Organisasi Lembaga Pengelola Persampahan Tatakerja Lembaga Pengelola Persampahan

lxxiii akan mengurangi beban kerja UPT PK dan PBK dalam pengangkutan sampah sehingga dapat mengoptimalkan sarana yang dimiliki.

E. Dukungan Prasarana

Prasarana yang dimiliki oleh UPT PK dan PBK saat ini sudah cukup memadai. Prasarana jalan menuju TPA kondisinya beraspal dan mulus. Prasarana gedung, baik gedung kantor UPT maupun kantor TPA kondisinya cukup baik dan terawat. Kondisi prasarana yang cukup baik dan terawat ini bisa menjadi faktor pendorong pengelolaan sampah nonkonvensional, karena dalam paradigma pengelolaan sampah nonkonvensional seperti konsep IKDU membutuhkan biaya yang relatif besar untuk pengadaan prasarana pendukung misalnya pengadaan tanah dan bangunan untuk lokasi IKDU. Sebagaimana pendapat Satori 2006 dibutuhkan investasi awal Rp 594.000.000,00 untuk pengadaan tanah dan gedung. Dengan kondisi prasarana yang telah ada di Kabupaten Gunungkidul dapat menekan biaya investasi tersebut dengan “menyulap” kantor TPA untuk dijadikan pilot proyek IKDU dengan melibatkan masyarakat sekitar TPA.

F. Sistem Pengolahan di TPA

Hingga saat ini pengolahan di TPA Wukirsari masih menggunakan sistem open dumping . Kondisi ini bagi masyarakat sekitar dapat menimbulkan gangguan, baik dari polusi udara, polusi air maupun gangguan kesehatan lainnya. Kondisi ini menjadi faktor pendorong pengelolaan sampah nonkonvensional, karena apabila terus menggunakan paradigma konvensional bukan tidak mungkin akan terjadi konflik di kemudian hari. Potensi konflik saat ini juga sudah ada, sebagaimana disampaikan narasumber. “Kondisi TPA saat ini masih open dumping...” [IP-031-1] “Itu saja juga sudah banyak problem yang dihadapi, terutama di tempat pembuangan akhir yang itu memang sangat terbatas. Di kanan kiri sudah banyak yang mengeluh. Polusi udaranya sudah sangat terasa sehingga sudah banyak yang protes.” [TM-046-4]

4.1.2 Aspek Kelembagaan

A. Organisasi Lembaga Pengelola Persampahan

lxxiv Secara kelembagaan, organisasi lembaga pengelola sampah berdasar-kan Perda No. 11 Tahun 2006 adalah UPT PK dan PBK yang berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum. Lembaga ini telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya melayani masyarakat di bidang persampahan. Pasal 49 ayat 1 perda ini menyebutkan: “Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dinas, Kepala Bagian, Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang, Kepala Seksi, Kepala UPT dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi baik intern maupun antar unit organisasi lainnya sesuai dengan tugas pokok masing-masing.” Hal ini dapat menjadi pendorong pengelolaan sampah menuju ke arah nonkonvensional karena dengan organisasi yang jelas akan meningkatkan koordinasi, baik intern maupun antarunit organisasi lainnya. Tanpa koordinasi yang baik pelaksanaan pengelolaan sampah dapat menemui banyak hambatan di kemudian hari. Menurut Satori 2006: 2 kekurangberhasilan pendaurulangan sampah saat ini disebabkan karena kegiatan daur ulang yang ada saat ini tidak memiliki sinergi dan tidak terintegrasi dalam sistem dan manajemen sampah kota.

B. Tatakerja Lembaga Pengelola Persampahan

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya melayani masyarakat di bidang kebersihan, UPT PK dan PBK Kabupaten Gunungkidul berpedoman pada Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 23 Tahun 2006 tentang Uraian Tugas Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunungkidul. Dalam peraturan tersebut khususnya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi UPT PK dan PBK Kabupaten Gunungkidul, pada pasal 25 ayat 1 berbunyi: “UPT PK dan PBK mempunyai tugas melaksanakan pemeliharaan kebersihan, pertamanan dan penanggulangan bahaya kebakaran”. Pasal selanjutnya mengatur fungsi UPT PK dan PBK. Pada pasal 26 butir b berbunyi: “Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, UPT PK dan PBK mempunyai fungsi perumusan kebijakan teknis pemeliharaan kebersihan dan pertamanan”. lxxv Berdasarkan observasi lapangan sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari uraian tugas tersebut. Dengan kata lain, belum ada kebijakan teknis sebagai petunjuk pelaksanaan pengelolaan persampahan di Kabupaten Gunungkidul. Kondisi ini menunjukkan belum adanya mekanisme yang jelas terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dalam membina dan melayani masyarakat di bidang persampahan, sehingga menjadi faktor penghambat pengelolaan sampah nonkonvensional. Untuk menuju paradigma pengelolaan sampah nonkonvensional diperlukan tatakerja yang jelas, sehingga meminimalkan terjadinya overlapping dalam pelaksanaan tugas. Menurut Buclet dan Olivier 2001: 307 bahwa tata kerja organisasi merupakan variabel kunci yang krusial dalam evolusi manajemen persampahan untuk kota setingkat kabupaten.

C. Ketersediaan Sumber Daya Manusia SDM