B. Propaganda
1. Pengertian Propaganda
Menurut Dan Nimmo, ada tiga pendekatan kepada persuasi politik, yakni propaganda, periklanan, dan retorika. Semuanya serupa dalam beberapa hal
yakni bertujuan purposive, disengaja intentional, dan melibatkan pengaruh; terdiri atas hubungan timbal balik antara orang-orang semuanya menghasilkan
berbagai tingkat perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai, dan pengharapan pribadi. Tentu saja ketiganya juga memiliki kekhususan yang
membedakan satu dengan lainnya. Salah satu definisi persuasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ajakan dengan cara memberikan alasan dan
prospek baik dengan tujuan untuk meyakinkan khalayak. Menurut Jacques Ellul dalam Dan Nimmo, propaganda sebagai
komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa
yang terdiri atas individu-individu masyarakat, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu organisasi.
6
Harrold D. Lasswell mendefinisikan propaganda dengan formulasi, “Propaganda semata merujuk pada kontrol opini, dengan simbol-simbol
penting, atau berbicara lebih konkrit dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar, atau bentuk-
bentuk komunikasi sosial lainnya”. Kemudian Lasswell memberikan definisi yang agak berbeda dengan definisi sebelumnya
6
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, Cet. Ke-1, h. 110-111.
yaitu, “Propaganda dalam arti luas adalah teknik memengaruhi tindakan manusia dengan memanipulasi representasi penyajian. Representasi bias
berbentuk lisan, tulisan, gambar, atau musik, sehingga periklanan dan publisitas ada di dalam wilayah pro
paganda”. Lasswell melihat propaganda membawa masyarakat dalam situasi kebingungan, ragu-ragu dan terpaku pada
sesuatu yang licik yang tampaknya menipu dan menjatuhkan mereka. Propaganda diartikan sebagai proses disemasi informasi untuk memengaruhi
sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok masyarakat dengan motif indoktrinasi ideologi.
7
Herbert Blummer 1969 mengemukakan bahwa propaganda dapat dianggap sebagai suatu kampanye politik yang dengan sengaja mengajak dan
membimbing untuk memengaruhi, membujuk atau merayu banyak orang guna menerima suatu pandangan, ideologi atau nilai.
8
Qualter mengatakan bahwa propaganda adalah suatu usaha yang dilakukan secara sengaja oleh beberapa
individu atau kelompok untuk membentuk, mengawasi atau mengubah sikap dari kelompok-kelompok lain dengan menggunakan media komunikasi dengan
tujuan bahwa pada setiap situasi yang tersedia, reaksi mereka yang dipengaruhi akan seperti yang diinginkan oleh propagandis.
9
Pakar psikologis Roger Brown dalam Saverin dan Tankard menyatakan bahwa usaha-usaha persuasif adalah propaganda, jika bermanfaat bagi yang
7
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, 2011, Cet. Ke-3, h. 270.
8
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar …, h. 76.
9
Nurudin, Komunikasi Propaganda, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008, Cet. Ke-3, h. 9.
melakukan dan merugikan bagi yang menerima. Sementara di Indonesia, istilah propaganda antara lain diartikan sebagai penyampaian pesan benar atau salah
dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap atau arah suatu tindakan tertentu yang biasanya disertai dengan janji yang muluk-
muluk.
10
Propaganda sekarang merupakan bagian politik rutin yang normal dan dapat diterima, dan tidak hanya terbatas pada pesan-pesan yang dibuat selama
perayaan politik atau kampanye. Penggunaan propaganda sebagai senjata persuasi bukan barang baru dalam komunikasi, sebab kegiatan propaganda
sudah ada sejak manusia ada di bumi ini, meskipun istilah propaganda baru dikenal pada pertengahan abad ke-17 ketika gereja mulai mempraktikkan
penyebaran agama Kristen. Pada waktu itu, Menteri Propaganda Jerman Dr. Joseph Gobbels mengatakan bahwa “propaganda tidak mengenal aturan dan
etika. Tujuannya ialah membelenggu rakyat dengan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Doktrin politik Machiavelli yang
mengabaikan relevansi moral, di mana ketidakjujuran dibenarkan dalam mencari dan mempertahankan kekuatan politik.
11
Namun, Edward Barnays justru melihat propaganda bukan sebuah usaha yang patut dicela dalam meracuni pikiran orang dengan penuh kebohongan,
melainkan lebih dari itu yakni suatu usaha yang terkelola untuk
10
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi …, h. 270.
11
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi …, h. 270-271.
menyebarluaskan sesuatu untuk mendapat kepercayaan atau opini. Propaganda menurut Barnays sangat dibutuhkan bagi peradaban umat manusia.