Isu-Isu yang Berkembang Seputar Pemilihan Kepala Daerah Tangerang
Jika mengacu pada tabel 4.1. dan diagram 4.1. yang sudah diolah oleh peneliti, berikut adalah ranking list issue yang peneliti sudah urutkan; pertama, isu korupsi
dengan 34,48 persen; kedua, isu ekonomi dan kesejahteraan dengan 20,69 persen; ketiga, isu kesehatan berdampingan sekaligus dengan isu lingkungan dan isu
pembangunan infrastruktur yang memiliki persentase sama yaitu 10,34 persen; keempat, isu transportasi dengan 6,90 persen; terakhir kelima, isu birokrasi
berdampingan dengan isu agama dan etnis yang memiliki persentase sama yaitu 3,45 persen. Dengan demikian, dalam rentang waktu dari tanggal 27 Agustus - 5
Desember 2015 yang menjadi top ranking issue di Facebook adalah isu korupsi yang mencapai angka 34,48 persen.
Beranjak dari uraian data yang ditemukan di media Facebook, selanjutnya, peneliti akan menguraikan data ragam kemunculan isu-isu yang berkembang di
Twitter.
Tabel 4.2. Data Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin
di Twitter pada 27 Agustus - 5 Desember 2015
No. Ragam Isu
Pasangan I-L
Pasangan A-E
Jumlah Kemunculan
Isu
1. Birokrasi
6 kali -
6 kali
2. Ekonomi dan
Kesejahteraan 7 kali
- 7 kali
3. Kesehatan
1 kali -
1 kali
4. Korupsi
30 kali -
30 kali
5. Lingkungan
2 kali -
2 kali
6. Pembangunan
Infrastruktur 5 kali
- 5 kali
7. Pendidikan
1 kali 1 kali
2 kali
8. Rezim Dinasti
4 kali -
4 kali
9. Transportasi
2 kali -
2 kali Jumlah Kemunculan Isu
58 kali 1 kali
59 kali
Sumber: data diolah peneliti
Keterangan: AMIN: Airin-Benyamin
I-L: Ikhsan Modjo-Li Claudia A-E: Arsid-Elvier
Dari tabel 4.2. tersebut dapat dideskripsikan bahwa terdapat sembilan ragam isu yang digulirkan oleh kandidat lawan melalui media Twitter kepada pasangan
Airin-Benyamin. Pada isu korupsi, Ikhsan-Li Claudia paling banyak menyerang sebanyak 30 kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu birokrasi, hanya Ikhsan-
Li Claudia yang menyerang sebanyak enam kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu ekonomi dan kesejahteraan, hanya Ikhsan-Li Claudia yang menyerang
yakni sebanyak tujuh kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Begitu pula pada isu kesehatan, hanya Ikhsan-Li Claudia yang melakukan penyerangan yakni sebanyak
satu kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu lingkungan, hanya Ikhsan-Li Claudia yang menyerang sebanyak dua kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu
pembangunan infrastruktur, Ikhsan-Li Claudia cukup banyak menyerang, yakni sebanyak lima kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu transportasi, Ikhsan-Li
Claudia hanya menyerang sebanyak dua kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Kali ini pada isu pendidikan, baik Ikhsan-Li Claudia dan Arsid-Elvier sama-sama
melakukan penyerangan sebanyak satu kali. Isu terakhir adalah isu rezim dinasti, dan hanya pasangan Ikhsan-Li Claudia lah yang melakukan penyerangan sebanyak
empat kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak.
Diagram 4.2. Persentase Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin
di Twitter pada 27 Agustus - 5 Desember 2015
Sumber: data diolah peneliti
Jika mengacu pada tabel 4.2. dan diagram 4.2. yang sudah diolah oleh peneliti, berikut adalah ranking list issue yang peneliti sudah urutkan; pertama, isu korupsi
dengan 50,85 persen; kedua, isu ekonomi dan kesejahteraan dengan 11,86 persen; ketiga, isu birokrasi dengan 10,17 persen; keempat, isu pembangunan infrastruktur
dengan 8,47 persen; kelima, isu rezim dinasti dengan 6,78 persen; keenam, isu lingkungan berdampingan sekaligus dengan isu pendidikan dan isu transportasi
yang memiliki persentase sama yaitu 3,39 persen; terakhir, ketujuh, isu kesehatan dengan 1,69 persen. Dengan demikian, dalam rentang waktu dari tanggal 27
Agustus - 5 Desember 2015 yang menjadi top ranking issue di Twitter adalah isu korupsi dengan total 50,85 persen.
