sosial yang paling banyak diminati.
37
Para aktor politik tidak ketinggalan dalam memanfaatkan Facebook sebagai media untuk menjaring popularitas.
Sebaliknya, khalayak menjadikan Facebook sebagai media untuk menumpahkan pendapatnya tentang fenomena komunikasi politik yang terjadi.
Setelah Facebook, Twitter yang hanya menyediakan 140 karakter untuk menulis kicauan pendek tweet, menjadi fenomena yang mengglobal. Twitter
adalah layanan micro blogging yang mendistribusikan potongan ukuran teks di beberapa platform, termasuk ponsel, instant messaging, dan email. Pesan
sering digunakan untuk update status tentang apa yang dilakukan oleh pengguna.
Sebagai media sosial, Twitter dan Facebook bekerja dengan prinsip jejaring. Satu akun akan terhubung dengan akun yang lain jika pengguna, baik
pemilik atau pengunjung, mengoneksikan akun yang dimiliki melalui klik opsi follow atau add friend. Ketika sebuah akun Twitter atau Facebook sudah
terhubung, maka kita dapat memperoleh informasi dari akun yang kita follow. Dari informasi itu lah pengguna bisa berinteraksi dengan pengguna lainnya.
Melalui Facebook dan Twitter seseorang dapat bertemu kembali dengan teman-teman lama, membangun silaturahmi yang dahulu sempat terputus, dan
dapat berkomunikasi dengan lancar walaupun berjauhan. Facebook dan Twitter juga sebagai media promosi online untuk mempermudah seseorang yang ingin
mempromosikan, baik dalam bentuk perniagaan, budaya, bahkan politik.
37
Fajar Junaedi, Komunikasi Politik: Teori, Strategi, dan Aplikasi di Indonesia, Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2013, Cet. Ke-1, h. 98.
Banyaknya pengguna Facebook dan Twitter membuka peluang bagi banyak orang untuk dapat melihat sesuatu hal yang memang sengaja ingin
dipromosikan. Selain itu Facebook dan Twitter juga sebagai tempat diskusi yang tepat.
Kolom comment yang ditulis seseorang secara bebas, akan direspon oleh orang lain, sehingga disini dapat dijadikan sebagai ajang tukar pikiran yang baik. Hal
ini sangat menarik sebab di satu sisi masyarakat jadi lebih mudah berkomunikasi jarak jauh, tapi juga mulai menggerogoti interaksi sosial
masyarakat, sebab mereka mulai lebih cenderung berinteraksi di dunia maya ketimbang bertemu bertatap muka.
Menurut Schoeder 2004, media sosial adalah suatu ruang publik dimana orang-orang menggunakannya untuk membaca dan mengekspresikan opini-
opini politik. Penggunaan media sosial dalam komunikasi politik yang semakin meluas tentu tidak bisa lepas dari faktor lingkungan yang dinamis.
Keefektifan serta peranannya yang begitu hebat menjadikan media sosial menjadi salah satu komponen penting bagi pembentukan kepribadian
masyarakat, serta perilaku dan pengalaman kesadaran masyarakat. Oleh karena itu pula banyak kelompok masyarakat yang berupaya menjadikan media sosial
sebagai sarana propaganda ide, cita-cita, nilai, dan norma yang mereka ingin bentuk atau ciptakan.
D. Pemilihan Kepala Daerah Pilkada
1. Pemilihan Kepala Daerah Pilkada
Reformasi telah membawa perubahan setidaknya terlihat pada dua aspek, yaitu mekanisme pemilihan kepala pemerintahan di tingkat nasional dan
daerah, serta pelaksanaan pemilihan langsung calon legislatif pusat dan daerah. Harapan perubahan ke arah yang lebih baik ditandai dengan dikeluarkannya
UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, meskipun sempat dinilai terlalu dipaksakan oleh pemerintah pada waktu itu. Perubahan ini berarti
adanya pergeseran kedaulatan politik dari partai politik parpol kepada rakyat yang secara langsung dapat memberikan suaranya dalam menentukan siapa
yang mereka nilai layak untuk memimpin.
