Biaya Operasional Pelayanan Persampahan Efisiensi Biaya Operasional

lxxviii penunggak retribusi tersebut tidak dilakukan dan apabila enforcement tersebut tidak juga dilakukan, maka kecenderungan pelanggan tidak membayar akan meningkat. Menurut Bappeda Gunungkidul 1995: 65 pada periode tahun 2001 sampai dengan 2006 direncanakan persentasi retribusi kebersihan dalam menopang biaya operasional adalah 60 , namun pada kenyataannya pada tahun 2007 baru mencapai 12 . Hal ini bisa menjadi faktor penghambat pengelolaan sampah nonkonvensional karena persentase penerimaan retribusi ini akan menjadi tolok ukur bagi regulator untuk mengambil kebijakan bidang persampahan seperti persetujuan terhadap usulan biaya investasi IKDU, karena dianggap tidak menguntungkan sehingga prioritas pendanaan bidang persampahan akan semakin terpinggirkan dalam pembahasan anggaran.

C. Biaya Operasional Pelayanan Persampahan

Pada tahun anggaran 2007 UPT PK dan PBK memperoleh anggaran biaya operasional sebesar Rp 923.489.000,00 yang terdiri dari upah, biaya bahan bakar minyak, pengadaan barang dan biaya pemeliharaan. Jumlah ini relatif kecil karena hanya sebesar 0,15 dari total belanja APBD tahun yang sama yaitu sebesar Rp 626.807.565.501,02. “Biaya operasional masih sangat kurang. Masalahnya di Gunungkidul ini belum ada kepedulian pejabat pembuat kebijakan terhadap masalah sampah ini. Untuk memenuhi biaya operasional di bulan-bulan seperti ini saya yang pusing. Karena APBD belum dapat dicairkan, saya sampai ngutang koperasi dan memberi bunga. Trus uang darimana bunga itu? Coba bayangkan. Para pejabat itu kan tidak memikirkan sampai ke sana..” [IP-038-1] Kondisi ini dapat menurunkan kinerja UPT PK dan PBK, sehingga akan menjadi penghambat pengelolaan sampah nonkonvensional. Menurut Syafrudin 2006: 24, biaya operasional pengelolaan sampah disyaratkan minimal 5 - 10 dari total APBD. Diusahakan agar biaya pengelolaan sampah dapat diperoleh dari masyarakat ± 80 dan pemerintah daerah menyediakan ± 20 untuk pelayanan umum antara lain penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum. Menurut Satori 2006: 3-4 kesuksesan pelaksanaan IKDU lxxix salah satunya ditentukan oleh peran instansi pengelola kebersihan yang dalam hal ini adalah UPT PK dan PBK yang bertanggungjawab untuk menyosialisasikan dan menyukseskan IKDU dan menjadi holding company bagi setiap IKDU, sehingga apabila kinerja UPT PK dan PBK menurun akan dipastikan kesuksesan pelaksanaan IKDU tidak akan berhasil dengan baik.

D. Efisiensi Biaya Operasional

Biaya operasional yang digunakan dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Gunungkidul saat ini tidak efektif. Hal tersebut seperti disampaikan oleh beberapa narasumber sebagai berikut: “Tapi dibanding jaman dulu sekitar tahun ’65 memang sudah ada kemajuan. Kalau dulu tahun ’65 itu masyarakat belum ada kesadaran sampah jadi orang membuang sampah ya hanya dibuang begitu saja wong namanya sampah. Itu pikiran mereka dulu begitu. Tapi setelahnya ada anjuran dari pemda dan sosialisasi tentang kebersihan dan kesehatan, sekarang sudah ada kesadaran.. ya seperti contoh tadi itu namanya kesadaran. Bisa mengelola sampah sendiri…” [TM-044-1] “Kalau saya punya pendapat kan di Gunungkidul sudah ada pokmas-pokmas yang mengelola sampah. Jumlahnya sekitar 16 atau 17. Kita bina saja itu. Kalau pembinaan pokmas-pokmas itu berhasil, investor kan nggak diperlukan lagi..” [IP-014-5] “Sistem teknik yang kita pakai saya akui memang salah, sehingga tidak efektif. Sulit mengubah perilaku masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengumpulan. Sehingga polanya kita langsung mengambil sampah secara door to door. Ini kan meng-habiskan waktu dan biaya operasional juga tinggi...” [IP-037-1] “Terpaksa ya mengurangi frekuensi pengambilan. Saya memang menekankan maksimal 2 hari harus diambil, tapi kalau pas drivernya berhalangan sakit atau apa, ya saya tidak bisa apa-apa, karena kan petugas itu manusia juga..” [IP-0310-1] Kondisi ini bisa mendorong pengelolaan sampah nonkonvensional karena dengan sarana yang terbatas dan tuntutan cakupan layanan yang luas, maka dibutuhkan upaya-upaya pemecahannya, salah satunya adalah optimalisasi operasi sarana transportasi. Dalam konsep pengelolaan sampah nonkonvensional beban pengelola persampahan akan banyak terbantu oleh keberadaan kelompok-kelompok masyarakat yang berpartisipasi dalam pengelolaan sampah di lxxx kawasan mereka. Menurut Kepala UPT PK dan PBK, apabila pengelolaan sampah dilaksanakan dengan paradigma modern dengan sistem IKDU, maka salah satu pihak yang diuntungkan adalah UPT PK dan PBK karena akan menekan biaya operasional dengan adanya keterlibatan kelompok masyarakat untuk mengelola sampah skala kawasan, khususnya kawasan pemukiman, perkantoran dan kawasan sekolah.

E. Insentif Bagi Pengguna Sampah