Arsitektur Kontekstual Paris van Java mall, Bandung

43 BAB Elaborasi Tema III.1 Pengertian Arsitektur Kontekstual Pengertian Arsitektur Kontekstual berdasarkan penjabaran per kata adalah:

1. Arsitektur

Arsitektur 11 adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut. Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang, bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan Estetika Venustas, Kekuatan Firmitas, dan Kegunaan Fungsi Utilitas; arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis. Arsitektur adalah holak, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik , sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar, dibantu dengan 11 http:id.wikipedia.orgwikiArsitektur Universitas Sumatera Utara 44 penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni. Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dan sebagainya. Filsafat adalah satu yang utama dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post- strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang memengaruhi arsitektur.

2. Kontekstual

Kontekstual 12 adalah sebuah situasi yang tidak memungkinkan sebuah objek ada di suatu tempat tanpa mengindahkan objek-objek yang sudah ada di tempat itu lebih dahulu. Perancangan kontekstual memusatkan perhatian utama pada karakteristik objek-objek yang sudah ada tersebut pada objek yang akan dibuat. Kontekstual menekankan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai kaitan dengan lingkungan bangunan yang berada di sekitarnya. Keterkaitan tersebut dapat dibentuk melalui proses menghidupkan kembali nafas spesifik yang ada dalam lingkungan bangunan lama ke dalam bangunan yang baru sesudahnya. Bill Raun Dalam merancang suatu kota, kontekstualisme memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatannya adalah kemampuannya secara potensial meredam lingkungan yang tidak tanggap atau liar. Kelemahannya adalah rancangan seolah-olah harus menerima keterikatan pada kondisi statis; bertentangan dengan produk-produk baru yang diinginkan yang lantas terpaksa dimanipulasi untuk menjaga selera keterkaitan. Robi Sularto Sastrowardoyo, 1993 Jadi, arsitektur kontekstual merupakan sebuah metode perancangan yang mengkaitkan dan menyelaraskan bangunan baru dengan karakteristik lingkungan sekitar. Gerakan pengusung 12 http:staffsite.gunadarma.ac.idagus_dh Universitas Sumatera Utara 45 paham arsitektur kontekstual sendiri muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur modern sebagai ikon gaya internasional yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memerhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya. Sehingga, kontekstualisme selalu dihubungkan dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, yang akan menghasilkan sebuah kontinuitas visual. III.2 Penerapan Kontekstual dalam Desain Arsitektur 13 III.2.1 Arsitektur Penciptaan Ruang dan Tempat Ruang space pada dasarnya terbentuk dari titik yang bergerak menjadi garis, yang lalu bergerak dan membentuk sebuah bidang, dan akhirnya bertemu dengan bidang lain sehingga menghasilkan sebuah ruang tiga dimensi. Sedangkan tempat place merupakan ruang yang dihidupkan oleh interaksi atau kegiatan manusia. Ruang yang baik ditentukan oleh kualitas lingkungan di sekelilingnya. Temperatur, matahari, angin, dan kelembaban sangat mempengaruhi nyaman atau tidaknya ruang tersebut, yang tentunya menjadi berpengaruh terhadap kegiatan manusia di dalamnya. Kualitas ruang yang baik akan membuat manusia betah berkegiatan, sehingga akhirnya ruang tersebut hidup dan menjadi sebuah ’tempat’ yang lebih dari layak. Namun selain hal tersebut di atas, yang tidak kalah penting dalam menciptakan sebuah ’tempat’,—contohnya adalah ruang publik di kawasan perkotaan —adalah tiga potensi strategis yang disebut sebagai Three Theories of Urban Spatial Design; yaitu massa dan ruang figure, jejalur atau 