik merupakan bidang yang butuh publisitas
tentunya, sehingga media baru banyak digunakan dalam hal promosi politik. Berdasarkan data yang telah diuraikan sebelumnya oleh peneliti, maka untuk
meningkatkan popularitas
dan elektabilitas,
pasangan Airin-Benyamin
memanfaatkan media sosial untuk membangun isu-isu politik, mensosialisasikan program-program, profil dan kegiatan-kegiatannya. Hal ini dianggap cukup efektif
dalam memengaruhi opini dan perilaku politik masyarakat seperti yang diungkap oleh Sonny Majid yang menegaskan bahwa:
Kalau dalam konteks propaganda dan perang wacana penggunaan media sosial cukup efektif, selain untuk menyampaikan visi misi kandidat, penggunaan
media sosial juga untuk menyisi r pemilih yang agak’ sulit tersentuh langsung
oleh Tim Sukses atau pasangan calon. Contohnya seperti pemilih di perumahan. Mengingat karakter sebagian masyarakat Tangsel adalah
masyarakat urban, sehingga media sosial bisa menjadi jalan alternatif.
13
Platform media sosial seperti Facebook dan Twitter memang tidak mendukung berlangsungnya percakapan panjang, tetapi fitur-fiturnya mengarahkan pengguna
untuk memelihara interaksi yang cepat dan singkat, serta untuk melakukan banyak hal pada saat yang sama. Meningkatkan kecepatan dan ukuran informasi, ditambah
dengan cepat dan ringkasnya interaksi membuat media sosial lebih ramah bagi
13
Wawancara dengan Sonny Majid Daeng Taran, pada 24 April 2016.
narasi yang sederhana dan atau narasi yang disederhanakan dibandingkan yang rumit kompleks.
Narasi sederhana atau yang disederhanakan yang dihubungkan dengan kegiatan kampanye politik di media sosial, memiliki kemungkinan yang lebih tinggi
untuk cepat menyebar dan melahirkan aktivisme politik di media sosial. Itulah sebabnya, mengapa masing-masing kandidat politik memiliki Tim Media yang
berfokus pada kegiatan kampanye di media baru demi menggalang dukungan dan membangun citra positif di mata publik, dimana individu dan grup menghasilkan
aktivisme online secara kolektif dan menerjemahkannya menjadi pergerakan dunia nyata di ranah offline Lim, 2006.
14
Media sosial yang berakar pada hubungan sosial dan jaringan sosial. Akibatnya, jaringan yang tercipta dalam media sosial
menyerupai jaringan secara offline. Individu terkelompokkan berdasarkan usia, ketertarikan, serta kesamaan sosial dan budaya lain.
Pengunaan media sosial sebagai sosialisasi program kampanye tentu saja bukan jaminan bahwa kandidat Pilkada akan sukses. Melihat dari event Pilkada
yang sebelumnya, baik Tim Sukses maupun Tim Media memberikan porsinya tersendiri dalam keberhasilan si kandidat Pilkada. Dalam hal ini, teamwork salah
satu faktor penting dalam manajemen kampanye. Jadi pada event demokrasi tingkat lokal ini, tugas dari Tim Sukses dan Tim Media tidaklah mudah. Baik Tim Sukses
dan Tim Media harus pandai mencari dan memanfaatkan peluang yang ada. Dalam membaca peluang yang ada harus jeli, kritis, teliti, dan proaktif.
14
Merlyana Lim, Klik yang Tak Memantik: Aktivisme Media Sosial di Indonesia, dalam Jurnal Komunikasi Indonesia, h. 37.
Membahas mengenai Tim Media, peneliti juga mewawancarai Tim Media Airin-Benyamin yaitu Rudy Gani. Beliau sempat menjadi bagian dari orang yang
kontra terhadap Airin dan sering menulis di Banten Crisis Center BCC, termasuk yang ikut dalam membuat petisi lengserkan Airin. Tetapi kini ia aktif dalam
mendukung pasangan Airin-Benyamin, bahkan termasuk sebagai salah seorang yang menggagas berdirinya Tangsel Institut.
