Efektivitas Pemanfaatan Media Sosial

Dalam mengungkap berbagai hal yang berkaitan dengan pemanfaatan media baru dalam bidang politik, Van Dijk menggunakan istilah digital democracy yang dalam pandangannya secara luas diterjemahkan sebagai upaya mempraktikkan demokrasi tanpa batasan waktu, tempat, dan kondisi fisik lainnya, dengan menggunakan peralatan digital, dan sebagai tambahannya, demokrasi digital ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan praktik politik ‘analog’ tradisional. Dari pendapat Van Dijk tersebut, para politisi di Indonesia tentu dapat melihat betapa besar potensi yang ditawarkan media baru dalam politik praktis dengan karakteristiknya yang begitu solutif. Partai-partai politik ataupun politisi yang cerdas, seharusnya tidak menyia-nyiakan peluang baru ini. 3 Sebelum menelusuri lebih lanjut hubungan yang dinamis antara media sosial dan politik, peneliti merasa perlu untuk memaparkan data berupa total pertumbuhan pengguna media sosial. Awalnya internet hanya digunakan oleh 55 juta dari total populasi sebesar 240 juta pada tahun 2012, Indonesia telah menyaksikan pertumbuhan penggunaan media sosial yang luar biasa, dengan 90 persen aktivitas online dicurahkan untuk berselancar di situs jejaring sosial. Indonesia telah menjadi negara terbesar ketiga di Facebook dengan 43 juta pengguna dan kelima terbesar di Twitter dengan 29,4 juta pengguna. Dengan perkembangan setinggi itu, banyak pihak yang memperkirakan bahwa media sosial akan bermanfaat bagi hajatan politik. 4 3 Van Dijk, The Network Society, London: Sage Publication Ltd, 2006, h. 103-104. 4 Merlyna Lim, Klik yang Tak Memantik: Aktivisme Media Sosial di Indonesia, dalam Jurnal Komunikasi Indonesia, Volume III, Nomor 1, Depok: Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014, h. 37. Dalam paparan tentang pertumbuhan pengguna media sosial yang telah diuraikan oleh Jurnal Komunikasi Indonesia sebelumnya, kali ini data yang dipublikasikan oleh Lembaga We are social, pada tahun 2015 di Indonesia sendiri tingkat top active social platform yang paling tinggi adalah Facebook dan Twitter. Berikut adalah persentase penggunaan media sosial: 5 Gambar 4.1. Persentase Pengunaan Media Sosial di Indonesia 6 Sumber: We Are Social Dari gambar 4.1. di atas, We Are Social menyebutkan, pada tahun 2015 media sosial Facebook menempati posisi teratas dengan 14 persen, dan Twitter menempati posisi kedua social network dengan angka 11 persen. Berhubungan dengan hal tersebut, pada Pilkada Tangsel 2015 diperkirakan media sosial ini berpengaruh 5 We are social yakni sebuah lembaga statistik yang menggabungkan pemahaman bawaan dari media sosial dengan keterampilan digital, PR, dan pemasaran. Sepenuhnya berfokus pada inovatif, kreatif dan efektif pemasaran media sosial dan komunikasi. Berdiri tahun 2008 dan telah berkembang menjadi sebuah tim internasional dengan 550 anggota di 11 kantor yang tersebar di seluruh dunia. 6 We Are Social, Top Active Social Platform, diakses dari http:www.wearesocial.sg pada 3 Maret 2016, pukul 13:20 WIB. cukup besar, terutama jika kandidat Pilkada ingin mendapatkan dukungan dari para pemilih kalangan muda pemilih pemula. Di mana pemilih pemula ini bisa dikatakan merupakan golongan pemilih yang paling sering mengakses media sosial melalui handphone atau gadget. Jumlah pengguna internet diprediksikan akan terus bertambah, dikarenakan ini didukung oleh kemudahan tersedianya fasilitas untuk terhubung dengan internet modem, WiFi, hotspot, dan lain-lain dalam mengakses informasi. Keterangan yang peneliti peroleh dari Jurnal Komunikasi Indonesia, jumlah pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahun. Salah satu studi mengenai internet yang dilaksanakan oleh Markplus Insight mengonfirmasi pertumbuhan tersebut. Studi ini menunjukkan bahwa penetrasi mobile internet di Indonesia mencapai seratus persen dibandingkan dengan total pengguna pada tahun 2010. Pertumbuhan ini telah menyumbangkan dan membawa total pengguna internet di Indonesia secara signifikan meningkat 57 persen pada tahun 2011 dari 45 juta pengguna pada tahun sebelumnya The Jakarta Post, 2011. 