13 http:arsitekturbicara.wordpress.com20120519studi-literatur- mengenai-arsitektur-kontekstual Universitas Sumatera Utara 46 keterhubungan linkage, dan tempat place. Kualitas sebuah ruang publik dipengaruhi oleh bentuk dan tatanan ruang, dan juga harus dapat dicapai dengan mudah melalui jaringan infrastruktur yang jika dirancang dengan benar akan menghasilkan ruang berkegiatan yang tak hanya nyaman, tetapi juga membentuk perilaku positif bagi manusia di dalamnya. Selain itu, konteks budaya, sejarah, dan ekologi juga perlu diperhatikan dengan menyatukan bentuk, detail, ornamen yang unik sesuai nilai sosial, budaya dan persepsi visual; sehingga menghasilkan ruang publik yang memiliki karakteristik lokal. III.2.2 Arsitektur Kontekstual Proses Pencarian Bentuk Sering orang beranggapan kontekstualisme hanya berusaha meniru bangunan lama sehingga terlihat sama pada bangunan baru atau hanya untuk memopulerkan langgam historis arsitektur tertentu. Namun, sebenarnya tidaklah seperti itu. Bila melihat definisi sebelumnya, secara umum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kondisi bangunan lama yang bisa dilihat dari bentuk, material, dan skala bangunan. Kedua, karakter dan jiwa tempat bangunan tersebut berada yang bisa dilihat dari motif atau pola desain setempat. Dari beberapa hal tersebut dapat dijabarkan beberapa pendekatan desain arsitektur kontekstual yang bervariasi atau tidak sekedar meniru. III.3 Konsep Arsitektur Kontekstual 14 Konsep kontekstualisme dalam arsitektur mempunyai arti merancang sesuai dengan konteks yaitu merancang bangunan dengan menyediakan visualisasi yang cukup antara bangunan yang sudah ada dengan bangunan baru untuk menciptakan suatu efek yang 14 http:mattorang.blogspot.com201212a.html Universitas Sumatera Utara 47 menyatu. Rancangan bangunan baru harus mampu memperkuat dan mengembangkan karakteristik dari penataan lingkungan, atau setidaknya mempertahankan pola yang sudah ada. Suatu bangunan harus mengikuti lambang dari lingkungannya agar dapat menyesuaikan diri dengan banguna lama dan memiliki kesatuan desain dengan lbanguna lama tersebut dan memiliki karakteristik yang sama. Desain yang kontekstual merupakan alat pengembangan yang bermanfaat karena memungkinkan bangunan yang dimaksud untuk dapat dipertahankan dalam konteks yang baik. Arsitektur Kontekstual dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu: 1. Kontras Kontras sangat berguna dalam menciptakan lingkungan urban yang hidup dan menarik, namun yang perlu diingat bahwa kontras dapat dianalogikan sebagai bumbu yang kuat dalam makanan yang harus dipakai dalam takaran secukupnya dan hati-hati. Kontras menjadi salah satu strategi desain yang paling berpengaruh bagi seorang perancang. Apabila diaplikasikan dengan baik dapat menjadi fokus dan citra aksen pada suatu area kota. Sebaliknya jika diaplikasikan dengan cara yang salah atau sembarangan, maka akan dapat merusak dan menimbulkan kekacauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Brent C. Brolin, bahwasanya kontras bangunan modern dan kuno bisa merupakan sebuah harmoni, namun ia mengingatkan bila terlalu banyak yang timbul sebagai akibat kontras, maka efektifitas yang dikehendaki akan menurun sehingga yang muncul adalah kekacauan. 2. Harmonis Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasiankeselarasan, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan baru lebih menghargai dan memperhatikan bangunan sudah ada , kemudian bersama-sama dengan bangunan yang baru untuk menjaga dan melestarikan “tradisi” yang telah berlaku sejak dulu. Sehingga kehadiran satu bangunan baru lebih menunjang dari Universitas Sumatera Utara 48 pada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walaupun terlihat dominan. III.4 Perkembangan Arsitektur Kontekstual Antara tahun 1880-1890 terjadi revolusi Industri kedua dalam bentuk rasionalisasi