16
Kawasan di sekitar lokasi ramai dilintasi kendaraan mulai pukul 5 pagi hingga pukul 6 sore, selebihnya
kawasan mulai sepi.
II.2.2 Julukan “Parijs van Soematra”
“Kota Medan pernah dijuluki Parijs van Soematra. Itu mungkin karena pada masa itu kota ini begitu mulus, indah,
dan tertib. Setiap hari mobil penyapu jalan dengan sapunya yang
bundar, berkeliling
menyusuri sudut
kota untuk
membersihkan jalan dari segala macam sampah, termasuk kotoran kuda dan lembu. Di belakangnya menyusul mobil mengangkut
sampah dan kotoran tersebut untuk dibawa ke tempat pembuangannya.
Jalan di masa itu pun masih sangat mulus. Kalau pun ada yang berlubang segera ditambal, tanpa harus menunggu
bopeng tersebut membesar dan parah baru diperbaiki. Suasana kota begitu nyaman dan tidak bising oleh suara-suara klakson,
apalagi sampai macet. Maklumlah, di zaman itu kendaraan bermesin seperti kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat
masih sangat sedikit. Hanya pengendara sepeda saja yang banyak terlihat hilir mudik di dalam kota untuk beraktivitas.
Bila ada yang mengendarai sepeda ‘Fongrer’, maka dia pun
pantas untuk membusungkan dadanya penuh rasa bangga, karena di masa itu sepeda ini termasuk kendaraan yang mahal.
Di antara decitan rem sepeda, derap tapak kaki kuda menarik sado yang menjadi angkutan umum dalam kota juga
menjadi hal yang biasa. Sesekali lonceng sado yang dipijak oleh sais untuk meminta jalan atau memanggil penumpang bisa
menjadi irama yang indah. Jejeran sado di depan stasiun besar kereta api Medan yang menunggu penumpang turun dari kereta
api, merupakan pemandangan yang biasa.
Universitas Sumatera Utara
17
Selain sado ada juga ‘angkong’, yakni kereta yang ditarik oleh manusia sambil berlari kecil. Banyak masyarakat yang
mengumpamakan orang yang menarik angkong itu ibarat ‘kuda merokok’ …”
6
Demikianlah penuturan dari seorang sejarahwan kota Medan Drs.H.Muhammad TWH. Kota Medan pada zaman penjajahan
Belanda pernah mendapat julukan Parijs van Soematra. Nama besar yang disandang kota ini dulunya tak hanya ditujukan
pada satu wilayah, namun menyeluruh. Hanya saja yang menjadi pusat perhatian julukan Parijs van Soematra saat itu berada
di sekitar
kawasan Kesawan.
Keindahan, ketertiban,
kebersihan, ketentraman, dan tata kota yang teratur pada zaman dahulu membuat kota Medan mendapat julukan ini. Tidak
ada yang mengetahui darimana julukan ini berasal. Julukan ini seakan-akan muncul dengan sendirinya sebagai apresiasi dari
kota Medan pada era kolonial Belanda. Menurut seorang sejarahwan Tengku Luckman Sinar, SH, Istilah Parijs van
Soematra merupakan istilah yang digunakan oleh kalangan pers. Karena julukan ini dibesarkan dari bahasa pers pada masa itu,
maka istilah ini pun hanya beredar di kalangan masyarakat kota Medan. Belanda ataupun wisatawan mancanegara tidak
mengetahui apapun mengenai julukan kota Medan ini. Kota Medan
7
pada era kolonial Belanda direncanakan sebagai sebuah kota modern. Dalam bingkai itu, termasuklah
taman-taman, alokasi perumahan bagi orang-orang Eropa dan beberapa kawasan untuk kelompok orang Tionghoa, India dan
pribumi. Ini merupakan hasil dari model quarter system, dimana tiap-tiap populasi tinggal di lokasi yang sudah
ditentukan. Sistem seperti ini memunculkan suatu peraturan ketat berupa perizinan untuk meninggalkan wilayah populasi
tiap-tiap etnis.
6
Tuturan kisah dari sejarahwan Medan, Drs.H.Muhammad TWH
7
A plantation City on the East Coast of Sumatra 1870-1942 Planters, the Sultan, Chinese and the Indian, Dirk A. Buiskool
Universitas Sumatera Utara
18
Pemerintah kolonial Belanda kemudian merencanakan wilayah Kota Medan dengan mengadopsi gaya Eropa dengan
mempergunakan aturan-aturan yang ada di dalamnya. Belanda kemudian membangun gedung-gedung bernuansa Eropa di seputar
kawasan Lapangan Merdeka dulu bernama Esplanade, Kesawan dan sekitarnya, yang kemudian dipadukan dengan perumahan elit
bangsa Belanda. Karena banyaknya perumahan Belanda yang dibangun, maka kawasan pusat kota Medan pernah mendapat
julukan “Garden City”. Keasrian dan keteraturan Kota Medan tempo dulu, juga diakui orang-orang Eropa pada zaman dahulu,
terbukti dengan hadirnya kota Medan dalam beberapa buku karangan penulis-penulis Eropa pada masa itu.
Istilah Parijs van Soematra kemudian hilang secara perlahan saat Belanda meninggalkan kota Medan. Kedatangan
bangsa Jepang pada masa itu membawa dampak dan perubahan yang signifikan pada perkembangan kota Medan yang sudah terlebih
dahulu dikembangkan oleh bangsa Belanda. Sejak itu, istilah Parijs van Soematra tidak pernah terdengar lagi di kalangan
masyarakat kota Medan hingga sekrang, yang tersisa hanya peninggalan-peninggalan bekas keindahan kota Medan pada era
kolonial Belanda yang dibiarkan terbengkalai.
II.2.3 Sejarah Kawasan