Jika melihatnya dari berbagai sudut pandang positif potensi media baru sebagai sarana demokratisasi, idealnya Facebook dan Twitter mampu menjadi media
50.85
11.86 10.17
8.47 6.78
3.39 3.39
3.39 1.69
Korupsi Ekonomi dan Kesejahteraan
Birokrasi Pembangunan Infrastruktur
Rezim Dinasti Lingkungan
Pendidikan Transportasi
Kesehatan
alternatif dengan kemampuan signifikan dalam menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat. Namun, tampaknya politisi Indonesia dewasa ini sedang terkena
demam politik pencitraan. Meskipun banyak permasalahan yang muncul yang perlu ditangani oleh pemerintah, kadang pemerintah kerap mengambil kebijakan yang
tidak populer, yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Facebook dan Twitter yang digunakan oleh kandidat Pilkada ternyata isinya tidak lebih dari situs yang
mereka miliki, yang hanya digunakan untuk memberitakan hal-hal yang baik-baik saja mengenai figur kandidat Pilkada.
Mayoritas transaksi informasi yang terjadi di sana didominasi oleh berbagai postingan yang disampaikan oleh simpatisan partai politik. Selain itu, sewaktu
Pilkada Tangsel 2015 kemarin, media sosial cenderung digunakan sebagai media untuk melontarkan sesuatu yang berkonotasi negatif kepada lawan politiknya,
misalnya sindiran terhadap pasangan lawan politiknya yang kebetulan mempunyai catatan sejarah yang kurang baik karena terkenal dengan isu negatif yang
menerpanya, yaitu isu korupsi dan rezim dinastinya. Mencerna saling lempar isu negatif yang digembar-gemborkan di media sosial
dan penerapan dari beberapa teknik propaganda, ternyata ada yang berlawan dengan ajaran Islam. Dua teknik yang sebelumnya telah disebutkan adalah teknik
name calling dan glittering of generalities. Teknik dengan cara memberikan label buruk kepada seseorang tanpa menguji kebenarannya, seperti labeling koruptor dan
lain sebagainya ini bertentangan dengan Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 12.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka dugaan terhadap sesama Muslim, karena sebagian sangka-sangka itu ialah dosa, dan
janganlah kamu mencari-cari aib orang dan jangan pula setengah kamu mengumpat yang lain. Adakah di antara kamu yang memakan daging
saudaranya yang telah mati bangkainya? Maka tentu kamu jijik benci memakannya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah penerima
taubat lagi Maha Penyayang
” 12.
Islam memerintahkan kita untuk menjauhi prasangka atau dugaan-dugaan, mencari aib, dan tidak mengumpat. Pertama, teknik propaganda name calling jelas
bertentangan dengan ayat ini. Selain itu, jika kita melihat pengertian dan praktiknya, teknik name calling ini bisa mendekati fitnah. Tentu jika melihat pada
teori propaganda, hal tersebut sah-sah saja dilakukan, namun dalam ajaran Islam serangan verbal yang tanpa bukti dan kebenarannya bisa menjadi fitnah. Dalam
firman Allah berikut ini berisi penjelasan tentang bagaimana seharusnya sikap seorang muslim terhadap berita-berita yang belum jelas kebenarannya. Allah
berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu” 6.
Maksudnya, jangan sampai kita menerima begitu saja berita dari seseorang, teliti dan dapatkan bukti kebenarannya. Pada intinya, Allah memberitahu bahwa
orang-orang fasik itu pada dasarnya jika berbicara ia dusta, akan tetapi kadang kala ia juga benar. Karena, berita yang disampaikan tidak boleh diterima dan juga tidak
boleh ditolak begitu saja, kecuali setelah diteliti terlebih dahulu fakta kebenarannya. Jika benar sesuai dengan bukti, maka diterima dan jika tidak, maka ditolak.
Kedua, teknik propaganda glittering of generalities. Teknik dengan menggunakan kata-kata bijak dengan tujuan mendapat dukungan secara tidak murni
atau tidak alami. Ini bertentangan dengan Al-Quran Surat Al-Ahzab ayat 70:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar” 70.
Dalam ayat tersebut, Islam mengajarkan untuk bertutur kata yang tepat. Maksudnya ialah jujur, sesuai, dan tidak dibuat-buat. Kita bisa melihat kembali
contoh teknik propaganda glittering of generalities dari Tim Media Arsid-Elvier yang peneliti temukan pada pembahasan sebelumnya, seperti kalimat ‘Sebuah titik
temu bersama untuk melawan perilaku korupsi. Ayo kita buktikan bahwa kita bisa melakukannya, bisa mencetak sejarah bersama’. Penggunaan ‘kata-kata yang baik’
tersebut digunakan untuk mendapat dukungan meskipun tanpa menyelidiki ketepatan aosiasinya. Bisa diartikan, punya maksud dan tujuan lain. Jika melihat
pada teori propaganda, cara ini tidak dilarang dan sah saja digunakan. Namun,
dalam ajaran Islam teknik propaganda ini bertentangan karena caranya yang dibuat- buat atau tidak jujur.
Seharusnya Facebook dan Twitter dengan sifat interaktifnya yang lebih tinggi dibandingkan situs web, mampu dimanfaatkan oleh politisi untuk menjaring
aspirasi rakyat mengenai permasalahan bangsa yang krusial untuk ditangani dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang seharusnya bisa mereka jaring
melalui media sosial tersebut.