7 Studi tersebut dilaksanakan di sepuluh kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Denpasar, Pekanbaru, Palembang, dan Banjarmasin. Data didapat dari 2161 pengguna internet dengan rentang umur 16 - 64 tahun yang menggunakan internet selama lebih dari tiga jam per hari. Ditemukan bahwa kelompok umur 15 - 30 tahun, yang merupakan 80 7 Sherly Haristya, Digital Natives: Pemahaman dan Sikap Mengenai Hak Cipta dan Kreativitas Digital, dalam Jurnal Komunikasi Indonesia…, h. 5. persen dari total responden adalah pengguna internet aktif dalam penelitian ini The Jakarta Post, 2011. 8 Selain itu data yang didapat dari riset perilaku anak dan remaja dalam menggunakan internet yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika Kominfo Indonesia bekerjasama dengan United Nations International Childrens Emergency Fund UNICEF. 9 Menemukan fakta bahwa, menurut data terbaru, setidaknya 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet, dan media digital saat ini menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang mereka gunakan. Hasil studi menemukan bahwa 80 persen responden yang disurvei merupakan pengguna internet, dengan bukti kesenjangan digital yang kuat antara mereka yang tinggal di wilayah perkotaan dan lebih sejahtera di Indonesia, dengan mereka yang tinggal di daerah perdesaan dan kurang sejahtera. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta dan Banten, misalnya, hampir semua responden merupakan pengguna internet. Sementara di Maluku Utara dan Papua Barat, kurang dari sepertiga jumlah responden telah menggunakan internet. 10 Studi ini merupakan yang pertama di antara penelitian sejenisnya, dengan keunikan data pada golongan anak dan remaja yang belum pernah menggunakan internet. Kesenjangan yang 8 Sherly Haristya, Digital Natives: Pemahaman dan Sikap Mengenai Hak Cipta dan Kreativitas Digital, dalam Jurnal Komunikasi Indonesia…, h. 6. 9 Studi ini didanai oleh UNICEF dan dilaksanakan oleh Kementerian Kominfo dengan menelusur aktivitas online dari sampel anak dan remaja usia 10-19 sebanyak 400 responden yang tersebar di seluruh negeri dan mewakili wilayah perkotaan dan perdesaan. Studi dibangun berdasar pada penelitian sebelumnya sehingga didapatkan gambaran yang paling komprehensif dan terkini tentang penggunaan media digital di kalangan anak-anak dan remaja Indonesia, termasuk motivasi mereka, serta informasi tentang anak remaja berusia 10-19 yang tidak menggunakan media digital. Dengan demikian, penelitian ini baru pertama kali dilakukan dibandingkan penelitian serupa lainnya di Indonesia. 10 Kepala Pusat Informasi dan Humas Keminfo, diakses dari https:kominfo.go.id pada 10 Mei 2016, pukul 1:21 WIB. paling jelas terlihat, di daerah perkotaan hanya 13 persen dari anak dan remaja yang tidak menggunakan internet, sementara daerah perdesaan, menyumbang jumlah 87 persen. 11 Dari data tersebut, ternyata media sosial dianggap sangat efektif dan efisien dalam menyisir pemilih pemula. Hal ini sama seperti yang diungkap oleh Sonny Majid Daeng Taran Selaku Tim Koordinator Counter Issue dan Juru Bicara Airin Rachmi Diany: Dengan pemanfaatan media sosial ini terutama kepada pemilih pemula maka kita bisa menyampaikannya dengan genre yang berbeda. Mengikuti gaya hidup anak muda, di sini kami menggunakan Facebook dan Twitter tetapi beberapa juga membuat video Youtube. Hal tersebut dilakukan untuk menyisir pemilih pemula yang notabenenya mereka menganggap kalau media sosial itu sebagai gaya hidup. 