15
Rudy berpendapat bahwa: Media sosial diakui sangat efektif dalam menampilkan profil terbaik di
panggung politik demi menciptakan image kandidat, tetapi pada intinya kami Tim Media lebih ke arah bagaimana mendistribusikan informasi, merangkul
teman-teman kalangan muda khususnya yang aktif menggunakan media sosial untuk membangun jaringan yang bisa mewadahi komunitas-komunitas
pemuda di Tangsel. Jadi kami menyampaikan apa adanya, tidak mengurangi juga tidak menambahkan, artinya kami tidak mengada-ngada yang memang
tidak ada. Airin dikenal sebagai keluarga
korup ya’ memang seperti itu adanya, tidak bisa kami pungkiri. Sebenarnya kami mengedukasi masyarakat agar
cerdas dalam memilih, jangan kemudian mereka memilih berangkat dari kandidat yang sifatnya terus menjelek-jelekkan.
16
Kutipan wawancara di atas kemudian menjelaskan bahwa media sosial menjadi sumber rujukan bagi calon pemilih untuk mengenali sosok kandidat. Sudah
seharusnya media sosial dimanfaatkan sebagai sarana pembangkit kesadaran bersama, selama ini rakyat sudah capek, putus asa, dan apatis dengan perilaku
politik di Indonesia. Pemanfaatan media sosial sebagai peluang untuk mensosialisasikan program kampanye dari kandidat Pilkada yang diunggulkan
sekaligus membangun citra positif kandidat yang diusungnya misalnya, merupakan
15
Tangsel Institut secara resmi diresmikan tahun 2016. Lahir dari sebuah gagasan penyeimbang kekuasaan di Tangsel, berangkat dari obrolan-obrolan yang mengarah kepada wacana
dan pengkajian media yang menjadi pengawal roda pemerintahan Tangsel. Tidak semata-mata hanya untuk Pilkada, Tangsel Institut ini bagian dari proses pengawal pemerintahan.
16
Wawancara dengan Rudy Gani, pada 27 April 2016.
salah satu dari sekian banyak peluang yang tercipta dari adanya media baru khususnya media sosial.
Citra yang berusaha direpresentasikan tersebut di sisi lain terkadang melampaui realitas dalam kehidupan manusia atau dalam bahasa lainnya
terjadi hyperreality. Sehingga pada titik tertentu, masyarakat modern menerima realitas dengan beraneka macam bentuk citra yang dihadapkan pada mereka,
kemudian serta merta meyakini kebenaran yang diberikan atau direpresentasikan dari citranya. Dengan demikian, media sosial mampu membentuk image dengan
tujuan mempengaruhi perilaku politik masyarakat.
17
Sebuah pencitraan merupakan bagian atau salah satu model dari simulasi yang dimaksudkan Jean Baudrillard
bahwa simulasi adalah citra tanpa referensi suatu simulacrum. Simulacrum dapat dipahami sebagai sebuah cara pemenuhan kebutuhan masyarakat modern atas tanda
atau penampakan yang menyatakan diri sebagai realitas. Media sosial sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas dari citra politik.
18
Dalam aktifitas politik, setiap kandidat mencoba berbagai usaha untuk memperoleh dukungan dalam pencapaian tujuan politiknya. Untuk itu, diperlukan
sarana komunikasi dan informasi. Media sosial sebagai salah satu sarana informasi yang sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dimasa sekarang menjadi ruang
konstruksi citra bagi politisi. Masalahnya, meski Tim Media sudah dapat menggalang dukungan dari khalayak lewat media sosial, mereka sekaligus juga
17
Diakses dari ruangantara.org pada 31 Mei 2016, pukul 22:20 WIB.
18
Ruang Antara adalah wadah apresiasi dan berbagi pengetahuan bagi seluruh kalangan. Ranah kerjanya meliputi aktifitas riset, edukasi, dan advokasi yang bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan masyarakat dalam bidang sosial-kebudayaan dan teknologi informasi.
mendapatkan serangan dari khalayak lainnya yang tidak menyukai pasangan yang mereka bela.
Karena itulah, secara umum dapat dikatakan, sehebat atau seintensif apapun penggunaan atau pengoptimasian media sosial oleh politisi, politisi tidak akan
berhasil menang dalam persaingan politik, jika sang politisi tidak memiliki Tim Sukses yang solid dan pengorganisasian kampanye yang mumpuni, terencana, dan
terfokus. Maka dari itu, pemanfaatan media baru ini ternyata telah memberikan peluang baru sekaligus tantangan baru bagi komunikasi politik.