38
Seiring perubahan sistem pemilihan pemerintahan di tingkat nasional, ternyata memiliki implikasi politis terhadap sistem pemilihan kepala
pemerintahan di tingkat daerah. Pada masa Orde Baru, kepala pemerintahan di daerah, tingkat satu dan dua, calon-calon dipilih secara proforma oleh anggota
Dewan Perwakilan Rakyat DPR, kemudian diajukan untuk mendapatkan restu dari atas. Pada masa reformasi, proses pemilihan yang bersifat lebih
sentralistis kemudian bergeser kepada pilihan anggota DPR Daerah. Sistem Pilkada masih bersifat oligarkis dan rakyat masih belum berdaulat sepenuhnya
dalam memilih kepala daerah. Namun, pergeseran ini dapat dinilai sebagai
38
Donni Edwin et al, Pilkada Langsung: Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, dalam Koleksi Pustaka Pribadi Cecep Effendi, Jakarta: Partnership, 2005, Cet. Ke-1,
h. 1.
langkah maju dalam proses demokratisasi, yaitu bentuk desentralisasi kekuasaan otonomi daerah hasil langsung dari reformasi.
39
Sebelum munculnya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sewaktu itu UU No.22 Tahun 1999 digunakan sebagai landasan hukum
Pilkada. Mekanisme tersebut memiliki dampak terhadap minimnya peranan masyarakat dalam menentukan siapa yang akan memimpin wilayah mereka
dalam waktu lima tahun. Kini dengan disahkannya UU No.32 Tahun 2004, yang mengamanatkan bahwa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Hal
ini berarti bahwa sistem Pilkada mengalami perubahan ke arah yang lebih demokratis, rakyat memiliki kedaulatan penuh atas hak politiknya dalam
memilih calon pemimpin mereka.
40
39
Donni Edwin et al, Pilkada Langsung: Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance
…, h. 2.
40
Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktek dalam Pilkada Langsung, Bandung: PT Simbiosa Rekatama Media, 2010, h. 175.
Bagan 2.1. Model Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Indonesia
41
Umpan balik
Berdasarkan bagan di atas, Pemilihan Kepala daerah terbagi tiga, yaitu ditunjuk oleh Pemerintah Pusat, ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah DPRD, dan secara langsung. Pilkada secara langsung yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum KPU Provinsi dan Kabupaten serta diawasi
oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum Panwaslu. Panwaslu itu sendiri terdiri dari kejaksaan, perguruan tinggi, kepolisian, pers, serta tokoh
masyarakat. Pada model pemilihan secara langsung ini, pasangan calon kepala
41
Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik; Teori dan Praktek dalam Pilkada Langsung …, h.
126. PEMERINTAH
PUSAT KPUD
PANWAS DPRD
1. Pendaftaran Pemilih
2. Pencalonan
3. Kampanye
4. Pemungutan dan
Perhitungan 5.
Penetapan Calon Terpilih Calon
Kepala Daerah
Wakil Kepala
Daerah Partai
Gabungan Partai
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala
Daerah
Pemantau Masyarakat
daerah dan wakilnya diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyarakatan dan pasangan calon perseorangan. Selanjutnya
pasangan calon yang memenuhi persyaratan mengikuti kompetisi melalui pemilihan umum untuk dipilih secara langsung oleh rakyat pemilih.
Perubahan sistem pemilihan berarti juga telah membawa perubahan hubungan tata pemerintahan antara pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan
dari pusat ke daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif, tetapi telah bergeser ke arah yang lebih maju yaitu kewenangan
politik dan juga menjadi ‘pemimpin politik’ di daerah, karena dipilih dan
mendapatkan legitimasi politik yang kuat dari rakyat.
42
2. Sisi Positif dan Sisi Negatif Pilkada
Harus diingat bahwa Pilkada hanyalah sebuah proses yang tidak bediri sendiri. Baik atau buruknya proses berkaitan langsung dengan subjek yang
terlibat langsung dalam proses tersebut. Keberhasilan pelaksanaan Pilkada, baik dalam pengertian ‘prosedural’ ataupun ‘substansial’, terkait dengan tiga
faktor; 1 pemilih yang memiliki hak pilih, 2 penyelenggara yaitu KPU Daerah, Panwaslu, pemantau, dan pemerintah, serta 3 lembaga stake holders
lainnya.
43
Beranjak dari faktor keberhasilan pelaksanaan Pilkada, ada pula sisi positif dan sisi negatif dari pelaksanaan Pilkada. Sisi positif dari Pilkada, yaitu
pertama, kepala daerah yang terpilih melalui pemilihan langsung akan
42
Donni Edwin et al, Pilkada Langsung: Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance
…, h. 2.
43
Donni Edwin et al, Pilkada Langsung: Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance
…, h. 3.