12 Berdasarkan data yang didapat tentang top active social platforms dari lembaga statistik We Are Social dan kutipan wawancara di atas dapat kita nilai bahwa pengguna media sosial ini lebih tertarik mencari informasi politik melalui media sosial, hal ini dikarenakan mereka bisa memberikan masukan dan kritikan secara langsung tanpa harus ikut dalam kampanye terbuka, selain itu pengguna melalui media sosial bisa membandingkan visi misi, latar belakang calon dan programnya dengan cepat sehingga media ini dipilih sebagai sarana mendapatkan informasi politik, oleh karena itu media sosial sangat penting dalam memengaruhi masyarakat. 11 Kepala Pusat Informasi dan Humas Keminfo, diakses dari https:kominfo.go.id pada 10 Mei 2016, pukul 1:21 WIB. 12 Wawancara dengan Sonny Majid Daeng Taran, pada 24 April 2016. Dengan demikian, media sosial dalam komunikasi politik telah menciptakan peluang baru, bukan hanya berperan sebagai penyampai transmitter dari pesan- pesan politik yang dilakukan oleh aktor politik pada khalayak, namun media sosial juga berperan sebagai aktor politik dalam proses politik. Pada umumnya, para aktor politik harus menggunakan media untuk mendapatkan dukungan dari khalayak, karena tanpa media, khalayak juga tidak akan mengetahui aktor politik yang bermain di panggung politik. Kegiatan politik, program politik, pernyataan politik dan sejenisnya tidak akan mencapai khalayak jika tidak menggunakan media. Hal inilah yang kemudian membuat para aktor politik berusaha mengekspos atau mensosialisasikan program kampanyenya di media sosial Facebook dan Twitter agar tujuan politik mereka terkomunikasikan dengan khalayak. Bahkan, pada event seperti Pilkada, para kandidat seringkali mempercayakan pengelolaan manajemen kampanye kepada seorang juru kampanye. Tentu Tim Sukses juga merupakan elemen yang penting dalam mendukung kesuksesan kandidat Pilkada guna meraih target politik yang diharapkan. Ini tentu tidak lepas dari usaha juru kampanye agar kandidat Pilkada yang bersangkutan mendapatkan citra positif di mata publik. Kini mengandalkan media sosial sebagai sarana sosialisasi figur dan sosialisasi program kampanye untuk membentuk pencitraan sudah menjadi pilihan Tim Sukses dalam kampanye politik. Media sosial tidak seperti media mainstream, media sosial antara lain Facebook dan Twitter memberi kesempatan pengguna untuk aktif saling berkomunikasi melalui tulisan, gambar, dan audio dan atau video. Media sosial membuka peluang suatu komunitas besar untuk dapat saling terhubung secara mudah dan murah melalui berbagai bentuk layanan media sosial. Karena itu media sosial dianggap cukup efektif untuk mendongrak popularitas sekaligus meningkatkan perolehan suara dalam setiap Pemilu ataupun Pilkada. Pada media sosial, persuasi politik memainkan peranan penting dalam membentuk pencitraan untuk merebut popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas. Bagaimanapun juga, bidang politik merupakan bidang yang butuh publisitas tentunya, sehingga media baru banyak digunakan dalam hal promosi politik. Berdasarkan data yang telah diuraikan sebelumnya oleh peneliti, maka untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas, pasangan Airin-Benyamin memanfaatkan media sosial untuk membangun isu-isu politik, mensosialisasikan program-program, profil dan kegiatan-kegiatannya. Hal ini dianggap cukup efektif dalam memengaruhi opini dan perilaku politik masyarakat seperti yang diungkap oleh Sonny Majid yang menegaskan bahwa: Kalau dalam konteks propaganda dan perang wacana penggunaan media sosial cukup efektif, selain untuk menyampaikan visi misi kandidat, penggunaan media sosial juga untuk menyisi r pemilih yang agak’ sulit tersentuh langsung oleh Tim Sukses atau pasangan calon. Contohnya seperti pemilih di perumahan. Mengingat karakter sebagian masyarakat Tangsel adalah masyarakat urban, sehingga media sosial bisa menjadi jalan alternatif. 