dan penggunaan mesin produksi. Dampak yang timbul akibat revolusi industri diantaranya adalah timbulnya sistem fabrikasi di mana sebagian besar elemen bangunan dibuat dipabrik, penggunaan mesin-mesin, teknologi baja tulangan, dsb. Sistem fabrikasi tersebut memungkinkan pembangunan dalam waktu yang relatif singkat. Antara tahun 1890-1910 gerakan yang menentang peniruan dan pengulangan bentuk kaidah dan teori lama semakin meluas ke seluruh dunia. Dalam masa modernisasi awal teori-teori keindahan dalam arsitektur berkembang secara radikal menentang klasikisme. Sejalan dengan hal itu berlangsung pemasyarakatan fungsionalisme yang mengakibatkan lahirnya gerakan arsitektur modern. Gaya arsitektur modern muncul sebagai gaya internasional yang cukup memiliki kemiripan di semua tempat, semua negara. Setidaknya, gaya modern tetap mengusung fungsi ruang sebagai titik awal desain sehingga, pada zaman itu bangunan-bangunan yang muncul mempunyai style yang hampir sama meskipun diberbagai tempat yang berbeda. Bahkan, bangunan-bangunan yang muncul terkadang tidak memperhatikan kondisi lokal lingkungan sekitar. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa arsitektur pada masa itu tidak mempunyai ruh. Pada saat-saat seperti itulah, muncul gerakan arsitektur kontekstualime. Kontekstualisme muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur modern yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memerhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya. Universitas Sumatera Utara 49 Kontekstualisme selalu berhubungan dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, sehingga menghasilkan sebuah kontinuitas visual. Kontekstualisme berusaha untuk menciptakan arsitektur yang tidak hanya berdiri sendiri, namun bisa memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya. Brent C Brolin dalam bukunya Architecture in Context 1980 menjelaskan, kontekstualisme adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan bangunan lama. Berbicara mengenai kontekstualisme, berarti membicarakan suatu bangunan dalam keterkaitannya dengan bangunan lama. Kontekstual, sesuai dengan pengertian diatas, berarti meningkatkan kualitas bangunan yang telah ada sebelumnya menjadi lebih baik. Untuk mewujudkan hal ini, sebuah desain tidak harus selamanya kontekstual dalam aspek fisik saja, akan tetapi kontekstual dapat pula dihadirkan melalui aspek non fisik, seperti fungsi, filosofi, maupun teknologi. Kontekstual pada aspek fisik, dapat dilakukan dengan cara : 1. Mengambil motif-motif desain setempat : bentuk massa, pola atau irama bukaan, dan ornamen desain, 2. Menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi mengaturnya kembali sehingga tampak berbeda, 3. Melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama atau mendekati yang lama, 4. Mengabstraksi bentuk-bentuk asli kontras. III.5 Keterkaitan Tema dengan Judul Parijs van Soematra merupakan sebuah proyek untuk memvitalkan kembali kawasan Kesawan seputaran jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu yang sekarang seakan-akan mati, Universitas Sumatera Utara 50 tidak ada generator aktivitas disana. Proses revitalisasi kawasan bersejarah ini tentunya mengacu pada kondisi lingkungan eksisting yang memiliki nilai historis yang tinggi. Kawasan ini, sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, merupakan kawasan bersejarah yang di atasnya masih berdiri beberapa bangunan peninggalan era kolonial Belanda. Tipologi bangunan era kolonial yang mendominasi kawasan ini tentunya menjadi modal utama dalam merevitalisasi dengan pendekatan arsitektur kontekstual, dengan tujuan agar keselarasan visual yang paling utama akan terlihat secara jelas, meskipun bangunan baru tidak secara utuh mengambil bagian-bagian bangunan lama. Dengan pendekatan arsitektur kontekstual, yang notabene merupakan pendekatan dengan mengkaitkan dan