13 Platform media sosial seperti Facebook dan Twitter memang tidak mendukung berlangsungnya percakapan panjang, tetapi fitur-fiturnya mengarahkan pengguna untuk memelihara interaksi yang cepat dan singkat, serta untuk melakukan banyak hal pada saat yang sama. Meningkatkan kecepatan dan ukuran informasi, ditambah dengan cepat dan ringkasnya interaksi membuat media sosial lebih ramah bagi 13 Wawancara dengan Sonny Majid Daeng Taran, pada 24 April 2016. narasi yang sederhana dan atau narasi yang disederhanakan dibandingkan yang rumit kompleks. Narasi sederhana atau yang disederhanakan yang dihubungkan dengan kegiatan kampanye politik di media sosial, memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk cepat menyebar dan melahirkan aktivisme politik di media sosial. Itulah sebabnya, mengapa masing-masing kandidat politik memiliki Tim Media yang berfokus pada kegiatan kampanye di media baru demi menggalang dukungan dan membangun citra positif di mata publik, dimana individu dan grup menghasilkan aktivisme online secara kolektif dan menerjemahkannya menjadi pergerakan dunia nyata di ranah offline Lim, 2006. 14 Media sosial yang berakar pada hubungan sosial dan jaringan sosial. Akibatnya, jaringan yang tercipta dalam media sosial menyerupai jaringan secara offline. Individu terkelompokkan berdasarkan usia, ketertarikan, serta kesamaan sosial dan budaya lain. Pengunaan media sosial sebagai sosialisasi program kampanye tentu saja bukan jaminan bahwa kandidat Pilkada akan sukses. Melihat dari event Pilkada yang sebelumnya, baik Tim Sukses maupun Tim Media memberikan porsinya tersendiri dalam keberhasilan si kandidat Pilkada. Dalam hal ini, teamwork salah satu faktor penting dalam manajemen kampanye. Jadi pada event demokrasi tingkat lokal ini, tugas dari Tim Sukses dan Tim Media tidaklah mudah. Baik Tim Sukses dan Tim Media harus pandai mencari dan memanfaatkan peluang yang ada. Dalam membaca peluang yang ada harus jeli, kritis, teliti, dan proaktif. 14 Merlyana Lim, Klik yang Tak Memantik: Aktivisme Media Sosial di Indonesia, dalam Jurnal Komunikasi Indonesia, h. 37. Membahas mengenai Tim Media, peneliti juga mewawancarai Tim Media Airin-Benyamin yaitu Rudy Gani. Beliau sempat menjadi bagian dari orang yang kontra terhadap Airin dan sering menulis di Banten Crisis Center BCC, termasuk yang ikut dalam membuat petisi lengserkan Airin. Tetapi kini ia aktif dalam mendukung pasangan Airin-Benyamin, bahkan termasuk sebagai salah seorang yang menggagas berdirinya Tangsel Institut. 15 Rudy berpendapat bahwa: Media sosial diakui sangat efektif dalam menampilkan profil terbaik di panggung politik demi menciptakan image kandidat, tetapi pada intinya kami Tim Media lebih ke arah bagaimana mendistribusikan informasi, merangkul teman-teman kalangan muda khususnya yang aktif menggunakan media sosial untuk membangun jaringan yang bisa mewadahi komunitas-komunitas pemuda di Tangsel. Jadi kami menyampaikan apa adanya, tidak mengurangi juga tidak menambahkan, artinya kami tidak mengada-ngada yang memang tidak ada. Airin dikenal sebagai keluarga korup ya’ memang seperti itu adanya, tidak bisa kami pungkiri. Sebenarnya kami mengedukasi masyarakat agar cerdas dalam memilih, jangan kemudian mereka memilih berangkat dari kandidat yang sifatnya terus menjelek-jelekkan. 16 Kutipan wawancara di atas kemudian menjelaskan bahwa media sosial menjadi sumber rujukan bagi calon pemilih untuk mengenali sosok kandidat. Sudah seharusnya media sosial dimanfaatkan sebagai sarana pembangkit kesadaran bersama, selama ini rakyat sudah capek, putus asa, dan apatis dengan perilaku politik di Indonesia. Pemanfaatan media sosial sebagai peluang untuk mensosialisasikan program kampanye dari kandidat Pilkada yang diunggulkan sekaligus membangun citra positif kandidat yang diusungnya misalnya, merupakan 15 Tangsel Institut secara resmi diresmikan tahun 2016. Lahir dari sebuah gagasan penyeimbang kekuasaan di Tangsel, berangkat dari obrolan-obrolan yang mengarah kepada wacana dan pengkajian media yang menjadi pengawal roda pemerintahan Tangsel. Tidak semata-mata hanya untuk Pilkada, Tangsel Institut ini bagian dari proses pengawal pemerintahan. 16 Wawancara dengan Rudy Gani, pada 27 April 2016. salah satu dari sekian banyak peluang yang tercipta dari adanya media baru khususnya media sosial. Citra yang berusaha direpresentasikan tersebut di sisi lain terkadang melampaui realitas dalam kehidupan manusia atau dalam bahasa lainnya terjadi hyperreality. Sehingga pada titik tertentu, masyarakat modern menerima realitas dengan beraneka macam bentuk citra yang dihadapkan pada mereka, kemudian serta merta meyakini kebenaran yang diberikan atau direpresentasikan dari citranya. Dengan demikian, media sosial mampu membentuk image dengan tujuan mempengaruhi perilaku politik masyarakat. 17 Sebuah pencitraan merupakan bagian atau salah satu model dari simulasi yang dimaksudkan Jean Baudrillard bahwa simulasi adalah citra tanpa referensi suatu simulacrum. Simulacrum dapat dipahami sebagai sebuah cara pemenuhan kebutuhan masyarakat modern atas tanda atau penampakan yang menyatakan diri sebagai realitas. Media sosial sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas dari citra politik. 18 Dalam aktifitas politik, setiap kandidat mencoba berbagai usaha untuk memperoleh dukungan dalam pencapaian tujuan politiknya. Untuk itu, diperlukan sarana komunikasi dan informasi. Media sosial sebagai salah satu sarana informasi yang sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dimasa sekarang menjadi ruang konstruksi citra bagi politisi. Masalahnya, meski Tim Media sudah dapat menggalang dukungan dari khalayak lewat media sosial, mereka sekaligus juga 17 Diakses dari ruangantara.org pada 31 Mei 2016, pukul 22:20 WIB. 18 Ruang Antara adalah wadah apresiasi dan berbagi pengetahuan bagi seluruh kalangan. Ranah kerjanya meliputi aktifitas riset, edukasi, dan advokasi yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan masyarakat dalam bidang sosial-kebudayaan dan teknologi informasi. mendapatkan serangan dari khalayak lainnya yang tidak menyukai pasangan yang mereka bela. Karena itulah, secara umum dapat dikatakan, sehebat atau seintensif apapun penggunaan atau pengoptimasian media sosial oleh politisi, politisi tidak akan berhasil menang dalam persaingan politik, jika sang politisi tidak memiliki Tim Sukses yang solid dan pengorganisasian kampanye yang mumpuni, terencana, dan terfokus. Maka dari itu, pemanfaatan media baru ini ternyata telah memberikan peluang baru sekaligus tantangan baru bagi komunikasi politik.

B. Isu-Isu yang Berkembang Seputar Pemilihan Kepala Daerah Tangerang

Selatan 2015 di Facebook dan Twitter Berbagai peristiwa politik di tanah air, saat ini cenderung tumpang tindih. Dari isu ke isu muncul silih berganti, belum selesai satu isu muncul isu yang lain dengan menyisakan pertanyaan. Ahlasil, berbagai komentar dan isu mencapai pembenaran umum, semua itu ada karena punya target politik. Ini bisa diamati dengan adanya silang pendapat antara ‘komentator’ dengan yang ‘dikomentari’. Pihak ‘komentator’ berusaha mengupas atau bahkan mempersoalkan berbagai permasalahan atau kejanggalan yang terjadi pada pemerintahan. Karena semangatnya, ada kecenderungan komentar itu bermuatan politik. Sedangkan pihak ‘dikomentari’, dalam hal ini pemerintah, sering berkilah bahwa kelompok ‘komentator’ itu sedang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Seperti sewaktu Pilkada Tangsel 2015 lalu, terdapat beragam isu yang saling dilontarkan oleh ketiga kandidat politik. Kandidat yang ‘menyerang’ berusaha menjatuhkan citra kandidat yang ‘diserang’. Terlebih jika isu yang dimunculkan merupakan isu negatif yang bersifat destruktif. Dalam konteks Pilkada, isu dapat membangun atau menjatuhkan citra politik, tujuannya untuk merengkuh target politik tertentu. Dalam kaitannya dengan kemunculan isu negatif, berikut adalah data kemunculan isu-isu di Facebook