menyelaraskan bangunan baru dengan karakteristik lingkungan sekitar, diharapkan tercipta suatu kawasan yang terintegrasi dengan baik, baik dari segi penampilan fisik dan juga fungsinya. Dalam arsitektur kontekstual, hubungan yang selaras tidak selalu ditunjukkan dengan desain yang menerapkan kembali elemen-elemen bangunan lama kepada bangunan baru. Hubungan selaras tersebut juga dapat dicapai dengan solusi desain yang kontras. Bentuk-bentuk asli pada bangunan lama tidak digunakan langsung, namun dapat diabstraksikan ke dalam bentuk baru yang berbeda. Universitas Sumatera Utara 51 III.6 Studi Banding Tema Sejenis III.6.1 Campus Center ITB 15 Salah satu contoh bangunan kontekstual yang cukup berhasil merespon lingkungannya adalah Campus Center di Institut Teknologi Bandung. Arsiteknya adalah Baskoro Tedjo. Sebelum dibangun menjadi Campus Center, dilahan tersebut sudah terdapat sebuah bangunan yang disebut Student Center, yang fungsinya lebih dominan untuk menampung kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa. Setelah itu, Campus Center atau yang dikenal dengan singkat CC ini pun dirancang dan dialihfungsikan sebagai information center Kampus ITB. Selain itu, bangunan ini juga menampung beberapa fungsi lainnya seperti kantor adminstrasi kemahasiswaan, ruang rapat, auditorium, cafe dan toko buku, ruang pameran, serta sejumlah ruangan yang dipergunakan sebagai sekretariat lembaga-lembaga kemahasiswaan. Para pengguna yang terlibat menggunakan bangunan Campus Center ini mayoritas merupakan civitas akademika dari mahasiswa, dosen, maupun karyawan. Namun, tidak menutup kemungkinan bangunan ini juga digunakan oleh pihak di luar civitas akademika, mengingat fungsinya sebagai information center yang pasti akan banyak dikunjungi oleh orang-orang dari luar kampus ITB. Gambar 3.1 ITB Campus Center 15 http:architecturejournals.wordpress.com20101028campus-center- itb-kontekstual-di-antara-bangunan-kolonial Universitas Sumatera Utara 52 Apabila dibandingkan dengan bangunan-bangunan lama yang sudah lebih dahulu dibangun di ITB seperti Aula Barat, Aula Timur, dan 4 Labtek kembar, Campus Center akan terlihat kontras. Bangunan Campus Center ITB dirancang dengan langgam modern. Struktur utamanya menggunakan beton bertulang. Fasadnya didominasi oleh penggunaan kaca dengan frame baja. Atapnya pun didesain datar. Sedangkan bangunan eksisting di sekitarnya yang sudah berdiri sejak lama, dibangun dengan langgam kolonial. Bangunan-bangunan kolonial ITB itu identik dengan kolom-kolom besar dengan material batu kali dan atap miring dengan penutup sirap. Tentu saja Campus Center menjadi kontras jika dibandingkan dengan bangunan kolonial di sekitarnya. Tanggapan : Desain ITB Campus Center menggunakan pendekatan arsitektur kontekstual yang kontras. Penerapan konsep desain yang modern di antara bangunan-bangunan tua di kawasan kampus ITB tidak merusak visual kawasan, melainkan mendukung satu sama lain. III.6.2 Ponte Vecchio, Florence, Italia Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam konteks arsitektur kontekstual adalah mengambil motif-motif desain setempat, seperti bentuk massa, pola atau irama bukaan, dan ornamen desain yang digunakan. Rumah-rumah Ponte Vecchio di Florence, Italia, merupakan bangunan baru yang mengadaptasi gaya Renaisans yang ingin menggantikan bangunan lama yang hancur saat Perang Dunia ke-2. Kontinuitas visual terlihat dari bentuk massa dan irama bukaan atau jendela. Universitas Sumatera Utara 53 Gambar 3.2 Ponte Vecchio, Florence, Italia Tanggapan : Penerapan elemen-elemen bangunan lama pada desainnya merupakan wujud dari kekontekstualan yang dibuat oleh arsitek. Dengan pendekatan arsitektur kontekstual yang harmonis, nilai-nilai bangunan lama yang pernah ada kembali dimunculkan secara visual pada bangunan baru. Universitas Sumatera Utara 54 BAB IV Analisa

IV.1 Analisa Fungsional