yang berkembang pada periode 27 Agustus - 5 Desember 2015. Di mana pada periode tersebut merupakan masa pencitraan bagi ketiga kandidat politik. Berikut berbagai macam pemberitaan mengenai isu-isu dan program-program yang secara tidak langsung menyerang pasangan Airin- Benyamin: Tabel 4.1. Data Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin di Facebook pada 27 Agustus - 5 Desember 2015 No. Ragam Isu Pasangan I- L Pasangan A-E Jumlah Kemunculan Isu 1. Agama dan Etnis - 1 kali 1 kali 2. Birokrasi 1 kali - 1 kali 3. Ekonomi dan Kesejahteraan 6 kali - 6 kali 4. Kesehatan 2 kali 1 kali 3 kali 5. Korupsi 8 kali 2 kali 10 kali 6. Lingkungan 1 kali 2 kali 3 kali 7. Pembangunan Infrastruktur 3 kali - 3 kali 8. Transportasi 2 kali - 2 kali Jumlah Kemunculan Isu 23 kali 6 kali 29 kali Sumber: data diolah peneliti Keterangan: AMIN: Airin-Benyamin I-L: Ikhsan Modjo-Li Claudia A-E: Arsid-Elvier Dari tabel 4.1. tersebut dapat dideskripsikan bahwa terdapat delapan ragam isu yang digulirkan oleh kandidat lawan melalui media Facebook kepada pasangan Airin-Benyamin. Pada isu korupsi, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak delapan kali dan Arsid-Elvier sebanyak dua kali. Pada isu birokrasi, hanya Ikhsan-Li Claudia yang menyerang sebanyak satu kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu ekonomi dan kesejahteraan, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak enam kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu kesehatan, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak dua kali dan Arsid-Elvier hanya menyerang satu kali. Pada isu lingkungan, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak satu kali dan Arsid-Elvier menyerang sebanyak dua kali. Pada isu agama dan etnis, hanya Arsid-Elvier yang menyerang sebanyak satu kali, sedangkan Ikhsan-Li Claudia tidak. Pada isu pembangunan infrastruktur, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak tiga kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Terakhir, pada isu transportasi Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak dua kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Diagram 4.1. Persentase Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin di Facebook pada 27 Agustus - 5 Desember 2015 Sumber: data diolah peneliti 34.48 20.69 10.34 10.34 10.34 6.90 3.45 3.45 Korupsi Ekonomi Kesejahteraan Kesehatan Lingkungan Pembangunan Infrastruktur Transportasi Birokrasi Agama dan Etnis Jika mengacu pada tabel 4.1. dan diagram 4.1. yang sudah diolah oleh peneliti, berikut adalah ranking list issue yang peneliti sudah urutkan; pertama, isu korupsi dengan 34,48 persen; kedua, isu ekonomi dan kesejahteraan dengan 20,69 persen; ketiga, isu kesehatan berdampingan sekaligus dengan isu lingkungan dan isu pembangunan infrastruktur yang memiliki persentase sama yaitu 10,34 persen; keempat, isu transportasi dengan 6,90 persen; terakhir kelima, isu birokrasi berdampingan dengan isu agama dan etnis yang memiliki persentase sama yaitu 3,45 persen. Dengan demikian, dalam rentang waktu dari tanggal 27 Agustus - 5 Desember 2015 yang menjadi top ranking issue di Facebook adalah isu korupsi yang mencapai angka 34,48 persen. Beranjak dari uraian data yang ditemukan di media Facebook, selanjutnya, peneliti akan menguraikan data ragam kemunculan isu-isu yang berkembang di Twitter. Tabel 4.2. Data Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin di Twitter pada 27 Agustus - 5 Desember 2015 No. Ragam Isu Pasangan I-L Pasangan A-E Jumlah Kemunculan Isu 1. Birokrasi 6 kali - 6 kali 2. Ekonomi dan Kesejahteraan 7 kali - 7 kali 3. Kesehatan 1 kali - 1 kali 4. Korupsi 30 kali - 30 kali 5. Lingkungan 2 kali - 2 kali 6. Pembangunan Infrastruktur 5 kali - 5 kali 7. Pendidikan 1 kali 1 kali 2 kali 8. Rezim Dinasti 4 kali - 4 kali 9. Transportasi 2 kali - 2 kali Jumlah Kemunculan Isu 58 kali 1 kali 59 kali Sumber: data diolah peneliti